Berebut Kenangan

Oleh EKA KURNIAWAN
12 Desember 2021, 09:17:52 WIB

Di masa depan, bisa jadi alat-alat tambahan itu menyatu dengan tubuh biologis kita dan fungsinya melampaui imajinasi kita hari ini. Kulit kita bisa saja terbuat dari elemen kuat antipeluru. Kita bisa jadi mempergunakan kornea mata buatan sehingga bisa melihat tembus pandang. Suatu hari kita bisa berkomunikasi antar pikiran. Khayalan kita bisa semakin melangit jika diteruskan.

Di antara semuanya, kenapa kita begitu terobsesi dengan ingatan sehingga butuh menciptakan perkakas untuk membantunya?

Kenapa kita ingin mengenang segala yang telah berlalu, bahkan yang tak pernah benar-benar kita alami? Kenapa kita ingin ada momen-momen yang terabadikan? Kenapa kita ingin dikenang di masa depan, baik oleh diri sendiri kita usia beranjak senja maupun oleh generasi berikut?

Saya yakin banyak orang dan ahli pernah mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Saya sendiri sering berpikir, kefanaan hidup manusia membuat setiap momen dalam hidup manusia menjadi sangat penting. Setiap hal menjadi unik, dan kita mencoba memberinya makna terus-menerus untuk hidup sekarang dan masa depan.

Melalui foto almarhum ayah, misalnya, tiba-tiba saya terkenang obrolan-obrolan pendek kami. Obrolan-obrolan itu sering membantu saya, menjadi sejenis pemandu atau penghibur, di saat hati goyah menghadapi kehidupan. Sering juga saya belajar dari hal sederhana, misal kemeja yang dipergunakannya, yang kelabu sering dicuci.

Lewat film semacam Naga Bonar, penonton Indonesia bisa mengenang masa-masa awal republik ini, bisa jadi hiburan kocak untuk memahami kenapa kita sampai di sini sebagai sebuah bangsa. Melalui novel semacam Max Havelaar, pembaca Belanda mengenang negeri asing yang pernah dijajahnya, dan mungkin belajar kembali bagaimana memandang manusia.

Editor : Ilham Safutra

Saksikan video menarik berikut ini:


Close Ads