Minggu, 2 April 2023

Utang Rp 2 Juta Pada Rentenir, Motor Disita

- Minggu, 24 September 2017 | 07:35 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

JawaPos.com- Begitu mudah mencari korban-korban rentenir. Di Gresik yang juga Bumi Wali ini, para lintah darat itu ”mencengkeram”, ”mencekik”, bahkan ”membunuh” ekonomi rakyat miskin. Mereka seolah bebas memperkaya diri.


Kasus Siti Khomsah (warga Cerme), Rusti (Benjeng), dan Fara (Kota Gresik) ternyata hanya contoh kecil. Di Kota Pudak, bertebaran korban-korban rentenir yang semakin miskin. Rumah dan harta disita. Hidup ”diteror” utang.


Rodhiah, warga Cermenlerek, Kecamatan Kedamean, menceritakan deritanya. Ibu dua anak itu terpaksa berutang kepada lintah darat pada 2013. Uang tersebut digunakan untuk biaya sekolah sang anak. Saat itu Munir, suami Rodhiah, baru kena PHK (pemutusan hubungan kerja). Padahal, anak pertama mereka membutuhkan uang untuk masuk SMP.


Suami sebenarnya melarang. Namun, Rodhiah nekat ngutang ke rentenir. Setelah berdebat panjang, Munir terpaksa setuju. Mereka merasa tidak ada jalan lain. Mau pinjam ke bank, mereka tidak punya barang untuk jaminan.


Utang rentenir memang cepat. Tidak ada syarat khusus. Namun, begitu korban akan terima uang, ”aturan main” ditetapkan. Rodhiah diberi tahu bahwa batas pengembalian maksimal 3 bulan. Bunganya 30 persen. ”Jadi, bunga per bulan 10 persen,” ungkap perempuan 37 tahun tersebut.


Rodhiah pun setuju. Dia utang Rp 2 juta. Uang tersebut dipakai untuk membayar buku dan seragam. Sisanya digunakan untuk makan sehari-hari dan modal berjualan jus buah di depan rumah. ”Akadnya saat itu, utang harus dikembalikan Rp 2,6 juta dalam tiga bulan,” ungkapnya. Artinya, bunga setiap bulan Rp 200 ribu.


Petaka mulai terasa. Rodhiah tidak mampu bayar. Oleh rentenir tersebut, bunga pinjaman dilipatgandakan. Utangnya terus bertambah Rp 600 ribu setiap tiga bulan. Perempuan asal Kabupaten Nganjuk itu semakin tidak berdaya.


Jangankan membayar pokok utang, bunganya saja begitu berat. Uang hasil berjualan habis untuk makan dan uang saku anaknya. Belum lagi uang jajan untuk anak keduanya yang masih 3 tahun. Munir pun bekerja serabutan sejak kena PHK. Penghasilannya tak menentu. ”Kadang nguli (jadi kuli bangunan, Red),” kata Rodhiah.


Aksi paksa mulai dilakukan. Sepeda motor Honda Revo milik Munir diambil sebagai jaminan. Harganya dianggap sekitar Rp 5 juta. ”Saat itu utang saya sudah jadi Rp 5,6 juta,” ungkapnya. Bahkan, pada September 2015, utang mereka sudah mencapai Rp 7,4 juta.


Tabungannya dan Rodhiah hanya cukup untuk melunasi bunga Rp 400 ribu. ”Uang itu kami berikan sambil memohon agar motor bisa dikembalikan,” ungkap Munir sambil menunjukkan catatan utangnya.


Awalnya, rentenir menolak. Munir akhirnya memberanikan diri berjanji. Utang akan dibayar lunas pada akhir 2015. ”Kalau lewat akhir tahun, motor saya ambil lagi lho,” ucap Munir menirukan ancaman si rentenir.


Pada Desember 2015, Munir memberanikan diri utang uang Rp 8 juta ke seorang teman. Kebetulan, dia sudah diterima bekerja sebagai satpam. Total, dia harus membayar persis Rp 8 juta. ”Jadi, uang Rp 400 ribu yang saya bayarkan dulu tidak dihitung,” jelas lelaki 42 tahun tersebut.


Munir berterima kasih kepada temannya yang mau meminjami uang tanpa bunga. Utangnya bahkan boleh diangsur. ”Sekarang punya utang teman sedikit-sedikit. Yang penting wajar. Saya kapok utang rentenir,” ungkapnya.

Editor: Administrator

Tags

Terkini

Masyarakat Lintas Agama Iringi Pemakaman Bayu

Rabu, 23 Mei 2018 | 14:40 WIB

Bonek dan The Jakmania Tewas Kecelakaan

Selasa, 22 Mei 2018 | 16:36 WIB

Pasokan BBM di Jatim Ditambah 15 Persen

Selasa, 22 Mei 2018 | 14:09 WIB
X