JawaPos.com - Bupati nonaktif Probolinggo, Puput Tantriana Sari dan suaminya yang merupakan Anggota DPR RI Fraksi Nasdem, Hasan Aminuddin didakwa menerima suap terkait jual beli jabatan. Keduanya menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (25/1).
"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang yang seluruhnya sebesar Rp 360.000.000," kata Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto membacakan surat dakwaan.
Penerimaan suap tersebut diduga dari sejumlah ASN di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Diduga penerimaan uang itu untuk menempati posisi jabatan kepala desa yang kosong selama 6 bulan, karena pengunduran masa pemilu kades.
Mereka yang diduga memberi suap di antaranya Sumarto, Ali Wafa, Mawardi, Mashudi, Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, Kho'im, Akhmad Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nurul Huda, Hasan, Sahir, Sugito, dan Samsudin.
"Diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," ucap Jaksa Wawan.
Jaksa Wawan menjelaskan, kasus bermula saat Puput Tantriana Sari diangkat menjadi Bupati Probolinggo periode 2018-2023, menggantikan suaminya Hasan Aminuddin yang sebelumnya merupakan Bupati Probolinggo dua periode. Meski sudah tidak lagi menjabat, Hasan Aminuddin diduga masih melakukan intervensi dalam penentuan jabatan di Pemkab Probolinggo. Karena, terhitung pada 9 September 2021 terdapat 253 kepala desa di Kabupaten Probolinggo yang akan berakhir masa jabatannya, termasuk di dalamnya 13 kepala desa di Kecamatan Krejengan dan 12 kepala desa di Kecamatan Paiton.
"Atas berakhirnya masa jabatan kepala desa tersebut, Puput Tantriana Sari mengeluarkan kebijakan untuk melaksanakan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) secara serentak pada Februari 2022 yang berakibat
terjadinya kekosongan jabatan kepala desa kurang lebih selama 6 bulan," ungkap Jaksa Wawan.
Meski Puput Tantriana Sari belum menerbitkan peraturan bupati tentang penundaan Pilkades, namun pada 2 Agustus 2021, Puput melalui Suparwiyono meminta kepada Edy Suryanto untuk mengamankan kebijakan Puput tersebut. Selain itu, Puput juga menyampaikan agar usulan Pj. Kades diseleksi dan mendapat persetujuan (ACC) dari Hasan Aminuddin meskipun tidak memiliki kewenangan dan kapasitas memberi persetujuan.
"Adapun untuk dapat diusulkan menduduki jabatan sebagai Pj. Kades harus memenuhi persyaratan antara lain Pegawai Negeri Sipil (PNS), tidak menduduki jabatan struktural, bukan tenaga kesehatan dan bukan tenaga kependidikan (guru) serta memberikan imbalan kepada Puput melalui Hasan Amimuddin," beber Jaksa Wawan.
Menindaklanjuti hal tersebut, Edy Suryanto menyampaikan kepada para camat di lingkungan Pemkab Probolinggo diantaranya yakni, Doddy Kurniawan selaku Camat Kerajengan dan Muhammad Ridwan selaku Camat Paiton. Usulan Pj. Kades terlebih dahulu harus mendapat persetujuan (ACC) Hasan Aminuddin.
"Apabila tidak mendapat persetujuan dari Hasan Aminuddin, maka Dinas PMD tidak akan memproses usulan tersebut, disamping itu, calon Pj. Kades juga harus menyiapkan uang untuk diberikan kepada Puput melalui Hasan Aminuddin yang pelaksanaannya dikumpulkan kepada masing-masing camat sebagai kepanjangan tangan dari Puput," papar Jaksa Wawan.
Hasilnya, ada 18 nama ASN yang diajukan oleh keduanya untuk menjadi pejabat kades. Masing-masing diminta untuk menyerahkan uang sebesar Rp 20 juta dan hasil pengelolaan tanah bengkok sebagai fee kepada Puput dan Hasan.
Mereka yang diduga memberikan uang untuk menjadi pejabat kades di antaranya Sumarto, Ali Wafa, Mawardi, Mashudi, Maliha, Mohammad Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, Kho'im, Akhmad Saifullah, Jaelani, Uhar, Nurul Hadi, Nurul Huda, Hasan, Sahir, Sugito dan Samsudin.
Puput dan Hasan didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.