JawaPos.com – Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Pasangan suami istri (pasutri) itu disangka menerima suap Rp 352,5 juta terkait dengan pengaturan jabatan penjabat (Pj) kepala desa (Kades) di lingkungan Pemkab Probolinggo.
Selain Hasan-Tantri, KPK menetapkan 20 orang lain sebagai tersangka. Dengan demikian, total ada 22 orang yang dijadikan tersangka dalam praktik jual beli jabatan tersebut. Perinciannya, 4 orang tersangka penerima suap dan 18 lainnya pemberi suap. Jumlah tersangka yang ditetapkan secara bersamaan dalam satu OTT itu tercatat paling banyak yang pernah dilakukan KPK selama ini.
”Betul (tersangka terbanyak saat OTT). Ini (OTT Probolinggo) terbanyak yang ditetapkan sejak penyidikan awal setelah ekspose (gelar perkara, Red),” kata Ketua Satuan Tugas (Kasatgas) Penyelidikan (nonjob) KPK Harun Al Rasyid kepada Jawa Pos kemarin (31/8). Harun merupakan pegawai KPK yang memberikan arahan dalam OTT itu.
Sebelumnya, KPK pernah mengumumkan penetapan 22 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka sekaligus pada September 2018. Namun, penetapan itu merupakan pengembangan dari penyidikan kasus sebelumnya. Yakni, kasus suap dan gratifikasi terkait dengan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perubahan APBD 2015 Kota Malang.
Penetapan tersangka jual beli jabatan di Probolinggo diumumkan KPK sekitar pukul 02.00 kemarin. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, dalam OTT yang dilakukan pada Senin dini hari (30/8) itu, pihaknya mengamankan barang bukti uang tunai Rp 352,5 juta dan sejumlah dokumen. Salah satunya dokumen proposal usulan nama Pj Kades.
Alex, sapaan Alexander Marwata, menyebutkan, Hasan-Tantri diduga menerima suap bersama dua orang lain. Yakni, Camat Krejengan Doddy Kurniawan dan Camat Paiton M. Ridwan. Saat diamankan, Doddy tengah membawa uang tunai Rp 240 juta dan proposal berisi nama-nama aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemkab Probolinggo yang ingin menjadi Pj Kades.
Sementara itu, M. Ridwan diamankan di kediamannya di wilayah Curug Ginting, Kecamatan Kanigaran, bersama barang bukti Rp 112,5 juta. Setelah mengamankan barang bukti, tim KPK menjemput Hasan yang tengah berada di salah satu rumah di Jalan Ahmad Yani, Probolinggo, bersama Camat Gading Hary Tjahjono, Camat Kraksaan Ponirin, dan dua ajudan Hasan.
”Semua pihak yang diamankan dibawa ke Polda Jawa Timur untuk dimintai keterangan. Selanjutnya dibawa ke Gedung Merah Putih untuk diperiksa lebih lanjut,” ungkapnya. Dari pemeriksaan terungkap, uang yang diamankan rencananya diberikan kepada Hasan, mantan bupati Probolinggo sekaligus suami Tantri (bupati Probolinggo saat ini).
Alex menjelaskan, dari pemeriksaan juga terungkap, uang yang diamankan merupakan setoran dari sejumlah ASN di Probolinggo yang ingin diangkat sebagai Pj Kades di wilayah tertentu. Total ada 18 ASN yang diduga menjadi sumber uang itu. Yakni, Sumarto, Ali Wafa, Mawardi, Mashudi, Maliha, M. Bambang, Masruhen, Abdul Wafi, Kho’im, Ahkmad Saifullah, dan Jaelani.
Kemudian, Uhar, Nurul Hadi, Nuruh Huda, Hasan, Sahir, Sugito, dan Samsuddin. Para ASN yang ingin menjadi Pj Kades itu juga ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Dari sekian banyak nama itu, baru Sumarto yang ditahan KPK. Selebihnya belum bisa diamankan karena KPK baru mengetahui nama-nama tersebut saat gelar perkara kemarin.
Pungutan untuk menjadi Pj Kades tersebut tidak lepas dari mundurnya agenda pemilihan kepala desa (pilkades) serentak tahap II di Probolinggo. Awalnya, pilkades diagendakan pada 27 Desember 2021. Namun, pelaksanaan diundur sampai batas waktu yang belum ditentukan. Mundurnya jadwal itu membuka celah 252 jabatan Kades di 24 kecamatan kosong pada 9 September mendatang.
Celah itulah yang kemudian dilihat sebagai peluang oleh para ASN di Pemkab Probolinggo. Sebab, sesuai dengan ketentuan, jabatan Kades yang kosong diisi Pj Kades yang berasal dari ASN. Penunjukan Pj Kades merupakan hak prerogatif kepala daerah. ”Pengusulannya (Pj Kades) dilakukan melalui camat,” kata Alex.
Selain syarat administratif, ada persyaratan lain bagi ASN yang ingin menjadi Pj Kades. Yakni, persetujuan Hasan selaku suami bupati Probolinggo. Alex menyebut ada kesepakatan tidak tertulis yang mengisyaratkan agar proposal usulan nama-nama Pj Kades itu dibubuhi paraf Hasan sebagai representasi Tantri.
Selain paraf, ada syarat menyetor Rp 20 juta bagi calon Pj Kades. Ditambah upeti penyewaan tanah kas desa (bengkok) dengan tarif Rp 5 juta/hektare. Diduga, syarat-syarat tersebut merupakan perintah Hasan. ”Juga diduga ada perintah dari HA (Hasan) memanggil para camat untuk membawa para kepala desa terpilih dan kepala desa purnatugas,” jelasnya. ”HA meminta kepala desa itu tidak datang menemui HA secara perseorangan, tetapi dikoordinasi melalui camat,” lanjut Alex.
Syarat-syarat itu kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuan 12 Pj Kades di salah satu tempat di Krejengan pada Jumat pekan lalu (27/8). Pertemuan itu menyepakati pemberian setoran kepada Tantri melalui suaminya. Mereka juga sepakat menjadikan Doddy sebagai perantara setoran Rp 240 juta yang terkumpul dari sejumlah ASN.
Alex menambahkan, Hasan, Tantri, Doddy, dan Ridwan dijerat dengan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara itu, 18 tersangka pemberi suap disangka pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Bagaimana dengan tersangka lain yang belum ditahan? KPK segera menindaklanjuti penyidikan tersebut dengan memanggil para tersangka untuk dimintai pertanggungjawaban. ”KPK mengimbau kepada para tersangka lain untuk kooperatif mengikuti proses hukum yang saat ini dilakukan KPK,” ujar Alex.
Pada bagian lain, Wakil Bupati Probolinggo Timbul Prihanjoko kemarin ditetapkan sebagai pelaksana tugas (Plt) bupati Probolinggo. Surat perintah tugas (SPT) diserahkan langsung oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, kemarin.