Minggu, 2 April 2023

Andoko Kini Tak Khawatir Lagi Dahi Tamu Kebentur Kusen Pintu

- Senin, 30 Januari 2023 | 17:01 WIB
JADI LAYAK HUNI: Andoko, pemilik rumah, merapikan ruang tempat tidurnya (20/1). Tempat tinggal Andoko menjadi salah satu rumah yang direnovasi lewat program Dandan Omah Pemkot Surabaya. (ALFIAN RIZAL/JAWA POS)
JADI LAYAK HUNI: Andoko, pemilik rumah, merapikan ruang tempat tidurnya (20/1). Tempat tinggal Andoko menjadi salah satu rumah yang direnovasi lewat program Dandan Omah Pemkot Surabaya. (ALFIAN RIZAL/JAWA POS)

”Kemewahan” yang Datang lewat Program Dandan Omah di Surabaya


Lewat program Dandan Omah Pemkot Surabaya, sederet hal yang tak terbayangkan hadir di hadapan ribuan warga. Mulai punya toilet sendiri, rumah bertembok dan bukannya bertipleks, serta tak lagi cemas saat hujan datang.

DIAN W. PRATAMA-WAHYU Z. BUSTOMI-GALIH ADI P., Surabaya

---

ANDOKO kini tak perlu lagi ndingkluk (menunduk) saat masuk rumahnya. Yang tak kalah melegakan, semua yang bertamu juga bisa terhindar dari kemungkinan lecet atau memar di dahi karena terbentur kusen pintu.

”Kusen saya dulu tingginya hanya 1,5 meter. Kalau saya sendiri sih sudah biasa (kebentur),” kata warga Banyu Urip Jaya, Surabaya, yang dulu bekerja serabutan itu kepada Jawa Pos Jumat (20/1) dua pekan lalu.

Sekali lagi: itu dulu. Program Dandan Omah Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengubah kediaman ayah tiga anak yang berada di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, tersebut tak cuma jadi punya kusen lebih tinggi.

Tapi, juga lebih layak huni.

Penggarapannya dilaksanakan setelah Idul Fitri tahun lalu. Butuh waktu 20 hari untuk penyelesaiannya. Rumah pria 66 tahun itu ditinggikan 2 meter, setelah bagian depan diuruk 50 cm. Jadi, Andoko, istri, dan ketiga anak mereka tak perlu khawatir lagi kebanjiran.

”Sudah lama sebenarnya ingin ikut program (Dandan Omah) itu. Tapi, saat itu saya ketua RT, kalau mengajukan sendiri dikira tidak adil,” kata Andoko.

Lurah Putat Jaya Bryan Ibnu Maskuwaih menuturkan, yang masuk program tersebut memang berdasar usulan dari RT. Kemudian ada tim yang menyurvei beranggota pengurus RT, RW, LPMK (lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan), serta perwakilan masyarakat lain. Mereka yang menilai layak tidaknya.

”Saya juga ikut keliling. Keterlibatan ini justru membuat warga guyub dan solid, juga bikin kami lebih peka,” kata Bryan.

Dari usulan serupa, Sutrisno kini jadi punya rumah yang bertembok, tak sekadar dikelilingi tripleks seperti sebelumnya. Program Dandan Omah juga membuat pria 88 tahun yang tinggal di Kupang Gunung Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya, itu tak lagi cemas atap rumahnya roboh tiap kali terjadi hujan disertai angin.

”Dulu genting dan atapnya sudah rapuh,” kata Sutrisno yang tinggal hanya bersama sang istri, Antini, 78, di rumah yang juga berada di kawasan Kelurahan Putat Jaya tersebut.

Saban tahun Pemkot Surabaya menganggarkan dana khusus untuk perbaikan rumah yang tidak layak huni lewat program yang berjalan sejak 2022 itu. Tahun lalu total ada 1.010 unit rumah yang masuk program Dandan Omah. Tahun ini kuotanya ditambah hingga 3.500 unit.

