JawaPos.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil seorang ibu rumah tangga, Eliza Alex Noerdin. Istri dari mantan Gubernur Sumatra Selatan (Sumsel) Alex Noerdin itu diagendakan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Musi Banyuasin.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DRA (Bupati nonaktif Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin)," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (7/12).
Juru bicara KPK bidang penindakan ini mengharapkan, Eliza bisa hadir dari pemanggilan KPK. Keterangannya dianggap penting untuk membongkar dugaan suap yang dilakukan Dodi Reza Alex Noerdin.
Selain Eliza, tim penyidik lembaga antirasuah juga mengagendakan pemeriksaan terhadap Mursyid yang merupakan Ajudan Bupati Musi Banyuasin. "Mursyid, Ajudan Bupati Musi Banyuasin diperiksa untuk DRA," ucap Ali.
KPK telah menetapkan Bupati Musi Banyuasin, Dodi Reza Alex Noerdin yang merupakan anak dari mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa infrastruktur di Musi Banyuasin. Selain Dodi, KPK juga menetapkan Kepala Dinas PUPR Musi Banyuasin Herman Mayori.
KPK juga menetapkan dua tersangka lain dalam kasus ini. Keduanya yakni pejabat pembuat komitmen (PPK) Dinas PUPR Musi Banyuasin Eddi Umari dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara, Suhandy.
Dodi diduga dijanjikan fee sebesar Rp2,6 miliar dalam pengerjaan empat proyek infrastruktur di Kabupaten Musi Banyuasin senilai Rp19,89 miliar. Commitment fee yang sudah terealisasi sebesar Rp1,77 miliar.
Adapun pengerjaan empat proyek yang dimenangkan oleh PT Selaras Simpati Nusantara, pertama, Rehabilitasi Daerah Irigasi Ngulak III (IDPMIP) di Desa Ngulak III, Kecamatan Sanga dengan nilai kontrak Rp2,39 miliar. Kedua, peningkatan jaringan irigasi DIR Epil dengan nilai kontrak Rp4,3 miliar.
Ketiga, peningkatan jaringan irigasi DIR Muara Teladan dengan nilai kontrak Rp3,3 miliar. Keempat, normalisasi Danau Ulak Ria Kecamatan Sekayu dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Sebagai penerima suap, Dodi, Herman dan Eddi disangkakan melanggar melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pihak pemberi, Suhandy disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.