Eva Rahmi Kasim, ASN Disabilitas Pertama Pejabat Eselon II

Gunakan Ilmu Layang-Layang dalam Memimpin
3 Desember 2019, 18:07:48 WIB

Eva Rahmi Kasim mencatat sejarah sebagai penyandang disabilitas pertama dalam birokrasi pemerintahan yang menduduki jabatan eselon II. Penyandang tunadaksa itu dipilih bukan karena dianggap mewakili difabel. Tapi berkat prestasi.

UMAR WIRAHADI, Jakarta, Jawa Pos

DI sofa panjang membentuk huruf L di ruang tunggu itu, para tamu duduk berjejer. Mereka menunggu giliran masuk. Petugas keamanan memanggil satu per satu sesuai urutan kedatangan. Setelah agak lama menunggu, tibalah giliran itu. ”Silakan duduk,” kata pemilik ruangan dengan senyum ramah.

Eva Rahmi Kasim namanya. Tangannya tengah sibuk membuka tumpukan kertas di atas mejanya. Lembar demi lembar diparaf satu per satu.

Suara ting tong berdering saat dia menekan tombol di mejanya. Seorang pegawai perempuan memakai baju batik masuk membawa keluar dokumen tersebut. ”Maaf, saya selesaikan tanda tangan dulu. Laporannya ditunggu Pak Menteri (Menteri Sosial Juliari Batubara, Red),” ucapnya masih dengan senyum.

Eva Rahmi Kasim adalah pimpinan instansi yang terletak di Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta Timur, itu. Jabatannya adalah kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbangkesos) Kemensos RI.

Sepintas tidak ada yang berbeda dari penampilan Eva. Duduk di kursi belakang meja kerjanya, perempuan berambut sebahu itu terlihat normal. Namun, di tembok samping mejanya ada sebuah kursi roda plus dua tongkat alat bantu jalan tersandar. Sebagai tunadaksa sejak lahir, Eva bergantung pada alat tersebut untuk mobilisasi. ”Kalau keliling kantor ya pakai ini,” ujarnya menunjuk kursi roda dan tongkat itu.

Berada dalam keterbatasan fisik bukan halangan bagi Eva Kasim untuk meraih jabatan tinggi. Dia dilantik sebagai kepala Puslitbangkesos Kemensos pada 26 Agustus lalu oleh Menteri Sosial (saat itu) Agus Gumiwang Kartasasmita. Dengan jabatan tersebut, Eva Kasim adalah satu-satunya aparatur sipil negara (ASN) penyandang disabilitas yang menjabat eselon II. ”Kita semua setara dan punya kesempatan yang sama,” tuturnya.

Dalam pidato pelantikan, Agus Gumiwang yang kini menjabat menteri perindustrian mengatakan, Eva diangkat sebagai pejabat pimpinan tinggi pratama bukan karena dia difabel. Perempuan itu memang layak menempati jabatan tersebut. Sesuai penilaian panitia seleksi (pansel) lelang jabatan, dia memiliki nilai tertinggi. Eva bilang, kondisi fisik bukan penghalang meraih jabatan tinggi. Asal disertai disiplin, kerja keras, dan pantang menyerah. ”Apalagi, regulasi mendukung kok,” imbuhnya.

Itu seiring dengan terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Difabel mempunyai hak memperoleh kesempatan mengembangkan jenjang karir. Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) 75/2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia. Itu mengintegrasikan hak difabel dalam rencana pembangunan nasional. Eva menyatakan, dua regulasi tersebut memberikan payung hukum yang kuat bagi kaum difabel untuk mengeksplorasi potensi mereka.

Meski demikian, Eva tidak menampik bahwa masih ada kalangan yang meremehkan difabel. Tak terkecuali di instansi yang dipimpinnya. Di Puslitbangkesos Kemensos dia membawahkan 40-an pegawai. Yang lebih senior banyak. Bahkan, ada mantan pejabat eselon I yang kini jadi bawahannya. ”Masih ada yang underestimate ke saya,” ungkapnya.

