Berkontribusi Membumikan NU di Penjuru Dunia

Oleh REZA AHMAD ZAHID *)
6 Februari 2023, 19:48:15 WIB

DALAM rangka memperingati satu abad Nahdlatul Ulama (NU), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menghelat serangkaian acara akbar dengan menghadirkan ulama dan para tokoh agama, baik dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu acara yang telah terselenggara adalah Religion of Twenty atau R20 yang diadakan di Nusa Dua, Bali, pada 2–3 November 2022, dihadiri pemimpin agama sedunia. Mereka duduk bersama untuk mendiskusikan isu-isu global dengan mengedepankan agama sebagai solusi guna terciptanya tatanan dunia yang damai dan harmonis.

R20 menjadi sinyal bahwa NU siap menjadi motor penggerak perdamaian dunia. Kader NU terpanggil untuk terlibat aktif dalam memberikan solusi terbaik di segala permasalahan di dunia internasional. Hal ini adalah fitrah yang tidak bisa terelakkan dari nuansa kehidupan kader NU. Sebab, bagaimanapun juga, kewajiban manusia secara umum adalah membangun dunia dengan bangunan kehidupan yang indah.

Di dalam Alquran surah Hud ayat 61 disebutkan yang artinya: ”Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya.” Maka, kader NU harus siap untuk menerima tantangan merawat jagat dengan mempersiapkan segala kekuatan, baik kekuatan intelektual maupun spiritual. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, salah satu cara yang dilakukan PBNU ialah mengajak para kiai serta kader NU untuk berdiskusi melalui forum-forum kajian ilmiah. Termasuk di antaranya adalah perhelatan Halaqah Fiqih Peradaban.

NU Mencetak Kiai Pemikir dan Pembangun Peradaban

Salah satu agenda yang dihelat PBNU dalam menyemarakkan satu abad NU adalah Halaqah Fiqih Peradaban. Sebanyak 250 halakah di seluruh Indonesia telah dilancarkan sejak tanggal 11 Agustus 2022. Sedangkan puncaknya dilaksanakan di Surabaya pada 6 Februari 2023 dengan menghadirkan ratusan ulama, baik dalam maupun luar negeri.

Dalam Halaqah Fiqih Peradaban, para kiai diajak untuk mendiskusikan isu-isu global dengan merujuk pada kitab-kitab kuning atau klasik. Halakah ini dapat memberikan kesempatan kepada para kiai untuk berkontribusi membangun peradaban melalui kandungan kitab kuning.

Halakah ini juga dapat membuka cakrawala pengetahuan bagi kader NU tentang dinamika peradaban di dunia. Maka, halakah ini sebenarnya dapat dijadikan stimulan bagi warga nahdliyin untuk semangat bersama membangun peradaban melalui khazanah NU. Dan begitulah seharusnya seorang ulama, selain berpegangan pada prinsip agama, harus mengetahui perkembangan zamannya dan memahami gejala serta perubahan sosial.

Rais Aam PBNU KH Miftahul Akhyar sering mengingatkan kepada kami selaku pengurus NU tentang karakter seorang ulama yang seharusnya adalah al ’aakif ’ala diinihi wal ’arif bi haali qoumihi. Yakni orang yang senantiasa berpegangan pada agama dan mengetahui perilaku sosial masyarakatnya.

Semangat PBNU untuk menggiring opini kontekstualisasi kitab kuning dan aktualisasinya tentu memiliki implikasi yang sangat positif bagi kalangan pondok pesantren. Ketika terlahir dari pesantren, NU tidak bisa terlepas dari kitab kuning. Melalui kitab kuning, para kiai menjawab permasalahan dunia dan menyikapi isu-isu global. Hal itu menjadi suatu tantangan tersendiri bagi pengasuh pondok pesantren serta para santri untuk lebih mendalami kajian kitab kuning. Tidak hanya secara tekstual saja, akan tetapi harus dikembangkan metode kajian kitab kuning secara kontekstual.

Selain itu, para santri harus mampu mengaktualisasikan teks-teks kitab kuning dalam dinamika perkembangan zaman. Maka, dengan demikian, ketika menatap masa abad kedua, NU sudah siap dengan melimpahnya kader NU yang kompeten.

Istiqamah dengan Tradisi dalam Merawat Jagat

Peringatan satu abad NU menandai akan kuatnya eksistensi NU dalam berkontribusi terhadap bangsa dan negara. Sejak awal didirikan, NU memiliki sumbangsih yang luar biasa untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Hingga saat ini NU tetap eksis untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara.

Khidmah kader serta warga NU dengan cara istiqamah dalam berpegangan pada tradisi dan dawuh para sesepuh menjadi faktor utama untuk meraih keberhasilan. KH Hasyim Asy’ari sebagai pendiri NU telah menulis Qonun Asasy sebagai prinsip-prinsip dasar dalam berjamiyah.

Banyak dawuh serta nasihat dari para kiai tentang keutamaan berkomitmen dalam berkhidmah kepada umat melalui NU. Semua itu harus dijadikan guidance dalam berkhidmah dan menggerakkan roda organisasi. Setinggi apa pun loncatan organisasi atau selebar apa pun langkah jamiyah, tetap harus mengindahkan tradisi para leluhur. Itulah makna yang tersirat dalam prinsip berorganisasi NU: al muhafadzoh ’alal qodiimis sholih wal alhdzu bil jadiidil aslah (memelihara hal-hal lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik).

Interaksi dengan dunia internasional bukanlah suatu hal yang baru bagi NU. Setiap pemimpin NU di setiap periodenya pasti pernah menjalin hubungan dengan dunia internasional. Tentu setiap pemimpin memiliki pola yang khas dalam berkomunikasi dalam hubungan internasional. Akan tetapi, mereka tetap berpegangan teguh dengan tradisi jamiyah. Seperti halnya yang dilakukan Gus Dur. Walaupun hubungan internasional yang beliau lakukan sangatlah luas, Gus Dur masih tetap kukuh berpegangan pada tradisi kesantriannya. Di antara yang dapat kita saksikan dari sejarahnya; sebagai tokoh internasional, beliau masih sowan ke pesantren-pesantren dan mencium tangan para gurunya, hormat atas segala arahan yang diberikan, dan tentu masih sempat berkumpul bersama dengan para kaum sarungan sambil mendiskusikan isu-isu global.

Keistiqamahan dengan tradisi dalam berorganisasi memang suatu hal yang unik, apalagi diiringi dengan perkembangan zaman yang sangat pesat. Akan tetapi, keunikan inilah sebenarnya yang menjadi kunci kesuksesan dalam berjamiyah. Seperti yang dikatakan dalam pepatah Arab: al istiqomah miftahun najaah’ (istiqamah adalah kunci kesuksesan). Dengan keistiqamahan itulah, terbukti kita masih bersambung silsilah dan mendapatkan curahan doa para pendiri.

Selamat dan sukses serta berkah selalu untuk NU. Bangga kita menjadi bagian sejarah satu abad NU. (*)


*) REZA AHMAD ZAHID, Katib Syuriah PBNU, Pengasuh Pondok Pesantren Al Mahrusiyah Lirboyo Kediri

Editor : Dhimas Ginanjar

Saksikan video menarik berikut ini:


Close Ads