JawaPos.com – Pandemi Covid-19 memaksa pelaku teater di dunia untuk mengurungkan pementasan yang dapat menimbulkan kerumunan orang. Pementasan melalui jalur daring lantas menjadi kelaziman baru untuk tetap menghadirkan karya. Siasat tersebut sesungguhnya punya potensi meluaskan audiensi sebuah karya. Di saat sama, jalur daring memberi tantangan untuk tidak sekadar menghadirkan karya seadanya.
Tantangan itu mendapat respons beragam. Di Bandung, Wawan Sofwan berencana kembali menghadirkan Terol dalam kemasan yang lebih rapi. ’’Terol akan kembali disajikan dengan menggunakan tiga kamera,’’ kata Wawan Sofwan. Pada Terol edisi perdananya, pengambilan gambar dengan satu kamera senyatanya menjadikan karya tersebut terkesan monoton walau telah disiasati dengan pergerakan pemain yang tak hanya berhenti di satu titik.
Wawan memastikan Terol edisi ke dua juga akan menimbang lagi tata suara pertunjukan. Termasuk kemungkinan menambah atau mengurangi bunyi-bunyian yang terdengar seiring pelisanan naskah. Rencananya, edisi ke dua Terol dilengkapi dengan teks alih bahasa agar dapat dijangkau oleh mereka yang tak berbahasa Indonesia. Wawan masih merahasiakan kapan Terol edisi ke dua akan kembali naik panggung daring.
Beda lagi dengan yang dilakukan Teater Ekamatra (Singapura). Mereka memilih siasat menghadirkan karya via daring dalam bentuk pembacaaan naskah teater.Bertajuk Hantaran Buat Mangsa Lupa, Teater Ekamatra menggunakan aplikasi Zoom untuk menghadirkan karyanya kepada publik. Ada tiga naskah yang mereka bacakan dalam program berbayar tersebut. Tiga naskah tersebut adalah Genap 40, W.C, dan 94:05. Tigas naskah tersebut adalah karya Irfan Kasban yang pernah dipentaskan pada Februari 2012 lalu di Teater Substation di kawasan Armenian Street, Singapura. Pada pembacaan daring yang dilaksanakan pada 29 Mei 2020 malam waktu setempat, tiga naskah tersebut dibacakan oleh Izzul Irfan, Shida Mahadi, Kaykay Nizam, Mish`aal Syed Nasar, dan Fir Rahman.
Naskah-naskah tersebut Irfan susun dengan bertolak dari situasi terdekat yang dialaminya. Lahir dan besar di tengah lingkungan sarat nilai-nilai Islami dan perjalanan hidup berada di tengah masyarakat kosmopolitan menjadikan tiga naskah karya Irfan dalam Hantaran Buat Mangsa Lupa terasa dekat dengan penonton urban yang niscaya punya banyak pertanyaan kritis terhadap keyakinan. Namun demikian, Hantaran Buat Mangsa Lupa bukanlah karya yang mempertanyakan keyakinan. Sebaliknya, tiga karya ini justru menegaskan bahwa persoalan-persoalan transenden yang imanen merupakan hal privat dan tak dapat diganggu gugat. Genap 40 mengisahkan pertemuan Hawa yang tengah mengandung dengan malaikat pada saat usia kandungannya berumur 39 hari.
Genap 40 mengambil narasi besar awal mula terciptanya manusia sejak masih berada di dalam kandungan beserta takdir, rezeki, iman dan ajal yang kelak mengikutinya sepanjang hidup. Dialog antara Hawa dan malaikat banyak berkutat pada apa arti sesungguhnya hidup dan nasib yang menyertainya. Beda lagi dengan W.C yang mengisahkan dua laki-laki bernama Ibrahim dan Ismail di sebuah toilet umum. W.C lebih terasa absurd ketimbang Genap 40. Naskah ke tiga berjudul 94:05 menampilkan sosok Ahmad bin Abdullah, lelaki berpenyakit yang semasa bocah harus menjalani operasi jantung. Naskah ini berujung pada operasi jantung ke dua sang tokoh kala memasuki umur 40 tahun. Kisah tentang kacaunya relasi sang tokoh dengan ibu dan anak istrinya, serta khayalan mengalami hati bersih usai dada terbedah di meja operasi yang berkelindan dengan kisah perjumpaan Nabi Mumammad dengan Jibril menjadi bangunan utama dramaturgi naskah ini.
Kekuatan naskah beserta kepiawaian para pembaca dalam Hantaran Buat Mangsa Lupa, terutama pada bagian 94:05, menjadikan pertunjukan ini asyik diikuti hingga akhir. Pilihan Teater Ekamatra menghadirkan pertunjukan berupa pembacaan naskah dari karya yang sebelumnya pernah dipentaskan secara teknis dengan sendirinya memudahkan pengerjaan Hamparan Buat Mangsa Lupa. Petunjuk penyutradaraan yang juga turut dibacakan oleh Irfan Kasban memudahkan penonton membayangkan seperti apa wujud pementasan ini di atas panggung walau belum pernah menonton karya ini sebelumnya. (tir)