KEBERAGAMAN jenis kuliner di Solo mendapat pengaruh dari banyaknya suku bangsa dan budaya di kota tersebut. ”Dapur” Eropa, Tiongkok, Arab, dan Jawa berkontribusi menciptakan cita rasa kuliner Kota Bengawan.
”Interaksi sosial beragam komunitas ini yang membuat akulturasi budaya terjadi. Tak terkecuali, kuliner,” ujar Heri Priyatmoko, penulis buku Sejarah Wisata Kuliner Solo.
Timlo adalah salah satu bukti persilangan budaya yang kemudian hadir dalam mangkuk hidangan warga Solo.
”Timlo terinspirasi dari kimlo, sup yang berasal dari Tiongkok. Beredarnya di pecinan di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur,” jelas dosen sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma, Jogjakarta, tersebut.
Kimlo termasuk makanan yang dibawa pedagang Tiongkok ke Indonesia. Resep kimlo dapat dipelajari. Salah satunya dalam buku resep Poetri Dapoer yang disusun Lie Hiang Hwa. Heri menuturkan, resep itu lantas dipelajari dan dikreasikan sendiri oleh warga Solo.
”Mereka bereksperimen dan diberi nama timlo, hanya beda satu huruf dengan kimlo,” ujar Heri. Menurut Heri, kemiripan nama bukan fokus utama.
Kreasi menu yang terlihat mencolok adalah penggunaan lauk di dalamnya. Tidak lagi menggunakan daging babi, timlo dilengkapi telur atau jeroan ayam sebagai lauk. ”Dua lauk itu dipilih karena memang masakan Jawa dominan memakai lauk telur dan jeroan ayam,” kata Heri.
Perubahan itu membawa dampak lebih besar. Akhirnya, masyarakat muslim bisa ikut menikmati. Timlo menjangkau lebih banyak kalangan setelah itu.