Minggu, 4 Juni 2023

Membangun Emosi dan Simpati Pemilih 2024

- Selasa, 23 Mei 2023 | 19:45 WIB
Suko Widodo
Suko Widodo

ERA digital telah membuat dunia berubah. Interaksi manusia berada dalam platform ganda, gabungan manual dan digital. Demikian pula yang kini terjadi pada dunia politik Indonesia, yang sudah memasuki tahapan pemilu. Telah dan akan berlangsung kombinasi dalam berkampanye.

Merebut simpati guna meraup dukungan suara tidak lagi cukup mengandalkan pola konvensional. Era digital yang makin maju membuat kampanye politik tidak lagi terbatas pada retorika serius dan pidato yang kaku. Era pidato menggebu-gebu dan searah (one way traffic) mulai ditinggalkan. Teknologi komunikasi pun memungkinkan untuk melakukan kampanye yang bersifat interaktif.

Di tengah gemuruh teknologi dan media sosial, strategi ini telah membuka pintu bagi pendekatan yang lebih manusiawi dan mendalam, yang menggugah hati para pemilih dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam cara berpolitik konvensional, para politikus sering kali mengandalkan pidato serius dan pesan yang terfokus pada kepentingan publik. Namun, di era digital yang semakin terkoneksi, pendekatan tersebut dapat terasa kaku dan jauh dari kehidupan sehari-hari pemilih (proximity).

Fenomena cara membangun kedekatan emosional itu mulai terlihat dalam praktik kampanye pilpres. Kandidat telah mulai menggali daya tarik emosional untuk menciptakan ikatan yang lebih dalam dengan pemilih mereka. Sebut saja Pak Anies yang memperlihatkan ”kecendekiawanan”, Pak Ganjar dengan ”keakraban” bersama masyarakat, ataupun Pak Prabowo dengan bangunan ”semangat heroik”-nya.

Baca Juga: Besok Mulai Tiba di Madinah, PPIH Arab Saudi Siap Sambut Kedatangan Calon Jemaah Haji Indonesia

Dengan memanfaatkan sentuhan emosional, para politikus dapat menjangkau hati pemilih melalui kisah-kisah pribadi, narasi yang menggerakkan, dan pesan-pesan yang mengandung makna mendalam. Mereka tidak hanya menyampaikan informasi politik, tetapi juga mencoba untuk menginspirasi dan membangkitkan perasaan positif dalam diri pemilih. Strategi itu menciptakan ikatan yang kuat antara politisi dan pemilih, menghasilkan loyalitas dan dukungan yang lebih dalam.

Perubahan Arah Kampanye

Di tengah perubahan yang terus berkembang dalam dunia politik, tren yang aneh dan tampaknya tidak konvensional telah menjadi sorotan adalah meme. Meme, dalam bentuk yang paling sederhana berupa gambar atau video yang lucu, sering kali satiris, yang disertai dengan keterangan singkat. Pesan yang kompleks bisa dituangkan dalam visual minimalis dan teks yang cerdas.

Meme biasanya dibangun dengan pesan humor dan menghibur. Model pesan semacam itu menjadi sarana untuk memengaruhi opini publik, melibatkan demografi muda, dan menciptakan dampak yang kuat. Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di Indonesia, strategi ini dapat dilakukan untuk mendapatkan kedekatan dan engagement nyata dari anak muda.

Baca Juga: TGB Zainul Majdi Nilai Anies Tak Cermat Bandingkan Data Pembangunan Jalan Era SBY dengan Jokowi

Menurut penelitian yang dilakukan Tandon dkk (2022), meme politik memiliki pengaruh dalam membentuk narasi politik di masyarakat. Data yang ditemukan menunjukkan bahwa generasi Z percaya bahwa meme politik dapat memengaruhi narasi politik karena pesannya sederhana dan mudah dipahami tanpa menimbulkan kelebihan informasi. Selain itu, meme politik membantu mengangkat isu-isu yang sering diabaikan dalam diskusi politik umum.

Generasi Z melalui berbagi meme secara berulang di media sosial dapat meningkatkan kesadaran dan menggarisbawahi pentingnya narasi melalui pendekatan yang lebih santai. Dalam penelitian ini, 36% responden sepakat bahwa meme politik memengaruhi narasi politik, 29% responden menganggap pentingnya substansi materi tersebut, dan 18% responden berpendapat bahwa meme politik hanya merupakan bentuk seni politik untuk hiburan semata (Tandon dkk, 2022).

Kekuatan meme terletak pada kemampuan mereka untuk menghasilkan viralitas dan keterlibatan, memicu diskusi, dan membentuk wacana publik. Meski meme ini tampak sepele, sesungguhnya memiliki dampak luas dalam kampanye politik. Apalagi dibuat dengan simbol dan diksi yang menarik.

Mencapai Demografi Muda

Halaman:

Editor: Dhimas Ginanjar

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Agar Pancasila Tak Gegar Digital

Jumat, 2 Juni 2023 | 19:50 WIB

Benang Kusut Urusan Pilpres 2024

Kamis, 1 Juni 2023 | 19:45 WIB

Pendampingan Calon Jemaah Haji Lansia

Selasa, 30 Mei 2023 | 19:50 WIB

Revolusi Mental Belum Selesai

Selasa, 30 Mei 2023 | 09:22 WIB

NU-Muhammadiyah dan Kepemimpinan Profetik

Senin, 29 Mei 2023 | 19:45 WIB

Pasca-Lebaran Makin Mumet

Minggu, 28 Mei 2023 | 11:32 WIB

Pemilu dan Tanggung Jawab Politik Korporasi

Jumat, 26 Mei 2023 | 19:50 WIB

Bahasa Kebangkitan Desa

Kamis, 25 Mei 2023 | 11:31 WIB

Membangun Emosi dan Simpati Pemilih 2024

Selasa, 23 Mei 2023 | 19:45 WIB

Pesantren dan Politik Keumatan

Senin, 22 Mei 2023 | 18:45 WIB

Lanturan

Minggu, 21 Mei 2023 | 15:00 WIB

Parenting Menumbuhkan Inovasi

Jumat, 19 Mei 2023 | 10:46 WIB

Respons Aparat terhadap KKB

Rabu, 17 Mei 2023 | 19:16 WIB

Menyoal Tanggung Jawab Jamsostek

Selasa, 16 Mei 2023 | 08:00 WIB

Hexagon Nation Branding di KTT ASEAN

Senin, 15 Mei 2023 | 19:48 WIB

ASEAN dan Pribumi Malas

Minggu, 14 Mei 2023 | 15:50 WIB

Fikih Peradaban untuk Kemanusiaan

Jumat, 12 Mei 2023 | 19:48 WIB
X