Menurut Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) Surabaya Irvan Wahyudradjad, jumlah tersebut juga dibantu pihak lain. Misalnya, tahun lalu yang dari APBD Pemkot Surabaya 950 unit, sisanya 60 unit digarap gereja dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). ”Sifatnya kolaborasi, semua pihak terlibat membantu warga,” kata Irvan.

Hingga sekarang, pengajuan program Dandan Omah mencapai 5.200 pemohon. Tapi, lanjut Irvan, tidak semua disetujui. Banyak aspek yang dilihat. Di antaranya, kemampuan ekonomi penghuni, legalitas tanah, hingga tingkat kerusakan.

Menurut Irvan, Dandan Omah bukan sekadar program pembangunan fisik, melainkan juga sumber daya manusia (SDM). Warga miskin dilatih menjadi tukang profesional, kerja sama dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Setelah mendapat sertifikat, mereka membantu menggarap bedah rumah di wilayah tempat tinggalnya. Belanja bahan bangunan juga dianjurkan dari kelurahan tempat proyek tersebut berjalan.

”Semangatnya program ini adalah padat karya. Dari anggaran Rp 35 juta per rumah bisa memberikan manfaat ke banyak orang,” ujarnya.

Kasmiati dan suaminya, Raselan, termasuk yang merasakan manfaat itu. Sejak menempati rumah di Jalan Tambak Mayor Baru Gang II, Surabaya, pada 1990, baru mulai September tahun lalu mereka bisa punya toilet sendiri.

Sebelumnya, dia dan suami harus sabar mengantre tiap kali ada panggilan alam. Sebab, hanya ada satu toilet yang digunakan 10 orang di sekitar rumah mereka.

Kondisi perekonomian yang sulit membuat Kasmiati belum bisa merenovasi gubuk kecilnya. Terlebih, sang suami dulu bekerja sebagai pemulung. Sejak 12 tahun lalu, Raselan tidak bisa bekerja karena stroke. Otomatis keduanya hanya mengandalkan pemberian uang dari anak-anak mereka.

Perombakan total dilakukan tim Dandan Omah. Mulai meninggikan bangunan, membuat kamar mandi dalam, hingga memasang ubin. Secara teknis tidak ada kendala yang dialami petugas. Hanya pemindahan jaringan listrik yang membutuhkan waktu lama.

”Selama dikerjakan, Bu Kasmiati dan Pak Raselan tinggal di rumah anak mereka,” kata Ketua Kelompok Teknis Perbaikan Rumah (KTPR) Asrojoyo Kelurahan Asemrowo Cahyo Adi Bawono kepada Jawa Pos Minggu (22/1) pekan lalu.

Di kediaman Sukesi-Munir di Sidoyoso Jaya, Kelurahan Simokerto, Surabaya, tantangan petugas Dandan Omah ada pada pengiriman material bangunan. Sebab, lokasi rumah seluas 12 meter persegi itu berada di gang sempit.

Untuk menyiasati, jadilah material dikirim pagi-pagi sekali agar tak mengganggu kegiatan warga lainnya. Dalam 20 hari, tim Dandan Omah membenahi di antaranya atap yang bocor dan mendirikan kamar mandi.

Di usia senja mereka, ditambah Munir yang berhenti menjahit sejak pandemi Covid-19 melanda, pembenahan rumah yang mereka tempati sejak 1963 itu adalah sebuah kemewahan yang tak mungkin terbeli. Anak-anak mereka juga, dalam bahasa Sukesi, telah berkeluarga semua dan kondisinya pas-pasan.

Kini ”kemewahan” itu akhirnya bisa mereka dapatkan. Atap aman, tak lagi khawatir banjir, dan tiap kali hendak buang air, tak perlu numpang ke rumah saudara atau ke ponten di pinggir dengan biaya Rp 1.000 sekali masuk.

”Alhamdulillah wes tuwek, dibangun omahe (Alhamdulillah sudah tua, dibangun rumahnya),” kata Sukesi.

Editor: Ilham Safutra

Tags

Terkini

Fenomena Siswa SD Nyambi Jualan di Banyuwangi

Senin, 27 Maret 2023 | 16:07 WIB
X