Kilas Balik Berdirinya NU di Surabaya, Berawal dari Jalan Kertopaten

7 Februari 2023, 20:48:20 WIB

JawaPos.com – Jalan Kertopaten, Kelurahan Sidodadi, Kecamatan Simokerto, Surabaya, sangat bersejarah bagi Nahdlatul Ulama (NU). Di sanalah, organisasi yang kini berusia satu abad itu didirikan pada 31 Januari 1926. Bertepatan dengan 16 Rajab 1344 Hijriah.

Pendirian NU berlangsung di rumah KH Abdul Wahab Hasbullah di Jalan Kertopaten. Sebetulnya itu rumah mertuanya bernama Haji Musa. Di rumah itulah, pada 1914, Wahab Hasbullah muda mendirikan organisasi bernama Tashwirul Afkar. Saat itu usianya 26 tahun.

’’Ini semacam kelompok diskusi yang menjadi kawah pemikiran Kiai Wahab,’’ kata sejarawan NU Riadi Ngasiran kepada Jawa Pos, Senin (6/2).

Sebagai ulama yang pemikir, jelas Riadi, Kiai Wahab berkiprah mendirikan sejumlah organisasi. Selain Tashwirul Afkar, dia mendirikan organisasi pergerakan Nahdlatul Wathon atau Kebangkitan Tanah Air pada 1916. Kemudian mendirikan lagi Nahdlatut Tujjar yang berarti Kebangkitan Saudagar pada 1918.

Kiai Wahab mendirikan organisasi itu bersama tiga tokoh pesantren. Yaitu, KH Ahmad Dahlan Ahyad (Pesantren Kebondalem, Surabaya), KH Mas Alwi bin Abdul Aziz, dan KH Ridlwan Abdullah (Bubutan). Mereka juga menjadi tokoh awal berdirinya NU. Sebelum NU berdiri, sudah terbentuk tiga pilar. Yaitu, Nahdlatul Wathon, Tashwirul Afkar, dan Nahdlatut Tujjar. ’’Ini semacam jadi pemantik,’’ tuturnya.

Nah, pada saat mendirikan NU, para ulama berkumpul di Jalan Kertopaten. Sejumlah kiai dari berbagai daerah berdatangan pada hari bersejarah itu. Tokoh utama tentu Hadratusyekh KH Hasyim Asy’ari. Juga, KH Wahab Hasbullah, KH Bishri Syansuri (Jombang), KH Asnawi (Kudus), KH Nawawi (Pasuruan), KH Ridwan (Semarang), KH Ma’shum (Lasem), KH Nahrawi Thohir (Malang), Ndoro Munthaha (menantu Syaikhona Kholil, Bangkalan, Madura), KH Abdul Hamid Faqih (Gresik), KH Abdul Halim Leuwimunding (Cirebon), KH Ridlwan Abdullah (Surabaya), KH Mas Alwi bin Abdul Aziz (Surabaya), dan KH Abdullah Ubaid (Surabaya).

Pada awal-awal berdiri tahun 1926–1930, pertemuan pengurus NU sering digelar di Gedung Onderling Belang. Bangunan itu terletak di Jalan Penghela Nomor 2, Surabaya. Gedung tersebut pernah difungsikan sebagai percetakan, kini menjadi kawasan pertokoan. Namun tidak tercatat sebagai aset milik NU.

Situs sejarah perjalanan NU yang paling penting dan terawat sampai sekarang adalah Gedung Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO) di Jalan Bubutan VI Nomor 2, Surabaya. Itu adalah kantor pertama PBNU dan saat ini menjadi kantor PCNU Surabaya. Gedung tersebut juga menjadi Monumen Resolusi Jihad Fi Sabilillah NU.

Resolusi jihad menyeru umat Islam di Jawa dan Madura untuk melakukan perjuangan fi sabilillah demi kemerdekaan Indonesia dan agama Islam.

’’Monumen ini sebagai pengingat agar generasi sekarang tahu bagaimana perjuangan ulama dan santri,’’ ujarnya.

Selain monumen itu, jelas Riadi, masyarakat umum bisa mengunjungi gedung PCNU Kota Surabaya. Gedung lawas yang terjaga keasliannya tersebut bisa dikunjungi sewaktu-waktu. Di dalamnya dipasang papan informasi sejarah perjuangan NU. Sejarah para pendiri hingga meletusnya resolusi jihad.

