JawaPos.com – Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf mengecam keras insiden penembakan yang dilakukan oleh oknum aparat sehingga mengakibatkan meninggalnya 6 anggota laskar FPI. Ia menganggap insiden mematikan yang menimpa laskar yang tengah mengawal Rizieq Shihab untuk mengisi pengajian subuh tersebut, sebagai tindakan biadab dan tidak berperikemanusiaan.
“Saya mengutuk tindakan pembunuhan tersebut. Sejujurnya, saya sangat menyesalkan tindakan oknum yang sangat gegabah dalam melakukan penindakan tersebut sehingga mengakibatkan hilangnya enam nyawa manusia sekaligus,” ujar Bukhori kepada wartawan, Selasa (8/12).
Anggota Komisi VIII DPR ini mengatakan aparat kepolisian sebagai orang yang terlatih, semestinya penggunaan senjata oleh aparat adalah upaya terakhir yang dilakukan dalam rangka melindungi diri atau orang lain dengan cara melumpuhkan.
“Senjata itu untuk melindungi dengan cara melumpuhkan bukan untuk mematikan,” tegasnya.
Ia juga menambahkan, dalam perspektif Islam, nyawa manusia ditempatkan dalam kedudukan yang sangat berharga. Pasalnya, bila terdapat seseorang yang dengan sengaja menghilangkan satu nyawa manusia, maka sama halnya dengan ia telah menghilangkan seluruh nyawa manusia.
Di sisi lain, ketentuan penggunaan senjata sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian. Pada pasal 2 ditegaskan bahwa tujuan dari penggunaan kekuatan adalah untuk pencegahan tindakan pelaku kejahatan dan perlindungan diri atau masyarakat dari perbuatan yang mengancam.
Sementara, dalam pasal 3 disebutkan bahwa prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian harus mengedepankan prinsip legalitas, nesesitas, proporsionalitas, kewajiban umum, preventif, dan masuk akal.
Bukhori juga menyoroti sejumlah kejanggalan dalam insiden tersebut. Misalnya, lokasi TKP tewasnya keenam anggota FPI yang tidak teridentifikasi dengan jelas.
“Bukti proyektil peluru yang bersarang di mobil petugas jika benar terjadi baku tembak, hingga fungsi intelijen yang seolah kecolongan karena tidak mampu melakukan antisipasi dini jika benar anggota laskar terbukti memiliki senjata,” ungkapnya.
Bukhori juga beranggapan, terdapat missing link dalam narasi yang disampaikan oleh Polri sehingga ruang yang tidak utuh tersebut justru menimbulkan skeptisisme bagi publik. Karena itu, ada dugaan pelanggaran HAM serius yang telah dilakukan akibat arogansi oknum aparat.
“Sebab, jika mengacu pada keterangan resmi DPP FPI menyebutkan bahwa anggota mereka yang menjadi korban justru tidak membawa senjata api maupun senjata tajam atau dalam posisi mengancam aparat sebagaimana dituduhkan oleh pihak Polri,” tuturnya.
Terlebih, kejanggalan semakin menguat mengingat posisi para korban saat itu adalah dalam rangka melakukan pengawalan Rizieq Shihab yang akan melakukan dakwah keluar kota, bukan mobilisasi massa ke dalam kota dalam rangka menghalangi penyidikan Polri.
“Ini adalah tindakan teror terhadap pemuka agama untuk kesekian kalinya. Ironisnya, tindakan kali ini justru dimotori oleh oknum aparat hingga mengakibatkan terenggutnya nyawa orang lain yang tidak bersalah,” ungkapnya.
Semestinya pemerintah menjadi yang terdepan dalam melindungi setiap warga negaranya, sekalipun mereka berseberangan pikiran dengan pemerintah. Sejak awal dirinya telah memperingatkan pemerintah supaya mengutamakan komunikasi yang persuasif, bukan intimidatif.
“Lakukan pendekatan yang merangkul, bukan memukul dalam menghadapi pihak yang kritis,” pungkasnya.