SETELAH beberapa waktu lalu pada 6-7 Mei Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo sama-sama berkunjung ke salah satu pondok pesantren di Jember, pada Minggu (21/5) kemarin giliran Prabowo Subianto yang melakukan kunjungan ke sejumlah pesantren di Mojokerto, Jombang, dan sekitarnya. Di wilayah ”provinsi santri” seperti Jawa Timur, kunjungan bakal calon presiden (bacapres) ke pondok pesantren tentu memiliki nilai strategis tersendiri. Minimal karena pesantren memiliki pengaruh yang sangat kuat, khususnya bagi ”masyarakat alumni pesantren” yang mungkin secara jarak jauh sekalipun dari pesantren.
Subkultur
Dalam buku berjudul Islam Kosmopolitan, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur awalnya dengan sedikit ragu menyebut pesantren dengan istilah subkultur. Namun, dalam pembahasan selanjutnya, khususnya setelah menguraikan keunikan-keunikan pesantren, Gus Dur secara lebih pasti menyebut pesantren sebagai subkultur dengan adanya tiga elemen. Yaitu pola kepemimpinan di dalamnya yang berada di luar kepemimpinan desa, literatur universalnya yang terus dipelihara selama berabad-abad, dan sistem nilainya sendiri yang terpisah dari yang diikuti oleh masyarakat luas (2007, hal 136).
Realitas pesantren sebagai subkultur inilah yang bisa menjelaskan kenapa pesantren selalu menjadi daya tarik bagi para pemburu suara di setiap musim kampanye. Baik kampanye di tingkat lokal maupun nasional. Baik kampanye di tingkat kepala desa maupun di level kepala negara. Mendapatkan dukungan dari sebuah pondok pesantren kerap diartikan sama dengan mendapatkan dukungan dari masyarakat sekitar, khususnya masyarakat alumni pesantren.
Baca Juga: Membara Kobarkan Semangat untuk Bangkit, Pesan Wali Kota Surabaya di Hari Kebangkitan Nasional
Hal yang harus diperhatikan, peran vital pesantren dalam kehidupan masyarakat tidak didapat begitu saja. Pesantren mendapatkan kepercayaan tinggi dari masyarakat setelah terbukti menjalankan fungsi-fungsi politik keumatan. Khususnya melalui peran para kiai sepuh dan pendiri pondok pesantren yang mungkin sudah almarhum. Hingga akhirnya masyarakat percaya penuh bahkan pasrah total terhadap keputusan pesantren, termasuk dalam persoalan politik.
Politik Keumatan
Oleh karena itu, semua pihak sejatinya mendukung pesantren untuk terus mengembangkan politik dan peran keumatan. Inilah keberpihakan politik yang harus diambil oleh seluruh pemimpin (dari tingkat kepala desa hingga kepala negara), bukan sekadar kepentingan politik elektoral di setiap musim kampanye.
Dalam buku yang mulai lawas berjudul Al-Islam Dinun wa Ummah, wa Laisa Dinan wa Daulah, Gamal Al-Banna memberikan kerangka teori yang memadai terkait dengan politik keumatan. Menurut Gamal, politik keumatan memiliki komitmen yang nyata terhadap kehidupan dan kemaslahatan masyarakat luas.
Peran Kebangsaan
Kenapa Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim relatif memiliki daya tahan dari konflik besar yang bisa mengancam keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara? Alih-alih, Indonesia hari ini justru berhasil mengembangkan demokrasi. Bahkan menjadi kiblat demokrasi bagi bangsa-bangsa lain yang sama-sama berpenduduk mayoritas muslim.
Baca Juga: Lahan Produktif di Jatim Berpotensi Makin Menyusut, Per Tahun, 1.000 Hektare Beralih Fungsi
Sependek pengamatan penulis, salah satu sebabnya adalah karena adanya pesantren yang oleh Gus Dur disebut sebagai subkultur. Dengan adanya pesantren sebagai subkultur, terbentuklah kekuatan-kekuatan non-negara atau poros yang bisa menjadi penengah sekaligus titik temu bagi sisi-sisi republik yang berbeda-beda, termasuk di antara rakyat dan pemerintah. Hingga tidak mudah terjadi posisi vis-a-vis antara para pihak yang berselisih atau berkonflik.
Di sini dapat ditarik kesimpulan penting, pesantren adalah salah satu rahasia agung di balik banyak pencapaian besar republik hari ini. Khususnya melalui tradisi politik keumatan yang berkontribusi besar bagi keutuhan NKRI. Melestarikan tradisi pesantren pada akhirnya juga berarti menjaga keutuhan NKRI. Maka, pesantren sebagai subkultur dan NKRI sebagai negara harus bersifat saling menjaga untuk memastikan eksistensi masing-masing. (*)
Artikel Terkait
Menyoal Tanggung Jawab Jamsostek
Kinerja Keberlanjutan Hotel di Indonesia Berbasis Global Sustainable Tourism Council
Respons Aparat terhadap KKB
Parenting Menumbuhkan Inovasi
Lanturan