Minggu, 2 April 2023

Keterangan Dokter, Korban Kanjuruhan Meninggal dengan Luka Kebiruan

- Sabtu, 28 Januari 2023 | 19:39 WIB
Suporter Arema di Stadion Kanjuruhan. Alfian Rizal Jawa/Pos
Suporter Arema di Stadion Kanjuruhan. Alfian Rizal Jawa/Pos

JawaPos.com-Jaksa penuntut umum meragukan kesaksian eks Kabagops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto.

Sebab, yang dia sampaikan dalam lanjutan sidang kasus Kanjuruhan (26/1) berbeda dengan yang tertulis di berita acara pemeriksaan (BAP).

Wahyu yang dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Abdul Haris (ketua panpel Arema FC) dan Suko Sutrisno (security officer) mengaku tidak melihat penembakan gas air mata. Dia beralasan sedang berada di luar stadion.

Keterangannya dalam persidangan itu berbeda dari keterangan di BAP di kepolisian yang menyebut dirinya mengetahui penembakan gas air mata di dalam stadion yang berada di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tersebut.

’’Saya melihat penembakan gas air mata dari video yang ditunjukkan penyidik saat pemeriksaan,’’ ujar Wahyu dalam persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya kemarin.

Jaksa Sabetania R. Paembonan dan Rakhmad Hari Basuki kemudian mencocokkan keterangan Wahyu di persidangan itu dengan keterangannya di BAP.

Dalam keterangannya di hadapan penyidik, Wahyu menyebut, setelah melihat penembakan gas air mata, dirinya mencari perwira seksi operasi (pasi ops) yang sejak awal pertandingan berada di sampingnya untuk melarang anggota menembakkan gas air mata.

Di BAP itu, Wahyu yang juga sebagai terdakwa dalam perkara terpisah mengaku sedang berada di dalam stadion saat penembakan.

’’Kalau melihat dari video, peristiwanya kan sudah terjadi. Tapi, Anda mengatakan mencari pasi ops. Keterangan Anda tidak nyambung dengan yang di BAP. Anda yang menandatangani sendiri lho BAP-nya,’’ tanya jaksa Sabetania kepada Wahyu.

Namun, Wahyu tidak menjawab secara tegas pertanyaan jaksa tersebut. Dia mengaku tidak tahu penembakan gas air mata karena sedang berada di luar stadion. Wahyu mengaku awalnya berada di dalam stadion, tepatnya di sisi utara. Saat terjadi kericuhan, dia ikut menghalau suporter yang masuk lapangan.

’’Suporter kembali menepi saat kami halau. Saya lalu masuk lorong ke luar stadion memastikan barakuda yang mengangkut pemain Persebaya keluar stadion. Setelah itu, saya menemui Kapolres, sudah banyak asap, dan Kapolres memerintahkan untuk evakuasi,’’ tuturnya.

Jaksa Hari kemudian mempertanyakan langkah represif kepolisian terhadap suporter hingga menembakkan gas air mata. ’’Misinya kan sudah jelas. Pemain Arema dan Persebaya sudah diamankan. Masih perlukah dilakukan tindakan represif?’’ tanya jaksa Hari. Namun, Wahyu tidak tahu alasannya karena tidak berada di dalam stadion saat penembakan.

Wahyu dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan bersama dua terdakwa polisi lain. Yakni, eks Komandan Kompi III Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan dan eks Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.

Dalam kesaksian terpisah, Hasdarmawan menyebut gas air mata yang ditembakkan anak buahnya sekitar 36 amunisi. Hitungan itu dari empat kali perintah penembakan terhadap sembilan anak buahnya.

’’Tiga puluh enam amunisi kalau keluar semua ditembakkan. Tapi, ada amunisi yang tidak keluar. Satu perintah satu tembakan,’’ ujar Hasdarmawan dalam persidangan.

Perintah penembakan itu dikeluarkannya karena terdesak suporter yang banyak turun ke lapangan. Hasdarmawan mengaku hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri dan anggotanya agar tidak diserang Aremania. Dia juga mengaku tidak tahu ke mana saja anggotanya menembakkan gas air mata.

’’Saya perintahkan anggota menembak ke arah ancaman datang. Bergantung masing-masing anggota menafsirkannya,’’ imbuhnya.

Eks Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi juga mengakui telah memerintahkan dua anggotanya, Bripda Satriyo Aji Lesmono dan Bripda Willy Adam Aldy Alno, menembakkan gas air mata ke arah Aremania agar tidak masuk ke lorong pemain.

Perintah penembakan itu dikeluarkannya setelah dua anggotanya diklaim terluka setelah bentrok dengan suporter. ’’Setelah penembakan, suporter mulai menepi,’’ kata Bambang.

Sementara itu, dr Risa Qihardita, dokter umum Rumah Sakit Wava Husada Kepanjen, yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang secara terpisah menyebut bahwa korban meninggal dalam tragedi Kanjuruhan rata-rata karena kekurangan oksigen. Dia menduga kematian sebagian korban karena gas kimia.

Indikasinya, korban yang hidup matanya merah dan mengalami gangguan pernapasan. ’’Yang meninggal dunia luka kebiruan,’’ ujar dokter Risa dalam persidangan.

Editor: Ainur Rohman

Tags

Terkini

Personel Timnas U-20 Akui Kesal dengan Ganjar

Jumat, 31 Maret 2023 | 20:00 WIB
X