Dear An yang baik…
Kuharap kabarmu baik-baik saja
bersama keluarga dan orang-orang tercinta.
Di sini kabarku jua baik-baik saja. Tiada kurang suatu apa…
SEPOTONG kalimat pembuka dalam surat itu adalah kalimat dari sahabat dekat saya, Ji, yang berada jauh dari tempat saya tinggal. Kalimat yang ditulis dengan pulpen bertinta biru sebagai tanda kangen. Waktu itu warna menjadi tanda yang begitu impresif. Warna dapat menerbitkan berbagai macam rasa: merah pertanda marah, hitam keadaan baik-baik saja, biru melambangkan kangen. Sang pembaca surat pasti senyum-senyum sendiri saat membacanya.
Keindahan seperti itu hanya dapat dirasakan generasi remaja sebelum milenial. Sebab, budaya surat-menyurat telah tergusur teknologi. Media surat di atas kertas telah bergeser ke media digital. Lantas, bagaimana pergeseran media dan budaya itu terjadi?