PUNCAK perayaan 1 Abad Nahdlatul Ulama (NU) diselenggarakan pada 7 Februari 2023 di Sidoarjo, Jawa Timur. Semaraknya gema perayaan 100 tahun NU ini menjadi pengingat bagi kita semua seluruh anak bangsa bahwa NU telah lahir dan hadir di pangkuan bumi pertiwi, jauh sebelum Republik Indonesia berdiri.
NU yang didirikan oleh KH Hasyim Asy’ari dan para kiai sepuh Nusantara pada 16 Rajab 1344 Hijriah atau 31 Januari 1926 Masehi ini terbukti telah memainkan peran penting dalam membentuk fondasi kebangsaan yang kuat dengan menjaga relasi antara Islam dan negara.
Berkat kedalaman ilmu dan keluasan hati para kiai dan jaringan kaum santri, berbagai potensi benturan ideologis dan konflik horizontal akibat perbedaan tafsir keagamaan bisa dihindari secara efektif. Dengan kata lain, NU memiliki andil besar dalam proses konsolidasi pilar-pilar kebangsaan, yang kemudian menjadi prasyarat penting bagi hadirnya pembangunan berkelanjutan di republik ini.
Dalam sejarah perkembangannya, akar sosial NU tampak semakin kuat dan kian aktif dalam memperjuangkan perdamaian dunia melalui prinsip-prinsip ajaran Islam moderat (wasathiyah). Pemikiran moderatisme keislaman ala NU ini didasarkan pada khazanah keilmuan yang mengakar dalam tradisi pesantren, yang begitu ramah terhadap keberadaan budaya lokal.
Bertemunya khazanah keislaman klasik dan akar budaya lokal yang kaya itu berhasil menghadirkan sintesis pemikiran keislaman ala NU yang lebih moderat, terbuka, dan tidak kaku. Karakter moderatisme itulah yang kemudian menempatkan NU sebagai ujung tombak dalam kerja-kerja keumatan, baik di tingkat nasional, kawasan Asia Tenggara, maupun di level internasional.
Saat kepemimpinan Presiden Ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pemerintah tampak berkoordinasi secara ketat dengan NU dalam menjalankan agenda diplomasi Islam moderat guna menetralisasi paham fundamentalisme, radikalisme, dan terorisme, terutama pascatragedi WTC di Amerika Serikat dan rangkaian bom yang terjadi di tanah air.
Dengan berkolaborasi bersama Kementerian Luar Negeri, NU juga tampil terdepan dalam menjalankan kerja-kerja advokasi terhadap berbagai kelompok muslim minoritas yang termarginalkan oleh dinamika sosial-politik di sekitarnya. Beragam ijtihad dan langkah advokasi telah NU lakukan untuk membantu dan mencarikan solusi bagi problematika muslim Palestina, muslim Thailand Selatan, muslim Filipina Selatan, muslim Rohingya di Myanmar, hingga muslim Uighur di Tiongkok.
Bahkan, yang tak kalah menarik, NU juga tampil aktif dan berani dalam memberikan saran dan masukan yang konstruktif bagi para elite pimpinan Taliban di Afghanistan agar bersedia membuka cakrawala keislamannya guna menghadirkan masyarakat muslim Afghanistan yang lebih terbuka, maju, dan modern. Mencermati peran dan capaian yang telah NU lakukan tersebut, jargon ”NU Merawat Jagat, Membangun Peradaban” benar-benar terasa penting dan relevan.
Ke depan, peringatan Harlah 1 Abad NU ini harus bisa menjadi momentum penting bagi semua anak bangsa, khususnya warga nahdliyin, untuk ikut berkontemplasi dan memikirkan langkah terbaik guna mengoptimalkan peran strategis NU di masa-masa mendatang.
Di tengah berbagai tantangan zaman yang sarat dengan ketidakpastian, setidaknya ada tiga hal yang bisa NU optimalkan. Pertama, terus merawat akar dan mengukuhkan NU sebagai jangkar pemikiran dan pergerakan sosial yang berlandasan pada prinsip dan nilai-nilai Islam moderat di Indonesia. Di tengah berbagai dinamika sosial-politik yang beragam, NU diharapkan bisa menjadi ”rumah bersama” bagi berbagai corak tafsir dan pemikiran keislaman di Indonesia yang beragam.
Dengan kedalaman ilmu dan kebesaran hati para kiai dan jaringan kaum santri, karakter NU yang terbuka dan dialogis diharapkan mampu menjadi pengayom di tengah beragam perbedaan sekaligus menjadi titik lebur (melting point) yang mendamaikan, menyatukan, dan menguatkan. ”Tali jagat NU”, sebagai simbol pemersatu, harus benar-benar terawat agar bisa menjaga nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan.
Kedua, dengan jaringan pesantren dan pendidikan Islam yang sangat mengakar, NU harus menjadi bagian terdepan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas SDM-nya. Para santri harus didorong untuk meningkatkan kualitas, daya saing, dan kapasitas mereka guna menghadapi arus perubahan sosial dan teknologi kontemporer.
Penguasaan terhadap kajian-kajian keislaman para santri perlu diimbangi dengan kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan untuk berdialektika dengan berbagai disiplin ilmu kontemporer. Itulah mengapa Beasiswa Santri dihadirkan sejak era pemerintahan Presiden SBY, hingga kini terus dilanjutkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ke depan, prioritas diaspora keilmuan para santri harus benar-benar diperhatikan untuk mendorong transformasi ekonomi Indonesia di masa depan.
Ketiga, NU perlu lebih aktif mendorong peningkatan sosial-ekonomi masyarakat melalui kerja-kerja pemberdayaan ekonomi. Upaya pemberdayaan itu tidak hanya menyasar komunitas internal pesantren, tetapi juga warga di sekitar pesantren, utamanya kaum petani dan nelayan yang terkategori miskin (poor) atau hampir miskin (nearly poor).
Kolaborasi dengan berbagai stakeholder, baik pemerintahan maupun non pemerintahan, termasuk kalangan dunia usaha dan UMKM, diharapkan bisa menghadirkan berbagai jenis pelatihan, pendampingan, dan pemberdayaan ekonomi yang beragam. Inilah esensi pesan berdirinya NU, yang semula bernama Nahdlatut Tujjar. Yakni, pentingnya memperkuat sentra-sentra ekonomi keumatan agar umat Islam di akar rumput bisa berdikari dan teberdayakan.
Sekali lagi, selamat Harlah 1 Abad Nahdlatul Ulama (NU). Jadilah pengayom dan penjaga NKRI selalu. (*)
*) AGUS H. YUDHOYONO, Ketua umum Partai Demokrat