JawaPos.com – ”Indonesia, selamat datang di abad kedua Nahdlatul Ulama. Dunia, selamat datang di abad kedua Nahdlatul Ulama. Universe, welcome to the second century of Nahdlatul Ulama,” seru Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf.
Kalimat itu diteriakkan Gus Yahya, sapaannya, saat memberikan sambutan pada resepsi puncak Hari Lahir (Harlah) 1 Abad NU di GOR Delta, Sidoarjo, kemarin.
Kalimat senada ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, para kiai, dan nahdliyin yang memenuhi area GOR. ”Pak Jokowi dan Ibu (Iriana Jokowi, Red) sugeng rawuh, selamat datang di abad kedua Nahdlatul Ulama,” ucap Gus Yahya disambut tepuk tangan hadirin.
Dia menyampaikan, mulai kemarin NU sudah memasuki gerbang abad kedua. Dia mengajak warga nahdliyin untuk terus bekerja keras memajukan NU. Itulah cara untuk menghormati perjuangan para ulama yang mendirikan organisasi tersebut pada 16 Rajab 1344 Hijriah atau 31 Januari 1926 silam. ”Tidak ada yang lebih patut untuk kita lakukan selain syukur pada anugerah Ilahi. Dan berkhidmah dengan kerja keras dan ikhlas untuk mendapat berkah,” ujar Gus Yahya.
Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar mengingatkan warga nahdliyin untuk memiliki mental yang kuat. Memegang teguh prinsip ahlussunnah wal jamaah. Tidak mudah dipengaruhi pihak-pihak luar. Dia meminta prinsip itu menjadi bekal nahdliyin dalam memasuki abad kedua NU.
”Siapkan diri kalian untuk menerima kebenaran dan kebaikan. Jika orang-orang baik, kalian harus baik. Dan jika mereka rusak, kalian jangan menjadi orang zalim,” pesannya menyitir sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Tirmidzi.
PBNU juga menetapkan tekad 1 Abad NU. Deklarasi itu merupakan hasil Muktamar Internasional Fikih Peradaban yang digelar Senin (6/2) lalu di Surabaya. Dokumen terangkum dalam enam poin yang dibacakan Ketua Mustasyar PBNU KH Mustofa Bisri dalam bahasa Arab. Terjemahan dalam bahasa Indonesia dibacakan Ketua Panitia Harlah 1 Abad NU Zannuba Ariffah Chafsoh alias Yenny Wahid.
Isu krusial yang disikapi terkait pandangan sebagian kelompok Islam yang mencita-citakan penyatuan umat Islam dalam naungan negara tunggal. Yaitu, khilafah. Pendapat itu berakar pada tradisi fikih klasik. Bagaimana pandangan NU?
Alih-alih setuju dengan sikap itu, NU justru memilih jalan lain. Yenny mengatakan, NU mengajak umat Islam untuk menempuh visi baru dengan mengembangkan wacana baru tentang fikih. Yaitu, fikih yang dapat mencegah eksploitasi identitas. Menangkal penyebaran kebencian antar golongan. Tapi, di sisi lain mendukung solidaritas, saling menghargai perbedaan manusia, budaya, dan bangsa-bangsa di dunia. ”Kami mendukung lahirnya tatanan dunia yang sungguh-sungguh adil dan harmonis,” kata Yenny yang membacakan teks.
Tatanan yang didasarkan pada penghargaan atas hak-hak yang setara serta martabat setiap umat manusia. ”Visi seperti inilah yang justru akan mampu mewujudkan tujuan-tujuan pokok syariah,” papar Yenny.
Dia menjelaskan, keinginan mendirikan kembali negara khilafah dinilai berbahaya saat ini. Di luar semangat untuk menyatukan umat Islam sedunia, khilafah berpotensi menimbulkan gejolak sosial. Sebab, muslim dan nonmuslim akan memiliki hubungan yang saling berhadapan. ”Sehingga NU berpandangan tidak pantas untuk diusahakan dan dijadikan sebagai aspirasi,” beber Yenny.
Dia menyampaikan ISIS sebagai contoh kasus. Pendirian ISIS berakhir dalam kekacauan dan justru berlawanan dengan tujuan-tujuan pokok agama. Bahwa dalam syariat Islam harus menjaga lima prinsip. Yaitu, nyawa, agama, akal, keluarga, dan harta. ”Usaha mendirikan kembali negara khilafah nyata-nyata bertabrakan dengan tujuan-tujuan pokok agama,” lanjutnya.
Upaya itu bisa menimbulkan ketidakstabilan dan merusak keteraturan sosial-politik. Lebih dari itu, jika berhasil, usaha-usaha tersebut akan mengakibatkan runtuhnya sistem negara bangsa serta mengakibatkan konflik berbau kekerasan yang akan menimpa sebagian besar wilayah di dunia. Sejarah menunjukkan, kekacauan karena perang pada akhirnya akan selalu didampingi dengan penghancuran yang luas atas rumah ibadah, hilangnya nyawa manusia, hancurnya akhlak, serta tatanan keluarga.
Di sisi lain, lembaga multilateral seperti PBB berikut piagamnya dinilai masih menjadi dasar paling kukuh untuk mengembangkan fikih baru. Piagam PBB dimaksudkan sejak awal untuk mengakhiri perang yang amat mendesak. Tapi, NU menilai PBB belum sempurna dan harus berbenah. ”Ini penting guna menegakkan masa depan peradaban umat manusia yang damai dan harmonis,” tandas Yenny.
Presiden Joko Widodo hadir dalam resepsi 1 Abad NU. Pada kesempatan itu, Jokowi meyakini bahwa NU tumbuh dan mampu menjadi teladan dalam keberislaman yang moderat. Sebagai organisasi Islam terbesar di dunia, NU layak berkontribusi bagi masyarakat internasional. ”Pemerintah sangat menghargai upaya PBNU untuk ikut membangun peradaban dunia yang lebih baik dan lebih mulia,” katanya.
Jokowi memandang NU sebagai organisasi yang mampu menjaga ketahanan masyarakat dalam menghadapi berbagai tantangan dunia. Karena itu, Jokowi mendorong NU untuk tetap menjadi garda terdepan dalam membaca gerak zaman yang terus mengalami perubahan. ”NU harus terdepan dalam membaca perkembangan teknologi dan transformasi ekonomi serta menjaga tatanan sosial yang adil dan beradab,” ujar Jokowi.
Mantan gubernur DKI Jakarta itu berharap lembaga pendidikan NU dapat mempersiapkan para nahdliyin muda yang mampu beradaptasi dan menjawab tantangan global. Di samping itu, para generasi muda harus dirangkul agar tradisi dan adab keislaman tetap mengakar kuat di dalam diri mereka.
”Saya juga berharap NU merangkul dan memberi perhatian serius kepada generasi muda agar tetap mengakar kuat kepada tradisi dan adab ahlussunnah wal jamaah. Terus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,” ucap Jokowi.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menegaskan, NU harus bertransformasi dan adaptif dengan perkembangan zaman. Ma’ruf yang juga menjabat mustasyar PBNU mengatakan, perubahan zaman selalu diiringi dengan aneka tantangan. Baginya, budaya transformasi dan adaptasi sejatinya sudah berjalan di NU. Sejak berdiri hingga saat ini, NU terus bertransformasi. Kondisi itu bisa dilihat dari kontribusi yang diberikan para tokoh atau kiai NU.