DALAM konteks ekonomi, 2023 akan memasuki fase perfect storm. Mengambil istilah yang menjadi narasi para ekonom dan bahkan pemerintah. Pada prinsipnya, perfect storm itu berupa tantangan ekonomi terkait dengan 5C: Covid-19, Conflict, Climate Change, Commodity Price, dan Cost of Living.
Kondisi itu tecermin, antara lain, pandemi yang berkepanjangan sejak awal 2020 meninggalkan scarring effect yang belum selesai. Selanjutnya, konflik Rusia-Ukraina masih menjadi isu sentral yang membuat kondisi geopolitik menghadapi ketidakpastian. Kondisi lain, supply chain global mengalami gangguan dan mengakibatkan harga komoditas fluktuatif. Bahkan, kemudian inflasi yang secara global terjadi dan memberikan sentimen negatif terhadap daya beli masyarakat.
Kalau kita lihat dan potret kondisi di lapangan, ada kondisi yang menjadi tantangan ekonomi serta ada kondisi yang menjadi peluang dan keunggulan bagi perekonomian Indonesia. Dari sisi tantangan ekonomi, ada dua hal yang perlu dicermati. Pertama, dari sisi pemerintah dan kedua dari sisi dunia usaha.
Dari sisi pemerintah, ada dua hal yang perlu dimitigasi dengan baik. Satu, kondisi ruang fiskal yang terbatas untuk bisa mengagregasi pertumbuhan ekonomi. Pemerintah sudah tak bisa menggunakan instrumen UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Sistem Stabilitas Keuangan Menghadapi Pandemi. Sehingga pemerintah harus kembali menyusun struktur APBN maksimal defisit 3 persen dari PDB. Pemerintah harus lebih prudent dalam mengalokasikan belanja dan jeli membuat target penerimaan negara.
Kedua, pemerintah harus hati-hati mengelola kondisi sosial masyarakat karena 2023 sudah mulai berjalan agenda politik. Dibutuhkan stabilitas sosial maupun politik yang menjadi prasyarat agar investasi bisa mengalir lancar. Target investasi Rp 1.400 triliun pada 2023 adalah target yang cukup menantang ketika Indonesia memasuki tahapan politik menjelang pileg dan pilpres.
Tantangan sisi kedua adalah dunia usaha dan masyarakat. Paling tidak ada empat hal yang perlu dimitigasi dengan baik agar ekonomi bisa berjalan baik pada 2023.
Pertama, pelemahan daya beli masyarakat. Hingga Desember 2022, pemerintah masih bisa mengintervensi dan menjaga daya beli masyarakat dengan program bantuan langsung tunai (BLT) yang dialokasikan melalui APBN. Program itu cenderung tidak bisa dilanjutkan oleh pemerintah sehingga memicu kontraksi dalam kemampuan daya beli masyarakat. Padahal, daya beli itulah yang jadi kekuatan konsumsi masyarakat. Sekaligus menjadi penopang signifikan PDB Indonesia.
Tantangan kedua adalah potensi inflasi yang naik jika dibandingkan kondisi 2022. Inflasi itu secara substantif mengurangi kesejahteraan masyarakat. Lalu, tantangan ketiga adalah pengangguran yang jumlahnya akan semakin naik.
Tantangan keempat adalah kenaikan suku bunga yang cukup tinggi sebagai akibat kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan BI. Dari sisi produksi, akan mengatrol cost of fund yang menjadi bagian penting harga pokok penjualan (HPP). Sementara itu, dari sisi masyarakat akan menambah beban untuk kredit konsumsi.
Ada tiga hal yang mendorong optimisme ekonomi menyambut 2023. Pertama, jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar. Data BPS akhir 2021 menunjukkan jumlah 273.879.750. Bahkan, diperkirakan sudah melebihi 275 juta pada akhir 2022. Dalam ekosistem ekonomi, jumlah penduduk adalah market atau demand. Dengan demand yang besar, konsumsi akan terjaga dengan baik.
Potensi kedua adalah melimpahnya sumber daya alam dan komoditas. Dan, pemerintah sudah melakukan langkah tepat dengan program transformasi ekonomi melalui downstream atau hilirisasi yang bisa meningkatkan nilai tambah.
Potensi ketiga adalah kekuatan UMKM yang menjadi penyangga utama pertumbuhan ekonomi. UMKM adalah sektor usaha yang memiliki resiliensi atau daya bangkit yang cepat. Kalau pemerintah bisa memberikan daya ungkit maksimal di sektor UMKM, pertumbuhan ekonomi akan tetap terjaga, bahkan bisa terakselerasi lebih cepat.
Dengan membandingkan sisi permasalahan atau tantangan yang ada dan sisi potensi ekonomi, Indonesia masih mempunyai banyak keuntungan memasuki 2023. Ketika kondisi global mendapatkan efek negatif pascapandemi, Indonesia justru bisa bangkit lebih cepat. Indonesia punya potensi yang jauh lebih besar daripada tantangan yang ada. Narasi resesi akan terpinggirkan dengan optimisme ekonomi.
—
*) AJIB HAMDANI, Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia
**) Disarikan dari wawancara dengan Agfi Sagittian