Minggu, 4 Juni 2023

Kaleidoskop 2022: Terbongkarnya Penyelewengan Dana Aksi Cepat Tanggap

- Rabu, 28 Desember 2022 | 18:17 WIB
Mantan Presiden Yayasan ACT, Ahyudin  dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (13/12/2022). Dalam sidang menghadirkan Jaksa Penutut Umum (JPU) menghadirkan Mantan Ketua Dewan Pembina ACT Novariyadi Imam Akbari  sebagai saksi kasus penggelapan dana bantuan untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610 dengan terdakwa pendiri sekaligus mantan Presiden Yayasan ACT, Ahyudin. Foto: Dery Ridwansah/ JawaPos.com
Mantan Presiden Yayasan ACT, Ahyudin dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (13/12/2022). Dalam sidang menghadirkan Jaksa Penutut Umum (JPU) menghadirkan Mantan Ketua Dewan Pembina ACT Novariyadi Imam Akbari sebagai saksi kasus penggelapan dana bantuan untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610 dengan terdakwa pendiri sekaligus mantan Presiden Yayasan ACT, Ahyudin. Foto: Dery Ridwansah/ JawaPos.com

JawaPos.com-Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kemanusiaan diuji pada 2022. Musababnya, gonjang-ganjing penyelewengan dana terjadi di internal Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Dalam laporan yang diterbitkan majalah nasional, menyebutkan jika pendiri ACT, Ahyudin mendapat gaji sampai dengan Rp 250 juta perbulan. Selain itu, Ahyudin juga mendapat fasilitas operasional berupa 1 unit Toyota Alphard, Mitsubishi Pajero, dan Honda C-RV.

Sedangkan untuk jabatan di bawah Ahyudin juga mendapat gaji dan fasilitas yang tak kalah mewah. Para petinggi ACT juga disebut-sebut mendulang cuan dari anak perusahaan ACT. Uang miliaran rupiah diduga mengalir ke keluarga Ahyudin untuk kepentingan pribadi, seperti pembelian rumah, pembelian perabot rumah.

Selain itu, Ahyudin bersama istri dan anaknya juga disebut mendapat gaji dari anak perusahaan ACT. Kondisi ini diduga melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.

Dugaan penyelewengan dana juga dilaporkan terjadi di luar Jakarta. Misalnya, dugaan penggelapan lumbung ternak wakaf di Blora, Jawa Tengah. Selain itu ada pula laporan penyelewengan duit kompensasi dari Boeing atas jatuhnya Lion Air JT-610 untuk pembangunan sekolah, namun sebagian dananya dipakai untuk menutup pembiayaan ACT. Hingga akhirnya pada Januari 2022 lalu, pendiri ACT Ahyudin mengundurkan diri usai diminta oleh para pimpinan.

Presiden ACT saat itu, Ibnu Khajar menyampaikan permohonan maaf kepada publik atas kehebohan fasilitas mewah dan gaji tinggi pimpinan ACT. Ibnu menyampaikan permohonan maaf atas kegaduhan yang muncul.  "Permohonan maaf yang luar biasa sebesar-besarnya kepada masyarakat mungkin masyarakat kurang nyaman terhadap pemberitaan," ucapnya di kantor ACT, Jakarta Selatan, Senin (4/7).

Ibnu memastikan ACT berkomitmen memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat. Selama ini, kiprahnya pun sudah banyak terlihat. "Aksi Cepat Tanggap menjadi penyalur bantuan kebaikan dermawan, sebagai lembaga kemanusiaan yang dipercayai masyarakat melalui program kemanusiaan, kesehatan, pendidikan, ekonomi dan juga emergensi. Ini perlu kami sampaikan di awal," imbuhnya.

Selanjutnya, Ibnu menganggap peristiwa 11 Januari 2022 dengan mundurnya pendiri ACT Ahyudin sebagai momentum perbaikan lembaga. Perubahan dilakukan dalam berbagai sektor. Ibnu mengatakan, sejak terjadi pergantian akte lembaga dengan pengurus baru pada 20 Januari 2022, gaji pimpinan atau di tingkat presidium dipangkas. Sehingga tidak benar ada pimpinan bergaji mencapai Rp 250 juta per bulan.

