Percepatan Penyelesaian Sengketa Lahan Dorong Pemulihan Ekonomi

Oleh : M. Noor Marzuki*
10 September 2021, 17:11:59 WIB

Masih segar dalam ingatan isi pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), 16 Agustus lalu. Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menjelaskan terkait ‘skema’ RAPBN 2022.

Miris memang, karena skema RAPBN 2022 seperti yang disampaikan presiden, berkaitan dengan pembiyaan utang negara. Padahal, saat ini kondisi keuangan negara cukup memprihatinkan akibat dampak pandemi Covid-19 sejak 2 Maret 2020 lalu. Meski demikian, utang negara tetap harus dibayar dan pemerintah harus memutar otak untuk dapat memenuhi kewajibannya.

Pada kesempatan itu, Presiden Jokowi menjelaskan terkait komposisi pembiayaan utang negera tahun depan. Yakni, terdiri atas rencana penarikan utang Rp 1.058,4 triliun serta pembayaran cicilan utang sebesar Rp 84,8 triliun. Presiden juga merinci penarikan utang yang akan dilakukan melalui penerbitan SBN neto sebesar Rp 991,3 triliun, kemudian penarikan pinjaman dalam negeri Rp 3,6 triliun, serta penarikan pinjaman luar negeri Rp 63,5 triliun.

Belum selesai di situ, Presiden Jokowi pun menjelaskan bahwa pemerintah harus melakukan pembayaran cicilan pokok pinjaman sebesar Rp 84,8 triliun. Di antaranya, pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam negeri sebesar Rp 1,8 triliun dan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri sebesar Rp 83 triliun. Dengan semakin membengkaknya utang negara, otomatis beban bunga utang menjadi meningkat dalam setiap tahunnya. Dalam RAPBN 2022, pemerintah telah mengalokasikan pembayaran bunga utang sebesar Rp 405,9 triliun.

Dari sini kita sudah dapat membayangkan betapa beratnya beban pemerintah dalam upaya memulihkan perekonomian nasional. Ya, mengingat sumber pendapatan negara yang sebelumnya mengalir deras, saat ini mulai seret akibat wadah virus Corona yang melanda Indonesia sejak 2 Maret 2020 lalu.

Sepanjang pandemi, pendapatan negara dari pajak tereduksi cukup signifikan. Negera hanya mampu meraup sekitar 89,3 persen dari yang ditargetkan sebesar Rp 1.198,8 triliun seperti dalam Perpres. Sementara pemasukan dari laba BUMN ditaksir hanya mencapai Rp 1.200 triliun, atau turun 25 persen dibandingkan pendapatan pada tahun 2019 yang mencapai Rp 1.600 triliun.

Editor : Eko Dimas Ryandi

Saksikan video menarik berikut ini:


Close Ads