Jumat, 9 Juni 2023

Setiawan Sabana, Memanusiakan Medium Kertas

- Minggu, 5 Desember 2021 | 09:39 WIB
TAPAK #11, 100x180 cm, Paper n Board, 2021 (DOK. SETIAWAN SABANA)
TAPAK #11, 100x180 cm, Paper n Board, 2021 (DOK. SETIAWAN SABANA)

Kertas bagaikan istri, begitu kata Setiawan Sabana, guru besar sekaligus seniman besar yang telah menggeluti kertas sejak ia mengenalnya sampai kini di usia 70 tahun.

---

KITAB, Jagat Kertas dalam Renungan, pameran yang diluncurkan pada 5 Oktober, sedianya akan dilakukan secara luring. Tapi, kemudian mengalami penjadwalan ulang menjadi daring di galnasonline.id. Ada tantangan besar mengubah format dan kemudian malah memicu kreativitas seorang Setiawan Sabana untuk berhasil beralih media dengan begitu memesona.

Pameran tampak untuk mengenang sekaligus sebagai kilas balik setengah abad masa kesenimannya. Membaca renungannya dalam 41 karya tampak juga energinya yang terus mengalir tanpa batas. Seakan setiap tahap pengalaman hidup serta tantangan kariernya menginspirasi daya cipta untuk tampil lebih keren dan lebih maju dari yang sebelumnya.

Sebanyak 41 karya dalam pameran Kitab yang hampir semuanya baru sungguh menakjubkan. Di sana-sini karya yang dihadirkan ada yang masih mengingatkan pada zaman ketika ia menghayati kertas dalam bentuk riil dan arkais. Seperti tumpukan buku untuk mengungkapkan ide monumen kertas (Saya teringat karyanya di pameran Zenobio Institute 1997 di Venezia yang menjadi bagian dari pameran bersama Modernities and Memories from the Islamic World, yang dihadirkan sebagai sub-exhibition dari Venice Biennale tahun 1997. Kala itu Setiawan menghadirkan berupa kertas/buku yang kusut dan berserakan di lantai).

Seri karya Monumen Koran di Kitab masih mengingatkan pada masa itu. Namun, kali ini terbuat dari tumpukan kertas koran sungguhan yang diberi warna kosmis sehingga secara visual lebih menarik.

Karya-karya yang diberi warna kosmis menambah daya tariknya, terutama pada seri Tapak yang kadang tampak sebagai konfigurasi beraneka bentuk dengan aransemen berwarna-warni kosmis sehingga dapat menarik pemirsa untuk masuk ke imajinasi yang tak terduga. Seperti imajinasi cakrawala dengan awan-awan di angkasa luas yang bisa membayangkan apa saja di benak pemirsa.

Konfigurasi Tapak 10, misalnya, yang beraneka bentuk imajiner berwarna ungu muda dan gelap, dengan variasi biru muda dan kuning, tampak seperti turbulensi dan chaos yang dahsyat memberi sensasi kejadian yang mengguncang dunia.

Demikian juga di konfigurasi Tapak 9 dengan aransemen sapuan cat air berwarna ungu bercampur hitam. Sedangkan konfigurasi tumpukan kertas di Tapak 11 sepintas kelihatan sosok terbang di angkasa. Memicu memori sensasi image karya Marc Chagall, seniman asal Rusia-Prancis (1887–1985) yang menurut pengakuan Setiawan memang ia kagumi.

Tampak juga pengaruh pewarnaan Emil Nolde (1867–1956), seniman asal Jerman-Denmark yang juga seorang printmaker, dan konon merupakan di antara seniman pertama di abad ke-20 yang mengeksplorasi warna serta pewarnaan pada karyanya yang ekspresionis.

Namun, Setiawan senantiasa mengungkapkan karakter Indonesia dan keberadaannya sebagai seniman Indonesia. Misalnya, cap tangan-tangan yang melengkapi karya-karya tersebut di atas menyatakan keberadaan dirinya di dalam semesta. Juga merujuk pada penemuan-penemuan seni rupa di gua-gua di Sulawesi Selatan yang konon menjadi tempat pertama penciptaan seni rupa di dunia. Sementara itu, cap-cap tangan yang menggebrak masuk ke gambar dapat juga diartikan sebagai campur tangan manusia yang mengacaukan bumi dan lingkungan.

