JawaPos.com - Akibat lonjakan kasus Covid-19 di Tiongkok, sejumlah negara menolak atau memperketat kedatangan para turis asal Tiongkok. Apalagi Tiongkok sudah mencabut kebijakan Nol-Covid dan mengizinkan masyarakatnya untuk bebas pergi melakukan perjalanan di tengah situasi darurat Covid-19. Para ahli menilai sikap itu diskriminatif kepada turis asal Tiongkok.
Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan pembatasan pintu-pintu masuk atau kedatangan turis asing jangan hanya dibatasi atau dilarang bagi turis Tiongkok saja. Di era pandemi saat ini, virus tak hanya menyebar atau dibawa oleh warga satu negara tertentu, tetapi dapat menular dari siapapun.
’’Jika ingin meminimalisir risiko, ya jangan hanya untuk satu negara saja, mentang-mentang kasus di Tiongkok sedang tinggi lalu melarang turis dari Tiongkok, atau AS saja. Tidak begitu, ya. Itu harus berlaku umum,” tegas Dicky kepada wartawan JawaPos.com.
Ia menilai saat ini di era pandemi, di pintu-pintu masuk setiap negara sudah dibuat prosedur protokol kesehatan bagi siapapun yang datang. Untuk turis yang masuk ke Indonesia, kata dia, tetap konsisten pada pencegahan virus seperti sebelumnya.
“Ini mekanisme yang menganut tata pergaulan ataupun konvensi global. Bahwa kita sekarang tak bisa menutup diri melarang siapapun masuk ya, tapi memastikan bahwa yang bersangkutan minim resiko wajib dilakukan oleh setiap negara. Norma global misalnya orang bepergian sudah harus booster, itu wajib memastikan, harus diberlakukan. Ini untuk semua negara, tak hanya untuk Tiongkok saja, atau AS saja. Misalnya tetap harus skrining, suhu, gejala, dan isi formulir pernah punya riwayat perjalanan dari negara mana saja,” katanya.
Dan misalnya bicara tes antigen, kata dia, jika memang ingin diberlakukan bagi turis yang datang, maka jangan hanya untuk satu negara tertentu. Jika tidak, lanjutnya, tetap sebaiknya buatlah kesepakatan atau kriteria tertentu, jangan hanya untuk Tiongkok saja.
’’Bicara testing, kalau mau diberlakukan, berlakukan untuk semua. Tapi kalau enggak, buat kriteria, oh kalau dia habis bepergian, ada gejala, harus tes. Itu berlaku semua enggak hanya orang Tiongkok,” jelasnya. ’’Itu mencegah ketersinggungan atau diskriminasi dari satu negara tertentu,” imbuh Dicky. (*)