Jawapos.com - Berdasarkan data rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, pada November 2022 terjadi inflasi year-on-year (yoy) sebesar 6,62 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 113,57. Inflasi yoy tertinggi terjadi di Jember sebesar 7,76 persen dengan IHK sebesar 115,00 dan terendah terjadi di Probolinggo sebesar 5,57 persen dengan IHK sebesar 111,44.
Tercatat bahwa inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran. Adapun indeks kelompok pengeluaran tersebut, adalah kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 7,38 persen; kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 3,32 persen; kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 2,46 persen.
BPS Jatim juga mencatat bahwa tingkat inflasi month-to-month (mtm) November 2022 terhadap Oktober 2022 sebesar 0,32 persen dan tingkat Inflasi year-to-date (ytd) November 2022 terhadap Desember 2021 sebesar 5,88 persen.
Atas inflasi itu, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Jatim, Muhammad Fawait khawatir dengan ketidakmampuan Pemprov Jatim dalam mengerem laju inflasi. Bila hal itu terjadi. maka tahun depan, tingkat inflasi di Jatim akan semakin tinggi dan sulit dikendalikan.
Gus Fawait, sapaannya, mengingatkan bahwa Presiden RI Jokowi sudah mewanti-wanti inflasi. Presiden juga sudah mengintruksikan kepada para kepala daerah untuk melakukan antisipasi inflasi.
"Karena itu Fraksi Partai Gerindra punya tanggung jawab untuk mengingatkan Gubernur Jatim agar lebih fokus dalam upaya antisipasi inflasi. Ini agar roda pembangunan di Jatim bisa berjalan dengan baik," ujar dia, Minggu (4/12).
Menurut Bendahara Gerindra Jatim ini, salah satu penyumbang terbesar angka inflasi di Jatim adalah sektor pangan. Fakta itu layak dipertanyakan, mengingat selama ini Jatim dikenal sebagai lumbung pangan nasional.
"Sudah seharusnya Pemprov Jatim lebih fokus atau memberi ruang kebijakan yang menjadi prioritas di sektor pangan seperti pertanian, peternakan hingga perkebunan," tuturnya.
Namun, bila Pemprov Jatim memberikan ruang yang lebih kebijakan pada sektor pangan, maka secara otomatis juga berdampak pada pengurangan angka kemiskinan di Jatim.
"Persoalan krusial di Jatim yang hingga kini belum terpecahkan adalah masalah kemiskinan. Mayoritas kemiskinan itu ada di masyarakat pedesaan yang notabene mata percahariannya adalah sebagai petani dan buruh tani," ujar dia.
Fawait yang juga Presiden Laskar Sholawat Nusantara (LSN) ini berjanji Gerindra ke depan juga akan lebih fokus menyuarakan dan mengawal kebijakan di sektor pangan melalui parlemen kepada Pemprov Jatim.
Harapannya, supaya belanja pemerintah lebih diprioritaskan pada sektor pangan, agar inflasi bisa ditekan dan kemiskinan juga bisa dikurangi.
Pada tahun 2023 mendatang, ia juga optimistis Jatim bakal memberikan sumbangsih lebih pada swasembada pangan nasional melalui berbagai komoditas pangan. Sebab berdasar rilis BPS, penyumbang inflasi terbesar di Jatim berasal dari kelompok pangan. Misal, seperti telur ayam ras, tomat, beras, tempe, tahu, dan kedelai.
Naiknya sejumlah harga pangan tersebut disebabkan stok yang mulai menipis dan ketergantungan terhadap impor. "Berbagai pengamat sudah memprediksi bahwa 10-20 tahun ke depan, pangan adalah senjata (food is weapon) dalam persaingan global. Artinya, negara yang bisa menguasai atau memproduksi pangan akan menjadi negara yang kuat," pungkasnya.