Demi Status WTP, Bupati Bogor Ade Yasin Beri Tim BPK Uang Mingguan

29 April 2022, 14:06:08 WIB

JawaPos.com – Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin resmi berstatus tersangka dini hari kemarin (28/4). KPK menyangka Ade sebagai pemberi suap pengurusan laporan keuangan Pemkab Bogor tahun anggaran 2021.

Kasus tersebut berawal ketika Ade Yasin selaku bupati berkeinginan mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) untuk tahun anggaran 2021 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat.

Keinginan itu direspons dengan upaya pengondisian susunan tim audit interim (pendahuluan).

Pada Januari lalu, terjadi kesepakatan pemberian uang antara pegawai BPK Perwakilan Jabar Hendra Nur Rahmatullah Karwita dan dua pejabat Pemkab Bogor. Yakni, Maulana Adam (sekretaris dinas pekerjaan umum dan penataan ruang) serta Ihsan Ayatullah (Kasubbid kas daerah badan pengelolaan keuangan dan aset daerah).

Sebagai realisasi dari kesepakatan itu, Maulana dan Ihsan diduga memberikan uang Rp 100 juta dalam bentuk tunai kepada Anthon Merdiansyah, Kasub auditorat Jabar III yang juga menjabat pengendali teknis di BPK Perwakilan Jabar. ”ATM (Anthon) kemudian mengondisikan susunan tim sesuai dengan permintaan IA (Ihsan). Nantinya objek audit hanya untuk SKPD tertentu,” beber Ketua KPK Firli Bahuri.

Audit lantas dilaksanakan mulai Februari hingga April dengan hasil beberapa rekomendasi. Di antaranya, tindak lanjut rekomendasi tahun 2020 sudah dilaksanakan dan program audit laporan keuangan tidak menyentuh area yang memengaruhi opini. Padahal, temuan fakta tim audit menyebut adanya pekerjaan proyek peningkatan Jalan Kandang Roda–Pakan Sari senilai Rp 94,6 miliar yang tidak sesuai dengan kontrak.

Firli menambahkan, selama audit tersebut, diduga terjadi beberapa kali pemberian uang dari Ade Yasin melalui Ihsan dan Maulana kepada tim pemeriksa. Di antaranya, dalam bentuk uang mingguan Rp 10 juta. ”Sehingga total selama pemeriksaan telah diberikan sekitar Rp 1,9 miliar,” terang Firli.

Selain Ade, KPK menetapkan tiga orang lain sebagai tersangka pemberi suap. Yakni, Ihsan, Maulana, dan Rizki Taufik selaku pejabat pembuat komitmen dinas PUPR. Sementara itu, tersangka penerima suap adalah empat pegawai BPK Perwakilan Jabar. Selain Anthon dan Hendra, tersangka lain adalah Arko Mulawan (ketua tim audit interim Bogor) dan Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah (pemeriksa).

Tersangka pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Lalu, tersangka penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara itu, Ade Yasin mengklaim tidak tahu-menahu tentang transaksi yang dibongkar KPK. Menurut dia, pemberian uang untuk pengondisian opini WTP tersebut adalah inisiatif anak buahnya. ”Saya dipaksa untuk bertanggung jawab terhadap perbuatan anak buah saya. Tapi, sebagai pimpinan saya harus siap bertanggung jawab,” kata politikus perempuan yang juga ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jabar itu.

Di sisi lain, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyoroti penggunaan pasal 5 dan pasal 13 yang diterapkan KPK kepada pemberi suap. Pasal itu cenderung tidak memberikan efek jera lantaran hukuman maksimal yang rendah. ”KPK harus mengembangkan kasus ini agar pelaku pemberi suap juga mendapatkan hukuman yang setimpal, apalagi pelakunya adalah kepala daerah,” ujarnya.

Editor : Ilham Safutra

Reporter : tyo/far/c19/fal

Saksikan video menarik berikut ini:

Alur Cerita Berita

Lihat Semua

Close Ads