CITRA ikan gabus impor sebagai primadona kontes sedikit demi sedikit mulai terkikis. Kini Channa lokal mulai diperhitungkan. Selain Channa marulioides yellow asal Danau Sentarum, Kalimantan Barat, yang memang sudah lama kondang, beberapa tahun terakhir muncul Channa limbata.
Jenis itu berasal dari perairan pegunungan di Pulau Jawa. Meski tubuhnya kecil dan pendek, pamor ikan tersebut dapat menggeser ikan-ikan impor lainnya.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Posturnya kecil saja. Panjang maksimal ikan tersebut tak lebih dari 20 sentimeter.
Beberapa penghobi menyebutnya gabus gunung atau Channa gachua. Ada juga yang menyebutnya Channa limbata.
Masuk kategori longistomata dari famili snakehead berukuran kecil, yang hanya mampu tumbuh sekitar 16 sentimeter.
Nah, di Jawa, masyarakat lebih mengenal ikan bertubuh kecil itu dengan nama ikan kotes.
Meski terkadang ikan tersebut diburu untuk menambah asupan protein, kini limbata mulai naik kasta. Masuk akuarium kontes beradu cantik dengan jenis lainnya.
Yang membuatnya beda dengan lainnya adalah perpaduan warna cokelat dengan kuning pada sirip atas dan ekor belakang. Itulah yang istimewa.
Sebab, yang jamak ditemukan adalah warna oranye pada dorsal dan ekornya.
’’Yang warna kuning ini cukup jarang,’’ kata Andi Permana, salah seorang juri kontes Surabaya Heroes of Channa, Jumat (12/11). Dia mengungkapkan, di antara sekitar 260 peserta, ada belasan Channa limbata yang terlibat dalam kontes.
Meski begitu, kata dia, animo penghobi limbata terbilang tinggi. Meskipun, baru kali pertama kontes Channa melibatkan limbata di Surabaya.
Sebelumnya, gabus gunung marak beradu cantik di Jawa Tengah yang meliputi Semarang dan sekitarnya.
Berdasar penelitian, gabus gunung tersebar luas di seluruh kepulauan Indonesia bagian barat, termasuk Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.
Pada habitat aslinya, gabus gunung hidup di hulu sungai, sumber mata air jernih, dan parit persawahan. Hal itu berbeda dengan gabus besar yang cenderung hidup di hilir sungai dan rawa-rawa.
Meski hidup di lingkungan dengan kadar oksigen tinggi, gabus gunung mampu mengambil oksigen langsung dari udara sehingga dengan volume air yang sedikit pun, mereka masih bisa bertahan hidup dan berkembang.
’’Pernah dapat langsung dari sekitar Gunung Arjuno-Welirang itu sama Pacet, Mojokerto. Ya, di dekat bebatuan sungai,’’ ungkapnya.
Saat temuan awal, ikan tersebut memiliki warna dan corak yang sama dengan gabus pada umumnya.
Agar corak dan warna khas dari limbata muncul, diperlukan perlakuan khusus. Salah satunya melalui penetrasi pakan hewan hidup yang mengandung protein tinggi.
’’Ikan kecil, udang, dan beberapa jenis bentos. Maggot dan jangkrik juga bisa,’’ ujarnya. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah saat pemindahan dari habitat asal ke akuarium.

-
Menurut dia, yang perlu diadaptasi adalah suhu. Jika gagal beradaptasi dengan suhu kota, gabus gunung bisa terkena white spot dan penyakit velvet.
Jika itu terjadi, yang perlu dilakukan adalah pengobatan segera. Sebab, jika tidak, akan berdampak pada aktivitas ikan yang cenderung pasif.
Lalu, nafsu makan menurun. Pada tingkatan yang parah, ikan akan menabrakkan tubuhnya ke akuarium akibat rasa gatal.
Disinggung soal penilaian dalam kontes tersebut, Andi mengungkapkan bahwa ada lima kategori penilaian. Mulai kemampuan adaptasi, mental ikan, warna, hingga anatomi ikan.
’’Konteks penilaian tetap sama. Berlaku untuk semua jenis, mulai marulioides yellow, aurantimaculata, asiatica, hingga pulchra,’’ tandasnya.
Kontes tersebut tak hanya diikuti peserta dari Pulau Jawa, tetapi juga Sumatera dan Kalimantan.