JawaPos.com – Beberapa daerah berpeluang mengadakan pemungutan suara ulang (PSU) karena ada indikasi pelanggaran. Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar menjelaskan, rekomendasi PSU berpotensi dikeluarkan untuk 43 TPS. ”Sedikitnya, ada 43 TPS yang berpotensi,” ungkapnya tadi malam.
Rekomendasi PSU tersebut, kata dia, disebabkan sejumlah pelanggaran fatal.
Mulai terdapat pemilih yang menggunakan hak pilih orang lain, pemilih yang tidak berhak memberikan suara, pemilih menggunakan hak pilih di lebih dari satu TPS, hingga KPPS mencoblos surat suara. ”Ada juga KPPS membagikan surat suara kepada saksi pasangan calon untuk dicoblos,” jelasnya.
Ke-43 TPS tersebar di sejumlah daerah. Di antaranya, di Agam, Banggai, Barito Selatan, Binjai, Bungo, Gunungkidul, Indramayu, Bolaang Mongondow Timur, Labuhanbatu Utara, dan Malang. Kemudian, Tolitoli, Kapuas Hulu, Kota Bukittinggi, Kota Jambi, Kotamobagu, dan Kota Makassar.
Daerah lain adalah Palangka Raya, Kota Sawahlunto, Kutai Timur, Melawi, Minahasa Utara, dan Musi Rawas Utara. Selanjutnya, Nabire, Pangkajene dan Kepulauan, Parigi Moutong, Pasaman, Seram Bagian Timur, Sungai Penuh, Tangerang Selatan, serta Tanah Datar.
Selain itu, sejumlah catatan mewarnai pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara pilkada 2020 kemarin (9/12). Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) membeberkan permasalahan-permasalahan yang terjadi di TPS di berbagai daerah.
Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin menyebutkan, hingga kemarin, Bawaslu mencatat terjadi persoalan di 18.668 TPS. Jumlah tersebut masih berpotensi bertambah mengingat pelaporan masih terus berlangsung. ”Kejadian masih bisa bergerak,” ujarnya di kantor Bawaslu, Jakarta.
Baca juga: Bawaslu Gandeng WhatsApp Luncurkan Chatbot untuk Awasi Pilkada
Persoalan yang paling banyak ditemui adalah keterlambatan pembukaan TPS. Baik akibat persoalan cuaca maupun keterlambatan pengiriman logistik. Semestinya TPS dibuka pukul 07.00. ”Jumlahnya mencapai 5.513 TPS,” kata dia.
Ada juga kasus perlengkapan pemungutan dan penghitungan suara yang kurang (1.803 TPS), tidak adanya fasilitas cuci tangan (1.454 TPS), daftar pemilih tidak dipasang (1.727 TPS), serta informasi paslon tidak terpasang (1.983 TPS). Kemudian, ada surat suara kurang (2.324 TPS), surat suara tertukar (1.205 TPS), dan kasus saksi mengenakan atribut paslon (1.487 TPS).
Bukan hanya itu, Afif mengungkapkan bahwa ada petugas kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) yang positif Covid-19, tetapi masih bertugas. Terdapat 1.172 laporan. ”Misalnya, di salah satu daerah di Sulawesi Utara. Posisinya memang masih positif (Covid-19),” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman menyatakan masih menunggu laporan lengkap dari Bawaslu. Sebab, data Bawaslu hanya data kolektif dan tidak memerinci konteksnya. ”Saya perlu tahu dia ada di mana, dia kenapa,” ujarnya di sela-sela pemantauan TPS di Tangerang Selatan.
Dia mencontohkan, kasus TPS kekurangan surat suara, misalnya, memang terjadi di beberapa tempat. Namun, kata Arief, petugas dan pengawas TPS dapat mengatasi masalah tersebut sesuai dengan ketentuan. Yakni, mengambilnya dari TPS lain yang kelebihan surat suara. ”Di tempat yang dicatat Bawaslu itu sudah diselesaikan belum? Apakah catatan itu mengakibatkan tidak bisa dilakukan pemungutan suara? Jadi, musti dilihat begitu,” tuturnya.
Hal yang sama terkait dengan temuan adanya petugas KPPS yang positif Covid-19. Arief menegaskan bahwa Bawaslu harus lebih dulu memastikan atau sebatas informasi. Sebab, petugas yang terkonfirmasi Covid-19 sudah diganti. Karena itu, KPU menunggu data detail dari Bawaslu.
Sementara itu, pemerintah optimistis pelaksanaan pilkada tidak akan menimbulkan klaster penularan yang signifikan. Sebab, tingkat kepatuhan penyelenggaraan pilkada 2020 berkisar pada angka yang tinggi, yakni 89–96 persen.
Angka tersebut didapatkan dari pemantauan secara real time melalui aplikasi Bersatu Lawan Covid-19 (BLC).
Saksikan video menarik berikut ini: