Tangis si Mata Kelinci

Oleh SUJIWO TEJO
10 April 2022, 09:48:41 WIB

Kabar terakhir tidak dari seputar Ukraina. Benarkah Rusia adalah ”bangsa Rum”, bangsa anak cucu Romawi yang 16 abad lalu dinubuatkan sebagai bangsa yang akan disengkuyung 80-an negara-negara seagama untuk melawan kezaliman dunia? Benarkah Ukraina bukanlah target nyata?

UKRAINA hanyalah mandala bagi Rusia untuk memerangi sesuatu yang lebih besar, yang dianggap biang kerok kezaliman dunia?

”Kowe mikir opo to, Maaassss, Mas?” Jendro mencolek Sastro, seolah tahu betul apa yang lagi seru-serunya berkecamuk di benak suaminya pagi itu, di bawah nangka pekarangan rumahnya.

”Mbok mikir itu yang nyata-nyata saja!”

Jendro membeberkan meme viral tentang yang ia maksud nyata-nyata itu. Pertalite kosong, padahal antrean sudah kadung panjang. Kenapa kosong, sebab sedang menunggu truk pengangkutnya yang di tengah jalan sedang antre solar. Solarnya kosong, sebab menunggu truk pengangkutnya yang di tengah jalan sedang antre di warung Tegal. Kenapa antrean warung Tegal panjang, sebab bakulnya lagi antre minyak goreng. Kenapa antre minyak goreng?

”Sebab mobil boks pengangkutnya sedang antre pertalite!” jawab Sastro mempertemukan lingkaran setan saat diminta Jendro untuk mengisi teka-tekinya.

”Tidak begitu, Mas. Sebab penjual minyak gorengnya lagi tekun membaca pernyataan melegakan dari Pak Jokowi. Beliau meminta agar menteri-menterinya tidak ada lagi yang berbicara tentang penundaan pemilu maupun perpanjangan periode presiden… Para menteri diharap lebih fokus menghadapi kesulitan-kesulitan nyata yang dihadapi warga.”

***

Kabar terakhir tidak dari seputar Ukraina. Kabar terakhir berasal dari sekitar-sekitar sini saja. Yaitu, manusia masih gemar yang nyata-nyata. Jendro tadi contohnya. Juga Zoom. Pertemuan audiovisual via internet yang sudah nyata ini masih dianggap belum nyata. Begitu pun video call. Yang nyata adalah mudik Lebaran demi bertemu langsung dengan keluarga dan handai tolan.

Itu sebabnya pengurus negara tampak serbasalah. Ingin mengendurkan prokes Covid-19 agar ekonomi siuman. Masyarakat bahagia. Perekonomian Bali terbukti sudah menggeliat. Pun daerah-daerah lain. Namun, Lebaran sebentar lagi. Beberapa warga di Jakarta sudah mendandani sepeda motornya buat mudik. Prokes kelihatannya akan diperketat lagi dengan takaran tertentu.

Belum jelas, benarkah 80-an negara-negara seagama bersatu padu mendukung bangsa Rum? Kejauhan. Yang sudah nyata dan dekat-dekat saja, bangsa Indonesia sudah bersatu buat mudik.

Dibanding dengan yang dulu-dulu, belum jelas apakah bangsa Indonesia kini bergerak ke arah maju atau bergerak ke arah mundur? Atau, lebih parah lagi, maju ke arah mundur. Bila mobil, mundurnya tidak atret. Mobil berputar balik. Maju, tetapi ke arah mundur.

Semua masih bisa diperdebatkan. Belum jelas. Yang sudah jelas, bangsa Indonesia sudah mulai bersatu padu ke arah mudik.

***

Mudik memang lebih nyata ketimbang video call dan sebangsanya. Orang pun masih lebih suka pada yang nyata-nyata. Berkali-kali Jendro bilang ke suaminya, apa sih menariknya nonton balapan sepeda motor hingga negara-negara sekarang berlomba-lomba memiliki sirkuit balap. Manusia berduyun-duyun melancong ke sirkuit-sirkuit tersebut. ”Wong cuma nonton pembalap muter-… Mbok sudah sana, duduk anteng nonton dari televisi saja… sambil ngabuburit… nanti buka puasa tak gorengno nangka tepung, kalau minyaknya masih ada…”

”Beda, Dik… Beda… Nonton langsung di sirkuit balap itu lebih nyata. Derum mesin-mesin motornya lebih nyata. Deru campur debunya pun lebih nyata. Tak tergantikan oleh televisi… Tak tergantikan oleh YouTube…. Tak….”

Belum selesai obrolan mereka muncullah anak gadis tetangga. Muncul-muncul sudah menangis. ”Betulkah…orang…yang…punya…tato…tidak akan…bisa…ma…ma…masuk surga?” tanyanya terbata-bata. ”Sa…ya… Sudah menahan pertanyaan ini…Sejak….Sejak…Dua bulan puasa yang lalu… Bulan puasa ini, saya sudah…sudah tidak bisa menahannya… Jadi, saya…masuk…nera…ka?”

Gadis bermata kelinci itu menyingkap lengan panjangnya. Tangannya penuh tato. Sastro-Jendro saling plonga-plongo. Keduanya merasa bukan agamawan yang pantas menjawabnya. Mau bilang ”tidak tahu, orang tatoan bisa masuk surga atau tidak”, takut membuat tangis gadis ini makin menjadi-jadi.

Jendro mencolek Sastro, pertanda menunjuk suaminya sebagai juru bicara.

”Sudah. Sudah. Jangan nangis… Gini, lho, Nduk… Hmmm… Kami tidak tahu apakah gadis tatoan permanen seperti kamu akan masuk neraka… Kami bukan ahlinya. Lagian, tato permanen itu apa memang ada? Tato ini melekat pada hidupmu, padahal kehidupan tidak ada yang permanen… Semua makhluk hidup akan sirna… Aku, Bude Jendro, kamu…dan semuanya…temporer…tato permanenmu pun sejatinya tato temporer…”

Si mata kelinci berhenti menangis. Sastro kaget pada jawabannya sendiri. Kedua tangan Jendro mengelus-elus rambut panjang si gadis. Jempolnya tertutup rambut. Ia memain-mainkan matanya seolah mandala yang kasih jempol pada suaminya.

”Yang penting, tatoan atau tidak, sebagai bangsa kamu masih punya cita-cita. Kamu punya cita-cita, kan?”

”Punya, Pakde…”

”Bagus. Apa?”

”Mudik!” (*)


SUJIWO TEJO

Tinggal di Twitter @sudjiwotedjo dan Instagram @president_jancukers

Editor : Ilham Safutra

Saksikan video menarik berikut ini:


Close Ads