JawaPos.com – Galeri Salihara menyajikan pameran bertajuk Eclipse atau gerhana yang akan berlangsung hingga 7 Desember 2019 mendatang. Eclipse adalah pameran kolaborasi dua perupa lintas generasi yang selama ini tidak memiliki persamaan medium dan karakter karya. Eddy Susanto kelahiran 1975 dan Eldwin Pradipta yang lahir 1990 menanggapi tema yang sama yaitu Eclipse atau gerhana.
Berdasarkan perbedaan identitas dan latar belakang masing-masing, kedua perupa memanfaatkan sifat seni kontemporer yang memberikan kebebasan bagi seniman memilih media dan material karya. Eddy Susanto dikenal sebagai perupa yang kerap menarasikan sejarah dan mitologi melalui karya dua dimensi. Ada yang di atas kanvas, namun juga instalasi, sementara Eldwin Pradipta dikenal sebagai seniman media baru yang kerap merepresentasikan persoalan kekinian.
Mereka juga menawarkan dimensi dari mitos yang belum diketahui untuk melengkapi sisi rasional manusia yang semestinya diisi oleh imajinasi, spiritualitas dan kreativitas.
’’Tanpa adanya mitos, manusia dapat berubah menjadi sosok yang kering dan tanpa imajinasi,’’ kata Asmudjo J. Irianto yang menjadi kurator Eclipse. Melalui Eclipse, mereka mengajak apresiator mempertanyakan kembali nilai-nilai mitos dalam kehidupan masa kini.
Eldwin Pradipta adalah lulusan jurusan Intermedia, Fakultas Seni & Desain, Institut Teknologi Bandung. Karyanya kerap mengeksplorasi proyeksi video dan media digital lainnya. Eldwin pernah terpilih sebagai salah satu finalis BaCAA ke-4 pada 2015 dan turut mengambil bagian dalam Indonesia Art Award 2015 yang diinisiasi oleh Yayasan Seni Rupa Indonesia.
Pada 2016, Eldwin bergabung dengan beberapa pameran grup seperti A.S.A.P. New Contemporary Artist from Indonesia (Galeri G13 Kuala Lumpur, Malaysia) dan Stills in Action, Video Stage di Art Stage (Marina Bay Sands, Singapura). Dia telah mengikuti beberapa pameran seperti South East Asia Forum (Art Stage Singapore) dan Fantasy Island in Objectificts (Center for Film and Photography, Singapura, 2017). Karyanya pernah terlibat dalam Manifesto 6.0: Multipolar (Galeri Nasional, Jakarta, 2018) dan Beyond Painting: Extend the Boundaries (Art Expo Malaysia, 2019).
Eddy Susanto adalah salah satu seniman representasi ArtSociates yang berdomisili di Yogyakarta. Karyanya menggambarkan fragmen sejarah lokal yang disejajarkan dengan sejarah dunia, serta menyatukan identitas budaya Timur ke dalam elemen-elemen sejarah Barat. Eddy telah memamerkan lukisannya di berbagai pameran berskala nasional dan internasional.
Pameran tunggalnya yang terbaru adalah adalah The Irony of Ruralism (Art Jakarta, Jakarta, 2018) dan 10 + 3 Project (Baik Gallery, Seoul, 2018). Dia juga telah berpartisipasi dalam berbagai pameran bersama, antara lain JAVA Art Energy (Institut des Cultures d’Islam, Paris, 2018-2019) dan Singapore Biennale, Atlas of Mirror (Singapore Art Museum 2016-2017).
Dia telah beroleh penghargaan, antara lain dari Koleksi Museum Kepresidenan Indonesia, Bogor (2014); finalis Indonesian Art Award 2013, Jakarta (2013); pemenang Penghargaan Dharmawangsa, Museum Nyoman Gunarsa, Bali (2012); finalis Lukisan UOB # 2, Jakarta (2012); dan pemenang Bandung Contemporary Art Award # 2.