Cerpen
Kerbau Terakhir Kakek Is
Kusaksikan segalanya semakin memburuk, dari waktu ke waktu. Sepuluh hari yang lalu, kerbau terakhir yang dimiliki Kakek Is terjual dengan harga rendah.
Berita Hari Ini
Kerbau Terakhir Kakek Is
Kusaksikan segalanya semakin memburuk, dari waktu ke waktu. Sepuluh hari yang lalu, kerbau terakhir yang dimiliki Kakek Is terjual dengan harga rendah.
Setidaknya Ada Anjing yang Berkaing-kaing
Kali pertama lelaki tua itu terlihat di bangku taman sambil mengupas sebuah delima. Tangannya yang keriput menyibak kulit delima yang mulus.
Tentang Perempuan Tua dari Kampung Bukit Batu*
Mak Atut sudah menghitung. Setengah jam setelah setang kereta untanya putar balik ke pasar kecamatan ia akan menepi di sebuah langgar di perbatasan Bukit Batu.
Malam Dingin Tak Lagi Terlihat
Sekarang waktu sembahyang rosario dan mereka semua duduk di pelataran rumah Mama Sira. Angin musim kering berembus dari belakang pohon cermele, membawa dengking
Di Bawah Langit yang Sama, Kita Berdansa
Kau mendongakkan wajah pada langit kelabu sewarna udara dan jalanan dan paras kota yang kehilangan cemerlang.
Ratu Kecantikan
Aku melihatnya di diskotek dekat Alun-Alun Kota Bandung. Ia melenggak-lenggok di atas catwalk, di antara asap rokok dan goyangan dangdut koplo.
Rumah Itu, Rumah Opium
Aku sedang berada di depan gerbang rumah besar, mencari-cari tombol bel pintu ketika sebuah mobil berbelok dan lampunya menyorot persis pada gerbang di depanku.
Rumah (Te)tangga
Ia melempar bungkus rokok setelah meloloskannya satu lantas membakarnya, mengisapnya dengan cepat dan mengembuskannya dengan cepat pula.
Perjalanan Kesembilan Puluh Sembilan
Setelah mengamati kembali catatannya, Penulis sadar rencananya kali ini suci. Sambil duduk, ia menambahkan di liak-liuk rute yang sudah digambarnya.
Tiga Helai Karet Gelang di Tangan Seorang Ayah
Setelah upacara ”pemakaman” guruku yang menguras perasaan, aku beruntung menemukan sebuah warung bubur sederhana pinggir jalan, persis di seberang gerbang.
Setelah Sepasang Bulan Sabit Saling Mengait
Sebelumnya, paling tidak ketika di langit Oktober 1967 tampak sepasang bulan sabit saling mengait, hujan belum mengguyur bantaran Sungai Glugu.
Sesaat sebelum Fajar
Beku, teramat beku. Pendulum belum berdentang, apalagi kokok ayam jantan. Samudra masih jelaga. Konon, waktu terdingin adalah sesaat sebelum fajar.
Kapten Hanya Ingin ke Dili
Melirik ke belakang, Firmus tak menemukan tiga kondektur yang seharusnya menjaga karung-karung cendana. Ia tak bisa menyalahkan mereka.
Mimpi Buruk Talita
Ini benar-benar tempat hantu yang nyata, pikir Talita. Sudah nasib. Atau tepatnya, sudah takdir. Sudah menjadi takdirnya bersuami seorang lelaki buruk rupa.