Eva tak peduli karena yakin mampu. Dalam memimpin dia menganut filosofi main layang-layang. Ada saatnya diulur dan ada waktunya pula ditarik kencang. Sehingga ritme kerja berjalan harmonis. ”Memimpin kan ada seninya,” ujar perempuan yang lahir pada 23 Juli itu.

Dengan jabatannya sekarang, Eva Rahmi Kasim punya tugas sosial. Salah satunya ialah menghasilkan riset yang menjadi bahan kebijakan untuk mengatasi problem difabel di tanah air.

Puslitbangkesos, misalnya, membuat rekomendasi agar pemangku kepentingan menyiapkan fasilitas layanan publik yang ramah difabel. Termasuk fasilitas transportasi hingga perbankan. Dia mengungkapkan, Indonesia belum ramah bagi penyandang disabilitas. Itu tecermin dari sejumlah perlakuan diskriminatif terhadap kaum difabel.

Eva menyebut contoh kasus dokter gigi (drg) Romi Syofpa Ismael. Kelulusan dia sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2018 di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, sempat dianulir. Padahal, Romi lulus setelah melewati serangkaian tes.

Untung, setelah melalui sorotan publik serta mediasi di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB), Pemkab Solok Selatan menerima kelulusan drg Romi sebagai CPNS pada 23 Agustus lalu. Dia lulus di formasi disabilitas dokter gigi ahli pertama dan ditempatkan di RSUD Solok Selatan. ”Ini satu contoh. Bahwa kita diskriminatif. Masih menstigma orang difabel tidak mampu bersaing dengan orang normal,” tegasnya penuh emosi.

Wakil Presiden Argentina Gabriela Michetti juga difabel. Dia menjalankan tugas dari atas kursi roda. Orang nomor dua di Argentina tersebut pernah melakukan kunjungan kenegaraan ke Kemensos pada Mei 2019. Saat itu dia berpidato memberikan motivasi kepada anak-anak penyandang disabilitas di Gedung Aneka Bhakti (GAB) Kemensos, Jakarta Pusat. ”Ini contoh bahwa difabel punya hak yang setara untuk maju dan berkembang,” katanya.

*****

Eva Rahmi memang sosok berprestasi. Setelah lulus S-1 di Universitas Indonesia (UI), dia mendapat beasiswa melanjutkan studi master di Deakin University, Melbourne, Australia. Program studinya health and behavioral science dengan spesialisasi ilmu disabilitas.

Pada 2019 Eva mendapatkan penghargaan Lencana Karya Satya dari presiden RI atas pengabdiannya sebagai ASN. Dia juga pernah menerima Australian Alumni Awards dari pemerintah Australia untuk kategori Tokoh Inspirasional.

Eva juga menginisiasi lahirnya Pusat Kajian Disabilitas (PKD) di FISIP UI. Di sela-sela kesibukannya, Eva pun aktif menulis di berbagai media nasional. Fokusnya isu disabilitas. ”Saya berharap ini bisa menjadi motivasi bersama. Khususnya bagi penyandang disabilitas. Bahwa tidak ada limit bagi mereka untuk menggapai mimpi,” tuturnya.

Merintis karir sebagai PNS sejak 1992, Eva menapaki anak tangga mulai bawah. Sebelum sampai pada titik sekarang, sejumlah jabatan pernah diemban. Mulai kepala perpustakaan, kepala bagian publikasi dan pemberitaan, kepala subbagian organisasi, kepala seksi standardisasi, kepala seksi rehabilitasi sosial (rehsos), kepala Panti Sosial Bina Rungu Wicara Melati Jakarta, kepala subditrehsos orang dengan kecacatan tubuh dan bekas penderita kronis, lalu menjabat fungsional analis kebijakan madya pada Biro Perencanaan Kemensos, hingga akhirnya menjabat kepala Puslitbangkesos Kemensos. ”Pokoknya, tidak ada jalan pintas menuju sukses. Semua harus berproses,” tandas perempuan asli Jakarta yang merahasiakan tahun kelahirannya itu.

Editor : Ilham Safutra

Reporter : */c9/ayi

Saksikan video menarik berikut ini:


Close Ads