Putusan MK Soal Omnibus Law Dinilai Sudah Berkompromi

25 November 2021, 17:28:25 WIB

JawaPos.com – Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law inkonstitusional. MK meminta pembentuk Undang-Undang dalam hal ini, Pemerintah dan DPR bisa memperbaiki dalam tenggat waktu dua tahun.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia beserta 17 LBH di seluruh Indonesia, mendesak agar Pemerintah tidak sewenang-wenang memberlakukan Undang-Undang Cipta Kerja dan segala turunannya. Karena, MK sendiri tekah menyatakan secara formil pembentukan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law melanggar UUD 1945.

“Pemerintah tidak bisa memberlakukan dulu UU Cipta Kerja dan menghentikan segala proses pembuatan dan penerapan semua aturan turunannya. Pemerintah telah kehilangan legitimasi dalam menerapkan/melaksanakan UU Cipta Kerja,” kata Ketua YLBHI Bidang Advokasi, Muhammad Isnur dalam keterangannya, Kamis (25/11).

Isnur tak memungkiri, saat ini UU Cipta Kerja telah diberlakukan beserta seluruh Peraturan Pemerintah (PP) serta turunannya. Maka penting untuk menghentikan segera UU ini dan seluruh PP turunannya, demi mencegah timbulnya korban dari masyarakat dan lingkungan hidup.

“Dari putusan ini jelas pemerintah dan DPR telah salah, yakni melanggar konstitusi dan melanggar prinsip pembuatan UU, walaupun putusannya inkonstitusional bersyarat dimana Pemerintah diberikan kesempatan untuk memperbaiki. Tetapi putusan MK menggambarkan kekeliruan yang prinsipil,” tegas Isnur.

Dia berujar, sebelum MK menyatakan UU Cipta Kerja melanggar konstitusi, berbagai kelompok masyarakat di banyak wilayah dengan berbagai pekerjaan dan latar belakang telah mengatakan Omnibus Law Cipta Kerja inkonstitusional. Tetapi pemerintah hanya diam bergeming.

Karena itu, Pemerintah dan DPR harusnya menyadari kesalahan, terdapat kesalahan mendasar dalam pembentukan perundang dan seharusnya tidak mengulangi. Karena kekeliruan lainnya juga seperti dilakukan pada UU KPK, UU Minerba dan UU MK.

“Meminta pemerintah menghentikan segera proyek-proyek strategis nasional yang telah merampas hak-hak masyarakat dan merusak lingkungan hidup,” ungkap Isnur.

Meski demikian, Isnur menduga putusan MK dinilai sudah berkompromi. Karena meskipun menyatakan bertentangan dengan UUD, tetapi MK memberikan putusan yang menggantung atau tidak berani lurus dan tegas dengan logika hukum dan UU MK.

“Seharusnya MK membuat putusan dengan menyatakan ‘Batal’ saja, sehingga tidak membuat bingung dan mentoleransi pelanggaran. Ini juga membuat kondisi yang tidak mudah dipenuhi, dan malah menimbulkan ketidakpastian hukum,” pungkas Isnur.

Editor : Kuswandi

Reporter : Muhammad Ridwan

Saksikan video menarik berikut ini:


Close Ads