Apakah masyarakat urban, dengan kemajuan teknologi yang memungkinkan kita bekerja dari mana pun (termasuk rumah), serta dipaksa oleh pandemi berkepanjangan, akan mengarah kita ke sana? Ke ”hidup adalah bekerja”?
Ingat beberapa waktu lalu dengan semacam kampanye ”work from Bali”? Bali yang selama ini dibayangkan sebagai tujuan wisata, tempat untuk berlibur, bakal menjadi tempat bekerja? Orang liburan atau bekerja?
Apakah kita akan hidup seperti masyarakat agraris, berproduksi selaras dengan degup alam? Kita atur sendiri kapan bangun, kapan makan, kapan bekerja, kapan rebahan, tanpa harus ikut jadwal bersama, kecuali alam yang menghendaki?
Ah, jangan-jangan ini hanya tipuan baru mesin-mesin perusahaan? Kita seolah-olah santai, tapi sebetulnya target-target produksi sudah dipasak? Kita merasa liburan, tapi sebetulnya terus-menerus bekerja? Tahu-tahu umur sudah tua, dan cerita Lima Sekawan jadi sekadar dongeng masa kecil. (*)
*) EKA KURNIAWAN, Penulis dan novelis, nomine The Man Booker International Prize 2016