"Kami, pimpinan terjadi pengurangan 50-70 persen. Proses perbaikan sudah terjadi sejak Januari bukan baru kemarin pas ramai pemberitaan," kata Ibnu di kantor ACT di Menara 165, Jakarta Selatan, Senin (4/7). "Di level saya saja yang kami terima tidak lebih dari Rp 100 juta untuk lembaga yang mengelola 1.200 karyawan. Dan Rp 250 juta nggak tahu dananya dari mana," imbuhnya.

Rupanya karut-marut keuangan ACT sudah dilaporkan terlebih dahulu ke pihak berwajib. Irjen Pol Andi Rian yang saat itu menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri membenarkan adanya laporan dengan Nomor LP/B/0373/VI/2021/Bareskrim tertanggal 16 Juni 2021. "Iya, sedang dalam penyelidikan untuk memfaktakan unsur pidana," kata Andi saat dikonfirmasi, Rabu (6/7).

ACT dilaporkan atas tuduhan penipuan atau membuat keterangan palsu dalam akta otentik sebagaimana Pasal 378 atau 266 KUHP. Kasus ini masih berstatus penyelidikan. Langkah tegas diambil Kementerian Sosial dalam perkara ini. Pemerintah memutuskan mencabut ijin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada ACT Tahun 2022.

Pencabutan itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi (5/7).

’’Jadi alasan kami mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut”, kata Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Rabu (6/7).

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi “Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan”.

Sedangkan dari hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan bahwa menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan. Angka 13,7 persen tersebut tidak sesuai dengan ketentuan batasan maksimal 10 persen. Sementara  itu, PUB Bencana seluruhnya disalurkan kepada masyarakat tanpa ada biaya operasional dari dana yang terkumpul.

Kasus ACT pun semakin membesar. Sampai pada akhirnya Bareskrim Polri resmi menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan dana ACT. Penetapan ini diputuskan usai dilakukan gelar perkara.

"Yang telah disebutkan tadi pada pukul 15.50 WIB telah ditetapkan tersangka," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Kombes Pol Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta, Senin (25/7).

Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka yakni pendiri ACT, Ahyudin; Presiden ACT, Ibnu Khajar dan dua petinggi lainnya. "Inisial A selaku Ketua Pembina, IK ini juga pada saat itu sebagai pengurus yayasan, selanjutnya H sebagai anggota pembina dan NIA selaku anggota pembina," jelas Helfi.

Setelah proses hukum berjalan, Ahyudin dan kawan-kawan didakwa melakukan penggelapan dana yayasan untuk kepentingan pribadi. Total ada Rp 117,9 miliar yang diduga diselewengkan.

 

"Bahwa terdakwa Ahyudin selaku ketua Presiden Global Islamic Philantrophy bersama-sama dengan Ibnu Khajar selaku Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap dan juga menjabat selaku Senior Vice President Partnership Network Department GIP dan Hariyana Binti Hermain selaku Senior Vice President Operational GIP dan juga selaku Direktur Keuangan Yayasan Aksi Cepat Tanggap telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997," ujar Jaksa Penuntut Umum saat membacakan dakwaan Ahyudin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11).

Jaksa menyebut, penyelewengan dana ini terkait dana CSR dari Boeing untuk ahli waris korban jatuhnya Lion Air JT-610. The Boeing Company diketahui menyediakan USD 25 juta sebagai Boeing Financial Assistance Fund (BFAF).

Selain itu, Boeing juga memberikan dana sebesar USD 25 juta sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang merupakan bantuan filantropi kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan. Dana tersebut tidak langsung diterima oleh para ahli waris korban, akan tetapi diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.

Dana tersebut diduga sebagian besar diselewengkan. "Di luar dari peruntukannya yaitu untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak Perusahaan Boeing sendiri," ucap Jaksa. Mereka didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)

Editor: Dinarsa Kurniawan

Tags

Terkini

Persetubuhan Anak Tetaplah Pemerkosaan

Minggu, 4 Juni 2023 | 08:47 WIB

107 WNI Korban TPPO Dipulangkan dari Filipina

Jumat, 2 Juni 2023 | 15:37 WIB
X