Rabu, 31 Mei 2023

Sekali Eksplorasi Lumpur Lapindo Dapat Logam Tanah Jarang dan Lithium

- Selasa, 25 Januari 2022 | 11:36 WIB
POTENSI HARTA KARUN: Seorang pengunjung memfoto lautan lumpur. Lumpur panas di Porong Sidoarjo, hingga kemarin masih menyembur. Setiap hari rata-rata mengeluarkan lumpur sebanyak 40 ribu meter kubik. (DIMAS MAULANA/JAWA POS)
POTENSI HARTA KARUN: Seorang pengunjung memfoto lautan lumpur. Lumpur panas di Porong Sidoarjo, hingga kemarin masih menyembur. Setiap hari rata-rata mengeluarkan lumpur sebanyak 40 ribu meter kubik. (DIMAS MAULANA/JAWA POS)

Rare Earth dan Critical Raw Material Penting untuk Green Energy


JawaPos.com – Kandungan logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth elements dan lithium yang ditemukan pada lumpur Lapindo, Sidoarjo, memiliki potensi besar untuk dieksplorasi. Sebab, kebutuhan LTJ dan lithium di masa depan sangat besar.

Hal itu disampaikan dosen Departemen Teknik Material dan Metalurgi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Lukman Noerochim PhD.

Pada 2013, Lukman bersama Dr Ir Amien Widodo melakukan penelitian bersama. Fokusnya adalah meneliti kandungan lithium di lumpur Lapindo. ”Saat itu, saya akui kandungan lithiumnya besar,” katanya.

Bahan baku yang diteliti adalah air lumpur Lapindo. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggunakan kepadatan lumpur Lapindo. Caranya, mengebor hingga kedalaman 6–7 meter. Menurut dia, temuan LTJ sebesar 10 ppm itu terbilang besar. ”Dulu saya menemukan logam tanah jarang juga, tetapi kecil. Nah, temuan dari Badan Geologi Kementerian ESDM ini potensinya besar karena sudah di angka 10 ppm,” terangnya.

Kandungan lithium dan stronsium (Sr) juga memiliki potensi yang sangat besar. Sebab, Badan Geologi Kementerian ESDM sudah menemukan angka di atas 100 ppm. Itu diibaratkan danau garam di Amerika Serikat. ”Kalau dibandingkan antara lithium dan Sr sama-sama memiliki potensi besar,” katanya.

Lukman menuturkan, unsur LTJ adalah lanthanum (La) dan scandium (Sc). Unsur tersebut digunakan untuk magnet permanen yang sangat tinggi. Biasanya, dipakai untuk membuat motor listrik. LTJ memang sangat sedikit. Namun, jika ditemukan di angka 10 ppm, hal itu cukup potensial untuk dieksplorasi. ”Untuk mengebor hingga kedalaman 6–7 meter sendiri butuh biaya yang cukup besar. Apalagi jika menginginkan kuantitas yang tinggi dengan segala risiko limbahnya. Modalnya tinggi,” jelasnya.

Eksplorasi LTJ maupun lithium, lanjut dia, harus memperhatikan pengolahan limbahnya. Sebab, biasanya ekstraksinya menggunakan asam dan basa kuat. ”Itu kan dekat sungai dan lingkungan padat penduduk juga. Jadi, kalau mau digarap serius, memang butuh biaya besar,” ujarnya.

Lukman menambahkan, kebutuhan lithium untuk pasar ke depan sangat tinggi. Apalagi target di masa depan, semua kendaraan harus bebas emisi dan menggunakan tenaga listrik. Karena itu, LTJ dan lithium harus diolah. ’’Dua-duanya (lithium dan LTJ) menarik untuk dieksplorasi. Jadi, sekali eksplorasi sekaligus didapatkan lithium dan LTJ,” kata dia.

Saat ini Tiongkok menjadi negara yang memiliki LTJ terbesar di dunia. Bahkan, Tiongkok menguasai pasar bahan baku LTJ yang dibutuhkan untuk membuat alutsista, pesawat ulang alik, dan teknologi tinggi lainnya. Jika mampu mengeksplorasi potensi LTJ tersebut, setidaknya Indonesia tidak bergantung pada negara lain. ”Kalau mau berdikari, meski LTJ angkanya kecil, tetap potensial dikembangkan. Harga LTJ itu mahal,” ucapnya.

Selain potensi rare earth atau logam tanah jarang (LTJ), kandungan penting lain ditemukan di wilayah lumpur Lapindo Sidoarjo. Koordinator Mineral, Pusat Sumber Daya Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi Badan Geologi Kementerian ESDM Moehamad Awaludin menjelaskan, kandungan mineral lain itu adalah critical raw material (CRM) atau mineral kritis.

Awaludin menjelaskan, CRM tidak hanya berisi unsur LTJ. Disebut mineral kritis karena memang secara bahan baku tidak ada penggantinya. ’’Kemudian, banyak negara yang bergantung pada impor karena pasokan (CRM) hanya didominasi negara tertentu. Maka dari itu disebut kritis atau CRM. Ini juga terkait dengan mineral-mineral high tech sehingga CRM memang dianggap sebagai sesuatu yang strategis,’’ ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (24/1).

