Kiai Miftach: Jangankan MUI, Rais Aam pun Saya Lepas jika Diminta

13 Januari 2022, 13:43:55 WIB

JawaPos.com – Struktur baru Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah diumumkan. Banyak yang masih rangkap jabatan. Termasuk Rais Aam KH Miftachul Akhyar yang hingga kini masih menjabat ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI). Bagaimana sikap Kiai Miftach? Berikut petikan wawancara dengannya.

Banyak pengurus baru PBNU yang masih memegang jabatan di tempat lain. Bahkan, ada beberapa yang masih berstatus kepala daerah. Bagaimana Kiai melihat hal tersebut?

Yang dilarang rangkap jabatan sepengetahuan saya hanya rais aam dan ketua umum. Baik itu di parpol maupun jabatan politik lainnya.

Kalau selain dua itu, masih diperbolehkan. Karena ada pertimbangan manfaat bagi organisasi. Jadi, kalau mereka masih merangkap jabatan, ada manfaat yang kembali (pada organisasi, Red). Beda halnya dengan rais aam dan ketua umum. Kalau rangkap jabatan, bagaimana dia bisa bekerja?

Bagaimana secara aturan organisasi?

Pada AD/ART ataupun hasil muktamar Jombang maupun Lampung, tidak ada larangan.

Ada harapan dari dewan AHWA agar rais aam PBNU tidak rangkap jabatan. Sementara Kiai masih berstatus ketua umum MUI.

Sebagaimana yang sering saya katakan, saya ini cuma sekadar menjalankan amanah. Rangkap jabatan dengan MUI memang tidak dilarang di AD/ART. Tapi, memang ada permintaan (untuk tidak rangkap jabatan, Red). Jawaban saya waktu itu sami’na wa atho’na (saya dengar dan saya patuh, Red). Sekarang bagaimana selanjutnya, terus kapan, terserah (musyawarah pengurus syuriah, Red) saja.

Apakah siap melepas jabatan ketua umum MUI?

Jangankan diminta melepas jabatan ketua umum MUI. Jabatan rais aam saja, kalau diminta, akan saya lepas. Kami buat gampang saja. Tapi, ada pertimbangan yang agak panjang di MUI. Nantinya takut merembet sampai ke jenjang bawah. Bukan hanya kasus (saya, Red) ini. Nanti dari pusat sampai merembet ke bawah. Padahal, AD/ART-nya tidak melarang. Tapi, kalau saya intinya seperti itu. Sami’na wa atho’na.

Tapi, banyak juga yang meminta Kiai tidak melepas MUI?

Intinya, di sini ada dua etika. Pada dasarnya rangkap jabatan tidak melanggar peraturan. Tapi, ini soal etika. Satu, etika menyangkut kesediaan saya sami’na wa atho’na untuk tidak rangkap jabatan (pada sidang AHWA muktamar ke-34, Red). Jadi, ini bagaimana etikanya.

Di sisi lain, juga ada permintaan beberapa pengurus wilayah (PWNU) dan permintaan dari internal MUI sendiri agar saya tetap (menjabat ketua umum, Red). Ini ada dua etika yang harus kita pertimbangkan. Sama-sama tidak melanggar AD/ART. Tapi, kita menimbang mana yang lebih aslah, bermanfaat dan lebih berguna.

Editor : Ilham Safutra

Reporter : tau/c9/oni

Saksikan video menarik berikut ini:


Close Ads