JawaPos.com – Keributan terjadi di asrama mahasiswa Papua Kamasan III, Jalan Kalasan 10, Surabaya, Rabu (15/8) lalu. Insiden masih meninggalkan pertanyaan. Tidak sedikit yang penasaran soal sejarah asrama tersebut.
Ketua Ikatan Keluarga Besar Papua Surabaya (IKBPS) Piter Frans Rumaseb menceritakan, asrama tersebut sudah ditinggali masyarakat dari Papua sejak tahun 60-an. “Sudah lama itu. Awalnya ditempati keluarga,” jelas Piter, Jumat (17/8).
Kemudian pada 2007, bangunan tersebut direnovasi total. Rumah tersebut kemudian diperuntukkan sebagai asrama para mahasiswa rantau dari Papua. “Penghuni yang berkeluarga, keluar semua. Kemudian diganti dengan mahasiswa,” imbuhnya.
Saat peresmian pada 2007, Piter ikut datang. Acara turut dihadiri Gubernur Papua dan Wakil Wali Kota Surabaya kala itu, Arif Afandi. Sejak menjadi asrama, sebenarnya tidak pernah ada masalah antara warga dengan para mahasiswa.
Asrama itu juga menjadi pusat informasi bagi para perantau asal Papua yang rindu dengan informasi kampung halaman. Tapi dia tidak menampik bahwa situasi berubah 2-3 tahun belakangan.
Menurutnya, memang ada usaha provokasi yang didengungkan kepada para mahasiswa. Salah satunya adalah upaya untuk memerdekan diri. “Ada empat orang yang sudah tidak jadi mahasiswa lagi. Mereka yang memberi pengaruh kepada mahasiswa,” ujarnya.
Usai keributan, Piter sangat menyayangkan informasi yang disebar para mahasiswa terkait dengan adanya diskriminasi. Dia membantah dengan tegas, tidak pernah ada diskriminasi bagi warga Papua yang tinggal di Kota Pahlawan.
“Surabaya ini kota yang paling majemuk. Kota yang paling bisa menerima kami (warga Papua, red). Saya sudah 20 tahun tinggal di sini, tidak ada diskriminasi. Buktinya saya empat kali menjadi lurah dan semuanya menerima,” tuturnya.
Rabu (15/8), keributan antara gabungan ormas dengan mahasiswa Papua dipicu karena tidak dikibarkannya bendera Merah Putih. Massa ormas hendak menyosialisasikan pemasangan bendera karena menjelang perayaan kemerdekaan RI. Pedoman mereka adalah instruksi Wali Kota Surabaya yang mengimbau untuk mengibarkan merah putih mulai 14 hingga 18 Agustus mendatang.
Namun kedatangan massa ormas membuat para penghuni asrama berusaha mempertahankan diri. Salah satu anggota ormas diduga terkena luka bacok oleh salah seorang mahasiswa.