Kaliasin Gang X, Kelurahan Kedungdoro, Tegalsari, Surabaya, dulunya adalah pemakaman umum. Namun, kini lokasi tersebut menjadi permukiman. Hanya satu makam keramat yang tetap dipertahankan hingga kini.
—
KALIASIN sekarang menjadi permukiman padat penduduk. Sebagian wilayahnya dulu adalah pemakaman. Sebagaimana di Kaliasin Gang X. Pada ’70-an, di kawasan tersebut masih banyak pohon besar. Terutama di sekitar makam Mbah Buyut Modjo. ’’Dulu makamnya nggak ada nisan,’’ kata Sudarsono, salah seorang warga, ketika ditemui Rabu (25/1) siang.
Pria 70 tahun itu bercerita, dulu hanya ada satu batu besar hitam. Batu tersebut merupakan penanda keberadaan makam. Masyarakat pun tak tahu pasti itu makam siapa.
Hanya, saat itu ada semacam tempat buat menaruh sesajen. Sebelum menggelar hajatan, warga Kaliasin selalu berdoa di sana. Tujuannya, diberi kelancaran. Ritual itu masih dilakukan sampai sekarang. Meskipun hanya sebagian warga.
Menurut Sudarsono, makam keramat tersebut cukup terkenal. Berbagai cerita pun dia dapat. Termasuk saat zaman penjajahan. Konon, keberadaan makam tersebut membuat bom tidak bisa meledak. Karena itu, banyak pejuang yang bersembunyi di sana.
Sekitar 1982, semua makam dipindahkan. Kecuali makam yang diberi penanda batu hitam tersebut. Bahkan, lokasi makam itu dipugar. Dibuatkan bangunan berukuran 4 x 3 meter. Dengan demikian, peziarah bisa lebih khusyuk berdoa. Sebab, belakangan diketahui jika makam tersebut berisi jasad Mbah Buyut Modjo.
Yanto, penjaga makam Mbah Buyut Modjo, menyatakan, nama tersebut diketahui setelah ada ulama yang datang ke lokasi. Namun, soal sejarahnya, masih banyak versi. Ada yang bilang, sosok tersebut berhubungan dengan Pangeran Diponegoro.
Namun, ada juga yang riwayatnya sama dengan Eyang Kudo Kardono. Jika demikian, masih ada hubungannya dengan Majapahit.
Dari dua versi itu, Yanto meyakini Mbah Buyut Modjo memiliki riwayat yang berkaitan dengan Eyang Kudo Kardono. Apalagi, lokasi makamnya berdekatan. ’’Setelah ke sini (makam Mbah Buyut Modjo, Red), mereka ke Eyang Kudo Kardono,’’ kata Yanto.
Orang tua Yanto dulunya juga merupakan juru kunci. Namun, pihaknya belum bisa bercerita banyak. Hubungan Mbah Buyut Modjo dengan Eyang Kudo Kardono juga masih tanda tanya.
Yang jelas, kata dia, Mbah Buyut Modjo diketahui sebagai orang yang babat alas di Kaliasin. Makam istrinya juga berada di Kaliasin. ’’Ada yang bilang Mbah Buyut Modjo ini abdi dalemnya Eyang Kudo Kardono,’’ ucap Yanto.
Banyak juga peziarah yang berasal dari luar Surabaya. Mereka datang untuk lelaku spiritual. Kabarnya, menjadi jujukan orang untuk mengolah kebatinan. Dulu, kata Yanto, saat masih ada pohon beringin, burung tidak berani terbang di atas makam.
Kalaupun ada, tiba-tiba bisa jatuh. Hingga kini, beberapa warga mengaku pernah melihat sosok laki-laki paro baya mengenakan baju lengkap khas keraton, kemudian berjalan di sekitar makam. ’’Sekitar sini juga ada sosok perempuan rambut terurai yang sering nampak,’’ ungkap Yanto.
Pengalaman tersebut juga dialaminya sendiri. Tepatnya beberapa tahun lalu saat malam Jumat. Dia masuk ke makam dan melihat sosok orang tua dengan baju keraton. Dia pun hanya terdiam, kemudian sosok itu hilang. Beberapa remaja juga mengalami hal yang sama.
Saat itu anak-anak sedang bermain di lapangan. Sementara itu, makam Mbah Buyut Modjo lokasinya persis di samping fasum olahraga. Saat dini hari, sosok orang tua berbaju keraton itu berjalan, lalu hilang. ’’Sebetulnya ini tempat yang dikeramatkan,’’ kata Yanto.
Sementara itu, aktivis sosial Surabaya Hebat Muzan Thoib berharap keberadaan makam keramat tersebut bisa dilengkapi dengan narasi sejarah. Terlebih, di kawasan Tegalsari banyak makam keramat. Sayang, banyak yang belum diketahui sejarahnya. Dia meyakini, Mbah Buyut Modjo memiliki sejarah kuat yang berhubungan dengan panglima perang Majapahit. Yakni, Eyang Kudo Kardono.