SAYA masih kaget sekali. Sebab, pukul 13.30 tadi (kemarin) saya sempat besuk Pak Habibie. Kondisinya lebih baik. Sehingga ada harapan beliau akan sembuh.
Saya baru mendapatkan informasi bahwa Pak Habibie meninggal dari kerabat dan segera memastikan.
Saya kenal Pak Habibie sejak saya bekerja dengan beliau pada 1990-an. Waktu itu Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) mendirikan lembaga penelitian. Saya kebetulan menjadi executive research di sana.
Ketika beliau menjadi wakil presiden, saya ditunjuk sebagai asisten wakil presiden bidang globalisasi. Hubungan kerja sama kami terus berlanjut ketika beliau menjadi presiden menggantikan Presiden Soeharto. Saya ditunjuk sebagai juru bicara bidang luar negeri. Lalu, ketika Habibie Center dibentuk, saya terlibat dari awal hingga sekarang.
Dulu Habibie Center dibentuk dengan moto Demokrasi Tak Boleh Henti. Pak Habibie memang sosok yang mementingkan orang lain. Bahkan, kadang beliau sampai tak memedulikan kesehatan sendiri.
Bagaimanapun kondisi fisik beliau, bahkan saat sakit sekalipun, tiap kali ada tamu, beliau selalu menyambut dengan antusias. Ini terkadang membuat dokter kewalahan.
Karena itulah, agar bisa beristirahat dengan tenang, keluarga memutuskan untuk membawa ke rumah sakit. Tapi, tamu juga tetap berdatangan. Pak Habibie pun tetap bersedia ditemui.
Beliau memang tokoh bangsa. Tentu banyak yang mengunjungi. Bukannya beristirahat, Pak Habibie sangat bahagia dikunjungi banyak orang.
Beliau ini tipe orang yang sangat serius dalam pekerjaan. Seolah terlihat tak menyayangi badan. Dari dulu sering lupa makan. Mungkin karena semangat beliau tinggi.
Selamat jalan, Pak Habibie. Indonesia berduka kehilangan Bapak Teknologi. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.
*) Wakil Ketua Habibie Center
**) Disarikan dari wawancara dengan wartawan Jawa Pos Ferlynda Putri