Dari hasil penelitian, potensi yang terkandung dalam mineral-mineral lumpur Lapindo yang termasuk CRM ialah berupa lithium (Li) dan strontium (Sr). ’’Yang cukup tinggi adalah lithium dengan kadar antara 99,26‒280,46 ppm dan strontium dengan kadar 255,44‒650,49 ppm,’’ imbuhnya.

Lithium merupakan salah satu unsur dalam logam alkali. Lithium adalah salah satu logam yang paling banyak manfaatnya. Di antaranya, menjadi komponen penting dalam baterai smartphone hingga baterai kendaraan listrik.

Unsur itu juga dominan dalam produksi kaca, keramik, dan aluminium. Dengan penambahan sedikit lithium karbonat (Li2CO3), kaca atau keramik akan jauh lebih kuat.

Para produsen aluminium juga menggunakan lithium karbonat untuk menghasilkan aluminium dari aluminium oksida. Lithium karbonat dapat mengurangi jumlah panas yang dibutuhkan untuk menghasilkan aluminium. Dengan begitu, produsen bisa menghemat biaya produksi.

Awaludin melanjutkan, potensi LTJ yang ditemukan di lumpur Lapindo adalah serium atau cerium (Ce). Dari hasil analisis, kadar LTJ yang terkandung cukup rendah, dengan kadar tertinggi pada unsur cerium tersebut. ’’LTJ-nya cukup rendah. Dalam LTJ ada 17 unsur, yang agak tinggi hanya cerium (Ce). Itu kategorinya juga agak kurang (di lumpur Lapindo),’’ jelasnya.

Secara umum, lanjut dia, kegiatan penelitian yang dilakukan Badan Geologi ESDM memang tidak menitikberatkan pada salah satu mineral saja. Namun, memang pada akhirnya dari hasil kegiatan yang berlangsung pada 2020 itu, ditemukan beberapa mineral yang kadarnya cukup tinggi.

Hingga saat ini, proses penelitian dan pemanfaatan mineral secara nilai keekonomian masih sampai pada tahap awal. Dengan demikian, hasil beberapa temuan masih terbatas.

Namun, Awaludin menyebutkan bahwa hasil temuan awal itu menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan target area untuk penelitian lebih lanjut.

Dalam dunia pertambangan, kegiatan yang dilakukan mencakup tahapan eksplorasi hingga studi kelayakan. Awaludin menuturkan, tahap penelitian keekonomian menjadi amat penting.

’’Dari hasil yang dilakukan kemarin baru penyelidikan umum, baru studi awal. Kita hanya ngebor menggunakan tangan dengan kedalaman 5 meter. Area yang di-cover untuk penyelidikan juga baru sebagian dari lokasi Lapindo. Artinya, ini baru awal,’’ jelasnya.

Awaludin menambahkan, setelah tahapan itu, akan ada pengujian ekstraksi. Nanti, saat terkonfirmasi bahwa sudah bisa diekstrak, akan dilanjutkan dengan pendetailan. ’’Artinya, jarak pengambilan sampelnya lebih dipersempit, luas area coverage akan diperluas, mungkin mencakup area yang terdampak lumpur. Kemudian lebih dalam hingga ke dasarnya,’’ tambah Awaludin. Tahap terakhir mencakup studi kelayakan. Tahapan itu menjadi penentu apakah temuan-temuan mineral tersebut ekonomis atau tidak.

Awaludin menilai semburan lumpur Lapindo memiliki sifat yang berbeda dan menjadi kelebihan tersendiri. Hal itu disebabkan barang yang diteliti, yakni semburan, terus-menerus keluar.

’’Ini kan kelebihannya kalau kita bandingkan dengan tambang konvensional. Kalau tambang lain kan habis. Istilahnya harvesting atau memanen, itu sisi positifnya,’’ urainya.

Kemudian, dalam aspek keekonomian, lumpur Lapindo juga bisa diperhitungkan untuk meminimalkan keberadaan lumpur yang tadinya bersifat mengganggu. ’’Jadi istilahnya from hazard to resource. Bencana kita ubah menjadi sumber daya yang bisa menjadi sumber ekonomi,’’ kata Awaludin.

Nanti, lanjut dia, output seluruh tahapan penelitian tersebut berupa rekomendasi. Itu mencakup berbagai aspek. Mulai pemanfaatan, penambangan, nilai keekonomian, faktor lingkungan, hingga potensi market.

Umumnya, setelah pengerjaan data, bisa diteruskan dengan tindak lanjut para badan usaha terkait. Namun, karena lokasi lumpur Lapindo terbilang khusus, lembaga-lembaga lain harus dilibatkan.

Editor: Ilham Safutra

Tags

Terkini

Pembelian Solar Subsidi Full QR

Jumat, 26 Mei 2023 | 18:12 WIB
X