Olahan Bebek Bumbu Merah dan Bumbu Putih Khas Aceh
Kuliner RI-1 seri ke-49 ini merupakan penutup rangkaian tulisan Warung RI-1 pada edisi reguler Jawa Pos. Namun, masih ada beberapa seri yang bisa dibaca pada edisi Koran Lebaran. Ikuti juga lanjutannya di JawaPos.com ya...
FOLLY AKBAR, Banda Aceh
Bu Si Itek Bireuen berarti nasi daging bebek dari Bireuen. Kuliner khas Aceh itu kaya akan rempah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah membuktikan sendiri kelezatannya di sela lawatan kepresidenan ke Banda Aceh.
---
NASI bebek menjadi menu andalan Bu Si Itek Bireuen. Potongan daging bebek di atas piring-piring saji itu memang berkubang bumbu kari. Warnanya merah kecokelatan dengan tekstur seperti santan kental. Namun, di lidah Jawa Pos yang mencoba olahan bebek tersebut pada awal Februari lalu, kuliner khas Aceh itu lebih dari sekadar kari. Aroma rempahnya jauh lebih kuat dan rasanya sangat gurih.
Saiful, juru masak paling senior di restoran tersebut, menyatakan bahwa ada belasan rempah yang dicampur menjadi bumbu nasi bebek. Mulai yang populer seperti bawang, cabai merah, ketumbar, merica, kunyit, jahe, serai, dan pala, sampai yang jarang dipakai dalam masakan seperti jintan, kapulaga putih, bunga lawang, dan daun temurui.
Ada rahasia yang Saiful ungkap kepada Jawa Pos saat berbincang di Banda Aceh. Nanas. Selalu ada nanas yang dimasak bersama bumbu bebek. Potongan-potongan nanas itu lantas diikutkan dalam nasi bebek yang tersaji di atas meja. Tidak banyak-banyak, satu potong saja. Namun, wajib ada. Potongan nanas dalam bumbu tidak boleh ketinggalan. ’’Setelah makan daging, makan nanas. Istilahnya cuci mulut,’’ terangnya.
Orang kepercayaan Ustad Heri, pemilik Bu Si Itek Bireuen, itu menyatakan bahwa masyarakat Aceh terbiasa makan buah setelah makan besar. Bagi restoran yang terletak di Jalan Teuku Umar itu, nanas adalah buah yang paling tepat untuk mendampingi nasi bebek. Maka, sejak awal berdiri, rumah makan di samping Pasar Setui tersebut selalu menyertakan potongan nanas dalam porsi makanan yang disajikan untuk pelanggan.
Jokowi, kata Saiful, pernah singgah ke Bu Si Itek Bireuen. Ketika itu, presiden ke-7 RI tersebut juga menyantap nasi bebek. ’’Sekitar 2018,’’ ujarnya tentang tahun kunjungan Jokowi. Yang Saiful ingat, sang presiden minta nasi bebek dalam dua versi bumbu. Versi merah dan versi putih. Khusus bumbu putih, bebek diolah mirip opor. Bumbu putih biasanya disuguhkan untuk pelanggan yang tidak suka pedas.

-
Dalam kunjungannya ke Bu Si Itek Bireuen, Jokowi didampingi pejabat Pemerintah Daerah (Pemda) Aceh. ’’Awalnya Pak Jokowi pengin mencicipi makanan khas Aceh, gimana rasanya. Dibawalah kemari,’’ tuturnya.
Selain nasi bebek bumbu merah dan bumbu putih, Bu Si Itek Bireuen menyuguhkan menu lainnya kepada Jokowi. Ada ayam tangkap khas Aceh, hati ayam, teri balado, dan tumis kembang pepaya. Tak lupa, es pepaya serut juga disuguhkan sebagai minuman. ’’Pak Jokowi suka menunya,’’ kata Saiful. Sayang, dia tidak ingat sajian apa saja selain bebek yang dicicipi presiden.
Dalam satu hari, Bu Si Itek Bireuen bisa melayani ratusan pelanggan. Ustad Heri biasanya memotong 60 ekor bebek dan sekitar 50 ekor ayam. Jumlah itu bertambah hampir dua kali lipat pada musim liburan. Terutama libur akhir tahun. Harga satu porsi nasi bebek khas Aceh di restoran tersebut berkisar Rp 30 ribu. Bisa menjadi lebih mahal jika pelanggan menghendaki lauk tambahan.
Apakah kedatangan Jokowi ke Bu Si Itek Bireuen membuat kunjungan ke restoran tersebut meningkat? ’’Banyak tamu pendatang dari luar. Dari Jakarta, Padang, Medan, dan Jawa,’’ terang Saiful. Menurut dia, kedatangan Jokowi menjadi promosi yang membuat nama Bu Si Itek Bireuen dikenal luas. Bukan hanya di Pulau Sumatera, melainkan juga di seluruh penjuru tanah air.
Kesuksesan yang kini dirasakan Bu Si Itek Bireuen, menurut Saiful, tidak datang dengan tiba-tiba. Dia menyaksikan perjuangan Ustad Heri dari nol sampai sekarang. Awalnya, nasi bebek kreasi sang ustad hanya dijual di emperan ruko. Pada awal 2000-an, Ustad Heri berjualan dengan menggunakan gerobak. Setiap hari dia mangkal di depan Masjid Teungku Umar, Banda Aceh.
’’Selang lima tahun baru pindah ke ruko, setelah ada rezeki,’’ lanjut pria 32 tahun itu. Ruko yang kini menjadi lokasi Bu Si Itek Bireuen terletak tidak jauh dari tempat mangkal Ustad Heri saat masih berjualan dengan gerobak pada 2000-an lalu.
Saiful menyatakan bahwa Bu Si Itek Bireuen tidak punya cabang. Bahkan, Ustad Heri tidak berencana membuka cabang. Dia lebih fokus menjaga kualitas kulinernya. Selain itu, dengan mempertahankan warung pada skala yang sekarang, Ustad Heri menjadi lebih mudah mengontrol karyawannya. ’’Ustad Heri sangat perhatian pada karyawan,’’ ungkap Saiful.
Tidak hanya memperhatikan kesejahteraan karyawannya, Ustad Heri juga selalu mengingatkan mereka untuk menjaga salat. Tepatnya salat berjamaah. Karena itu, tiap kali azan berkumandang, dia memerintah seluruh karyawannya berhenti beraktivitas sejenak. Apa pun yang sedang dikerjakan harus ditinggalkan. Semua karyawan wajib salat berjamaah. ’’Sejak dulu sampai sekarang, begitu mendengar azan ya kegiatan berhenti. Itu setiap hari. Selalu,’’ cerita Saiful.
Kebiasaan baik Bu Si Itek Bireuen itu mendapatkan respons positif dari para pelanggan. Jika kebetulan ada yang singgah ke restoran bertepatan dengan waktu salat, mereka akan menunggu. Namun, biasanya pelanggan datang ke rumah makan sebelum atau sesudah azan. Saiful menegaskan bahwa aturan tersebut akan tetap dijalankan sampai kapan pun. Itu menjadi bagian dari ketaatan penduduk Aceh pada aturan agama yang mereka pegang teguh.

-