Nama belakang Sang Panembahan ini nyeleneh. ”Surosujanck.” Mesti pakai titik. Seorang karyawati bank disindirnya halus saat tak menerakan titik di belakang ”Surosujanck.”.
—
MUNGKIN karena cantik memang kutukan, seperti pepatah kuno China, mbak-mbak blasteran Palembang-Jawa ini disindir, tapi tak merasa disindir. Agak pekok. Pekan depannya lagi ia malah menulis nama belakang Sang Panembahan ”Surosujancuk”. Sudah tak pakai titik, dibidahi ”u” pula.
Kelakuan Panembahan Flexing lebih nyeleneh lagi ketimbang namanya. Biasanya orang flexing itu kan cuma memamerkan benda-benda yang jadi hobinya. Yang hobi otomotif ”plexing” Vespa, Mini Cooper, VW Safari, dan kendaraan-kendaraan unik lainnya. Mereka tidak akan ”pleksing” buah-buahan. Paling banter vespa-vespa merek terbaru, berbagai warna, dibeli dan dipamerkan renteng seperti buah-buahan.
Panembahan Flexing Surosujancuk, eh maaf, kok jadi ketularan mbak-mbak bank itu…. Panembahan Flexing Surosujanck. ini apa saja dipamerkannya. Ya upilnya, ya burung-burungnya, ya tanahnya, ya airnya…ya…Pokoknya semuanya ia pamerkan. Andai kentut punya rupa, pasti sudah ia pajang pula di media sosialnya.
Siapa tahu ada yang tertarik bikin investasi bau kentut setelah ramai-ramai orang posting rupa kentut. Sekarang yang lagi viral di media sosial, kan, baru mencium bau ketiak. Itu pun rupa bau ketiaknya belum bisa ditampilkan oleh teknologi. Teknologi baru sanggup memamerkan rupa atau ekspresi diri maupun pacar yang mengendus ketek. Investasi bau ketek juga belum ada demi lahirnya crazy rich-crazy rich baru.
***
Suatu hari Panembahan Flexing Surosujanck. bikin pameran tangan… Dari tangan yang ringan tangan, tangan yang panjang tangan, sampai tangan besi. Tangannya ia taruh di timbangan sembari agak diangkatnya dikit. Tangan jadi ringan. Dipotret. Diunggah. Tangannya dipotret dengan lensa lebar sehingga kelihatan panjang. Terakhir, tangannya ditempurungi besi.
Panembahan Flexing Surosujanck. akan memamerkan foto tangan-tangan itu dalam dua periode saja. Pekan ini dan pekan depan. Periode ringan tangan. Lalu periode panjang tangan semi-semi tangan besi. Ah, tidak. Tapi, dalam tiga periode, ding: periode ringan tangan, periode panjang tangan, dan periode tangan besi. Ah, tiga periode ini bukan maunya Panembahan. Ada yang nyerocos demikian. Itu cuma nafsu busuknya orang-orang seputar Panembahan. Mereka berharap akan terus mengeruk banyak untung bila Panembahan pameran tiga periode.
***
Resah pada sikap Panembahan, mahasiswa-mahasiswi akhirnya demo. Demo mereka di berbagai daerah. Yang di ibu kota, mereka berduyun-duyun di depan padepokan perwakilan kawula. Mereka demo flexing. Ada yang flexing logo jaket almamaternya. Ada yang demo flexing tata rambut dan rias wajahnya selain demo masak. Sebagian, tampak bukan mahasiwa-mahasiswi, flexing sopan santun mengeroyok orang.
Demo tersebut, menurut seorang pengemudi ojol, mungkin didanai oleh orang-orang seputar Panembahan yang ingin Panembahan flexing tiga periode. Merekalah kelompok yang tak berani terang-terangan menyatakan sikap mendukung tiga periode, namun berhasil memanfaatkan kelompok-kelompok lain sesama orang-orang seputar Panembahan untuk menyuarakan ”tiga periode”.
Kelompok itu flexing tangan juga seperti Panembahan, tapi tangan yang nabok nyilih tangan. Tujuannya, kelompok-kelompok sesama di sekeliling Panembahan yang telah menyatakan dukungan tiga periode jadi makin dibenci kawula setelah demo besar-besaran ini. Nanti kelompok-kelompok itu akan keok suaranya. Kelompok flexing tangan yang nabok nyilih tangan akan semakin unggul.
”Ah, ini analisis ngawur!!!” bantah seorang driver non-online, didukung pasangan Sastro-Jendro.
***
Seorang mahasiswi tetiba melepas ikat rambutnya. Setelah mengibas-ngibaskannya untuk menyempurnakan urai rambutnya jatuh ke pundak, berpekik, ”Maksud Panembahan Flexing Surosujanck. pameran tangan-tangan ini apa!!!???”
Yang menjawab bukan Panembahan langsung, tapi penasihatnya. Sudah lama mantan jawara ini tak turun tangan, pertanda keadaan sudah lampu merah, ”Tujuan flexing tangan beliau, agar rakyat bisa membedakan, mana tangan besi asli, mana tangan besi palsu.”
Mahasiswi rambut terurai dengan seekor monyet di pundak kanannya bagai pendekar dari suatu gua itu cekikikan. Si Buti dari Gui Hanti ini semakin…”Hush? Si Buta…” teriak driver ojol. Driver non-ojol membantah, ”Ah, itu, kan, kalau laki-laki. Sudah bener Si Buti dari Gui Hanti. Hormati perempuan! Apalagi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, kan, sudah disahkan!?”
Purna sudah dua periode ketawanya, di antara Jumat Agung dan Minggu Paskah. Si Buti dari Gui Hanti merespons pernyataan penasihat yang mantan jawara, ”Flexing ringan tangan, panjang tangan, dan tangan besi, tujuannya agar rakyat bisa membedakan mana ringan tangan yang ori dan kw? Mana panjang tangan yang murni dan palsu? Mana tangan besi yang legal dan yang ilegal? Itu gampang, Pak! Rakyat ndak usah diajari lagi. Akhiri saja pamer benda-benda ini! Yang sekarang kita semua, rakyat dan pemimpin, perlu sama-sama belajar dari pameran adalah membedakan mana KEBAHAGIAAN sungguhan dan mana KEBAHAGIAAN pura-pura!”
Esoknya, disaksikan monyet mahasiswi, negara penuh dengan flexing kebahagiaan. (*)
SUJIWO TEJO
Tinggal di Twitter @sudjiwotedjo dan Instagram @president_jancukers