Adi mengungkapkan, penyebab cuaca panas beberapa hari belakangan terkait dengan gerak semu matahari. Saat ini posisinya di selatan khatulistiwa. Otomatis, lanjut Adi, wilayah Jawa, khususnya Surabaya, terasa sedikit panas, tetapi masih dalam nilai klimatologisnya atau suhu maksimum dalam rentang 35–36 derajat Celsius.
”Kedua, karena kondisi akhir-akhir ini cerah kan. Jadi, matahari langsung menyinari bumi tanpa hambatan awan. Itu bukan heat wave,” jelasnya.
Ditanya tentang suhu maksimum Surabaya dan sekitarnya, Adi menyebutkan, menurut catatan, data suhu udara maksimum di Surabaya mencapai 36 derajat Celsius sesuai dengan nilai normalnya. ”Belum termasuk kategori ekstrem,” ujarnya.
Akun Instagram Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga memaparkan klarifikasi tentang gelombang panas tersebut. Ulasan yang terbit pada Sabtu (16/10) itu menjelaskan bahwa gelombang panas terjadi di wilayah yang terletak pada lintang menengah dan tinggi. Indonesia terletak di wilayah ekuator yang secara sistem dinamika cuaca gelombang panas tidak mungkin terjadi.
Selain itu, untuk dianggap sebagai gelombang panas, sebuah lokasi harus mencatat suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik. Misalnya, 5 derajat Celsius lebih panas daripada rata-rata klimatologis suhu maksimum dan setidaknya telah berlangsung dalam lima hari berturut-turut. Bila suhu maksimum terjadi dalam rentang rata-ratanya dan tidak berlangsung lama, kondisi itu bukan gelombang panas. Anda dapat membaca selengkapnya di bit.ly/HoaxHeatWave.
FAKTA