Pelancong level ’’pro’’ sekalipun tak akan mampu menghindari jerat pikat Desa Nglanggeran, Gunungkidul, Jogjakarta. Hampir semua varian wisata tersaji secara rapi di sana. Mulai konservasi, bahari, edukasi, budaya, sosial, hingga kuliner. Ibarat kata, satu lokasi menyajikan ragam sensasi.
—
RASA secangkir cokelat yang tersaji begitu memanjakan lidah. Kenikmatannya makin bertambah dengan keindahan luar biasa di depan mata. Hamparan pepohonan rindang, terasering persawahan di kaki bukit, serta pesona yang paling superior; Gunung Api Purba.
Ditambah udara segar cenderung dingin khas pegunungan membuat siapa pun yang menikmatinya kian terlena. Perfect. Semua sensasi itu bisa dinikmati di Restoran Pawon Purba yang berada di kompleks Objek Wisata Purna Desa Nglanggeran, Jogjakarta.
Keindahan itu pula yang menjadi ’’pemikat awal” para wisatawan untuk menyusuri Gunung Api Purba dan berbagai wahana lain di desa wisata berbasis komunitas itu. Mulai Embung Nglanggeran, Puncak Kampung Pitu, hingga Air Terjun Kedung Kandang.
Untuk menuju ke Gunung Api Purba, para traveler harus berjalan kaki sekitar satu jam. Namun, jangan khawatir. Jalur yang tersaji sungguh menawan, terutama jalan celah bebatuannya. Sesekali tampak replika fosil-fosil hewan masa lampau yang dibuat menonjol. Ending-nya adalah keindahan sunrise dan sunset di puncak tertinggi.
Setelah puas berada di Gunung Purba, traveler bisa mengeksplorasi keindahan dan keunikan di Puncak Kampung Pitu. Sebuah desa yang memiliki tradisi dan budaya yang jarang ditemui. Di sana, hanya diperbolehkan ada tujuh kepala keluarga.
Aris Budiyono, anggota kelompok sadar wisata (pokdarwis), menuturkan, memang aturan lokal itu yang menjadi daya tarik kampung tersebut. ’’Tujuh kepala keluarga tidak lebih, tidak kurang,’’ ujarnya.
Dengan aturan hanya tujuh kepala keluarga, jika ada seorang anak yang menikah, dia tidak boleh membuat kartu keluarga (KK) sendiri. Kepala keluarganya tetap sang ayah atau kakeknya. Namun, jika sang anak ingin membuat KK sendiri, dia harus keluar dari desa. ’’Semua itu sudah berlangsung sangat lama,’’ tuturnya.
Karena tradisi itu pula, lazim jika dalam satu rumah bisa terdapat beberapa keluarga. Mulai kakek nenek, ayah ibu, anak dan menantu, hingga cucu dan menantunya. ’’Bercabang banyak dalam satu rumah,’’ paparnya.