PKS Beri Tiga Catatan Kritis Soal Pedoman Penggunaan Pengeras Suara

25 Februari 2022, 15:06:20 WIB

JawaPos.com – Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf membeberkan tiga catatan kritis terhadap regulasi pengaturan pengeras suara di masjid atau musala yang dirilis Kementerian Agama (Kemenag) melalui produk Surat Edaran (SE) Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid/Musala.

Pertama, dari sisi regulasi, surat edaran bukanlah produk peraturan perundang-undangan, melainkan kebijakan yang mengatur urusan internal kelembagaan. Walau demikian, surat edaran tersebut anehnya tidak hanya dialamatkan kepada instansi vertikal atau satuan kerja di bawah Kementerian Agama, tetapi juga ditujukan kepada MUI, DMI, Ormas Islam serta pengurus masjid dan musala yang secara kedudukan merupakan entitas di luar Kemenag.

“Pertanyaannya adalah apakah surat edaran tersebut memiliki kekuatan mengikat sampai ke entitas di luar Kementerian Agama? Dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, produk berupa surat edaran tidak ditemukan dalam hirarki peraturan perundang-undangan,” ujar dia, Jumat (25/2).

“Surat edaran ini janggal karena mencoba mengatur masyarakat yang secara kedudukan berada di luar instansi Kementerian Agama,” kata dia.

Anggota Badan Legislasi ini mengatakan, pihaknya menghargai niat baik Kemenag untuk mewujudkan harmoni sosial melalui surat edaran tersebut. Namun, tidak semua isu dapat diselesaikan melalui pendekatan instruksi oleh negara.

Catatan kedua, secara substansi terdapat kelemahan dalam beberapa poin, misalnya persyaratan bagi pengguna pengeras suara mesti bersuara bagus dan tidak sumbang. Poin ini sebenarnya sangat bersifat subjektif karena tidak ada pihak yang berhak menentukan suara bagus atau tidak bagus dalam konteks ini.

“Lantas, bagaimana jika poin ini justru memicu gesekan sosial karena membuka potensi bagi setiap warga untuk saling menghakimi sehingga berujung pada disharmoni? Sebaliknya, aturan ini justru akan kontraproduktif dengan niat baik Menteri Agama di awal,” tuturnya.

Catatan kritis selanjutnya adalah poin tentang penentuan batas waktu penggunaan pengeras suara sebelum azan dikumandangkan dengan rentang 5-10 menit. Dirinya lantas mempertanyakan dasar yang digunakan oleh Kemenag dalam menentukan batas waktu tersebut.

“Selain masalah suara adalah batas waktu. Atas dasar apa Kementerian Agama menentukan rentang waktu 5-10 menit sebelum azan? Kenapa tidak 1-3 menit? Apakah sudah ada riset atau kajian sebelumnya? Sebab saya ragu akan hal tersebut,” ucapnya.

Ketua DPP PKS ini menambahkan, tugas Kementerian Agama adalah memastikan keharmonisan terpelihara. “Jika instansi ini mulai bertindak terlalu jauh dengan mengatur hal-hal teknis soal peribadatan, selain melampaui kewenangannya, sebaliknya hal itu dapat memicu disharmoni di tengah masyarakat,” pungkasnya.

Editor : Bintang Pradewo

Reporter : Saifan Zaking

Saksikan video menarik berikut ini:


Close Ads