Lahir di Bandung pada tahun 1951, Setiawan Sabana memulai kariernya sebagai pegrafis yang lulus S-1 dari Jurusan Seni Murni Studio Seni Grafis ITB (1971–1977). Ia kemudian melanjutkan studi dan meraih MFA pada tahun 1982 dari Art Department, Northern Illinois University. Kemudian meraih doktor pada tahun 2002 dari Program Studi Pascasarjana Seni Rupa ITB dengan disertasi berjudul Spiritualitas dalam Seni Rupa Kontemporer di Asia Tenggara: Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Tahun 2006 ia menjadi guru besar Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB.

Keterlibatannya dengan Galeri Decenta di mana ia menjadi programmer membuatnya melirik ke ranah seni rupa yang ia kemudian akrabi bersama bertambahnya intensitas masuk ke dalam sensitivitas kertas sebagai medium ekspresi.

Sejak perhelatannya di luar negeri melalui pendidikan, residensi, dan berbagai pameran, ia merasa perlu menghayati isu keindonesiaan dalam karya dan budaya sehingga ia melakukan berbagai terobosan yang menjadikan kertas sebagai medium yang bermakna personal, kultural, dan spiritual.

Setiawan senantiasa merasa khawatir akan kepunahan kertas. Apalagi dengan berkembangnya teknologi yang membawa perubahan dalam kehidupan manusia.

Pameran Kitab yang dihadirkan secara online menjadi bukti bahwa peradaban kertas yang ia ikut membangun bisa tetap berjaya. Keterlibatannya dengan kertas semakin akrab ketika ia berevolusi dari pelaku grafis memasuki ranah seni rupa. Sedangkan kesadaran dan idealisme mengenai keindonesiaan dan ide Nusantara semakin kuat ketika ia studi di Amerika dan Jepang.

Kertas bagi Setiawan adalah tak ubahnya seorang istri. Kertas juga merupakan napas spiritual yang tidak akan punah. Kertas akhirnya menjadi kendaraan yang dalam bayangan akan membawanya untuk masuk surga. Saya masuk surga naik kertas. (*)




*) CARLA BIANPOEN, Penulis seni rupa kontemporer

Editor: Ilham Safutra

Tags

Terkini

Seribu Satu Malam di Bali

Minggu, 4 Juni 2023 | 08:35 WIB

Sehari-hari Merenung Melampaui Batas

Minggu, 28 Mei 2023 | 08:00 WIB

Kebangkitan

Minggu, 28 Mei 2023 | 07:00 WIB

Seni Pascareformasi

Minggu, 21 Mei 2023 | 11:31 WIB

Sua Kuasa Matra

Minggu, 14 Mei 2023 | 07:30 WIB

Kebudayaan ala Kotak Korek Api

Minggu, 14 Mei 2023 | 07:00 WIB

Kota via Teater, Teater via Kota

Minggu, 7 Mei 2023 | 08:38 WIB

Kepada Jakarta

Minggu, 7 Mei 2023 | 08:29 WIB

Peci: Tokoh dan Negara

Sabtu, 29 April 2023 | 17:00 WIB

Khotbah Idul Fitri Terakhir di Kota Revolusi

Sabtu, 29 April 2023 | 16:00 WIB

Yang Menyalakan Pelita untuk Kartini

Sabtu, 15 April 2023 | 18:00 WIB

Menyambut Koruptor

Sabtu, 15 April 2023 | 17:00 WIB

Citra Tafakur Agus TBR

Sabtu, 8 April 2023 | 18:00 WIB

Nada & Dakwah, setelah Tiga Dekade

Sabtu, 8 April 2023 | 17:00 WIB

Kochi Biennale dan Visi India Menuju Dunia

Minggu, 2 April 2023 | 10:03 WIB

Taman Kata-Kata Nadin Amizah

Sabtu, 1 April 2023 | 17:03 WIB

Ibadah di Alam yang Rebah

Minggu, 26 Maret 2023 | 04:00 WIB

Wajah Asia di Panggung Oscars

Minggu, 26 Maret 2023 | 03:00 WIB
X