’’Gedung ini terbuka untuk pelajar atau mahasiswa yang ingin tahu sejarah NU,’’ kata wakil ketua Lesbumi PWNU Jawa Timur itu. Bangunan lain yang bersejarah adalah rumah milik KH Ridlwan Abdullah di Jalan Bubutan VI Nomor 20, Surabaya. Di rumah itu, para muassis berdiskusi mengenai nama NU. KH Achmad Saiful Chalim yang juga cucu KH Ridlwan Abdullah menuturkan, rumah tersebut masih terawat sampai sekarang dan menjadi saksi situs bersejarah NU.

Peningkatan Kualitas SDM Adalah Keniscayaan

MEMASUKI abad kedua, tantangan Nahdlatul Ulama (NU) adalah memperbaiki kualitas SDM. NU harus menjadi ruang besar untuk bisa mendidik. Tidak hanya pendidikan pesantren, NU harus melebarkan sayap di bidang kesehatan dan pendidikan tinggi. ”Kalau dunia pesantren, NU sudah tidak perlu diragukan,” ucap Prof Mohammad Nuh kepada Jawa Pos, Sabtu (4/2).

Masyarakat mengenal, pendidikan pesantren ya NU. Yang sudah mencetak ribuan santri. Namun, itu saja tidak cukup untuk menampung NU ke depan.

Nuh mengibaratkan pesantren baru merupakan titik. Untuk bisa hidup dan berkembang, NU harus mempunyai ruang. Karena itu, untuk mencapainya, perlu ada titik-titik lain yang membentuk garis, lalu menciptakan bidang, dan selanjutnya terbentuk ruang. Perlu ada pilar-pilar baru bagi NU ke depan. Pilar baru yang mesti diperkuat adalah bidang pendidikan tinggi dan rumah sakit.

Saat menjabat Mendikbud, Nuh ikut mengawal terbentuknya Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) di Indonesia. Saat program itu dibuat, ada 23 UNU. Saat ini sudah ada sekitar 40 universitas dengan label NU. ”Tapi, jumlah perguruan yang terafiliasi NU jauh daripada itu,” ungkapnya. Jumlahnya ratusan. Namun, tidak langsung memakai label UN. Misalnya, Unisma Malang.

Ke depan, agenda besar perguruan tinggi NU adalah pengembangan secara vertikal. Bukan melebar dengan memperbanyak prodi di satu kampus, melainkan meningkatkan jenjangnya. Dari S-1 ada S-2 dan S-3-nya secara langsung. Bukan fokus memperbanyak jumlah prodi S-1-nya.

Menurut Nuh, S-1 belum bisa disebut sebagai mesin ilmu. Berbeda dengan S-2 dan S-3 yang punya basic dan kematangan ilmu lebih. ”Strategi kita adalah mengisi ruang kosong itu,” ucapnya.

Peningkatan kualitas SDM itu sangat penting bagi NU. Sebab, dengan SDM yang punya standar, ke depan organisasi bisa jadi lebih berkembang. Itu juga untuk menyongsong bonus demografi Indonesia pada 2045.

Soal SDM yang unggul, Nuh menyebut, sebenarnya telah diprediksi sejak 80-an oleh cendekiawan muslim Nurcholish Madjid. Bahwa pada 20 tahunan mendatang, NU akan mendominasi umat. Dan, itu sudah terbukti saat ini dengan gairah dan semangat generasi muda NU yang mengisi banyak sektor.

Menemukan insinyur NU tidak sulit. Menemukan dokter NU gampang. Pun, di sektor politik. Dulu, orang nyari pemimpin daerah dari NU sulit. ”Tapi, sekarang bisa dilihat sendiri. Gubernur dan bupati dari NU sudah banyak,” paparnya. Maka, peningkatan kualitas SDM NU adalah keniscayaan.

Di bidang kesehatan, rumah sakit-rumah sakit NU juga makin berkembang. Sudah ada ratusan rumah sakit yang didirikan di daerah. Memang masih banyak yang tipe D. Namun, itulah PR dan tantangan ke depan. Bagaimana menjadi rumah sakit NU sebagai pusat pelatihan dan pengembangan. ”Sebagai center of development,” kata Nuh. Caranya, lulusan-lulusan perguruan tinggi NU harus mengabdi di bidang ini. ”Setelah itu, nantinya juga membentuk sistem ekonomi yang kuat,” imbuhnya.

Editor : Dhimas Ginanjar

Reporter : mar/elo/c7/oni

Saksikan video menarik berikut ini:

Alur Cerita Berita

Lihat Semua

Close Ads