WARUNG Mie Belitung Atep sudah 49 tahun menjadi bagian dari kekayaan kuliner Indonesia. Olahan mi ala Tiongkok dengan bumbu-bumbu lokal tersebut menjadi wujud nyata pembauran budaya. Sejak puluhan, bahkan ratusan tahun lalu, Belitung adalah keragaman. Wilayah yang dikaruniai keindahan alam itu juga menjadi rumah bagi banyak etnis.
Wakil Bupati Belitung Isyak Meirobie menyatakan, hampir semua suku bangsa di Indonesia ditemukan di Bumi Laskar Pelangi tersebut.
"Terjadi pembauran yang sangat baik. Dan, itu tecermin pada kuliner kami," katanya kepada Jawa Pos lewat sambungan telepon pada Selasa (29/3).
Isyak menuturkan, kuliner tradisional Belitung adalah warisan yang sudah turun-temurun. Tidak terkecuali, Mie Belitung Atep. Restoran-restoran yang muncul belakangan pun masih menawarkan sajian tradisional yang khas. Makan bedulang alias makan bersama kini juga dikemas menjadi daya tarik kuliner Belitung. ’’Itu (makan bedulang, Red.) bisa kita jumpai di Belitung tempo dulu,’’ ujarnya.
Dwi Setiati dalam bukunya, Makanan Tradisional Masyarakat Bangka Belitung, menjelaskan bahwa pendatang asal Tiongkok punya andil besar memperkaya kuliner khas Belitung. ’’Kuliner Tiongkok yang lezat mampu beradaptasi dengan budaya setempat,’’ ungkapnya.
Pembauran budaya melalui makanan itu, menurut Dwi, dapat dilihat dari perkawinan bumbu-bumbu dapur Melayu dengan bumbu warisan Tiongkok. Yang dimaksud dengan bumbu dapur Melayu, antara lain, cabai, lengkuas, serai, dan asam jawa. Bumbu warisan Tiongkok meliputi kecap dan taoco.
Isyak menegaskan, kuliner tradisional legendaris Belitung menjadi magnet kuat bagi wisatawan. Pemerintah daerah pun tidak mau tinggal diam. Mereka dengan aktif turut mempromosikan warung kuliner sebagai ikon wisata yang wajib dikunjungi.
’’Kami menjadikan warung dan restoran sebagai tempat untuk menerima tamu dan makan bersama,’’ papar Isyak. Dia juga menggalakkan transformasi promosi ke ranah digital agar promosinya sampai ke khalayak yang lebih luas. (tyo/c14/hep)