KONRO karebosi tercipta karena berlimpahnya daging di Makassar. Masyarakat yang kreatif pun menciptakan masakan baru dari bahan yang selalu tersedia itu. Ketelatenan memadupadankan bumbu dan bahan menghasilkan racikan bercita rasa tinggi.
Ikhsan Rosyid Mujahidul Anwari, pakar sejarah Universitas Airlangga, menyebut ketersediaan bahan baku sebagai bagian terpenting kuliner khas suatu daerah.
”Kalau dirunut dari kamus bahasa Bugis, konro artinya sapi. Meski begitu, sup konro dulu berasal dari daging kerbau. Setiap acara penting pasti ada penyembelihan kerbau,” paparnya kepada Jawa Pos Selasa (19/4).
Saat penyembelihan itulah potongan tulang diambil dan diolah. Hasilnya adalah pallu konro atau pallu buku. Proses itu menemukan jodohnya ketika berbagai rempah dicampur. Makassar sebagai bagian jalur rempah memiliki peran besar hingga konro identik dengan hidangan yang kaya rempah dan bercita rasa tinggi seperti sekarang.
”Persebaran masyarakat Bugis-Makassar ke berbagai daerah turut menjadikan kuliner ini semakin dikenal. Menyebar ke berbagai penjuru Nusantara,” ucap Ikhsan.
Pergeseran bahan baku terjadi saat populasi kerbau menurun. Harga kerbau pun semakin mahal. Maka, masyarakat beralih ke sapi atau lembu. Ikhsan mengatakan, pada periode 1990-an rata-rata olahan konro dihasilkan dari daging lembu.