JawaPos.com - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengecam keras upaya penggusuran SD Negeri Pondok Cina 1 di Kota Depok. Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri penggusuran tersebut didukung oleh Pemerintah Kota Depok dan jajarannya.
“Temuan kami di lapangan ketika mengunjungi SDN Pondok Cina 1, menunjukan Pemkot Depok, Dinas Pendidikan setempat serta jajarannya terlibat dalam 'Edusida'. Yaitu upaya pemusnahan fasilitas atau bangunan sekolah secara masif dan berpotensi ditiru secara luas," kata Iman dalam keterangannya, Minggu (15/1).
Penggusuran itu berdasarkanSurat Keputusan (SK) yang akan menggabungkan Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Depok (SK Nomor 421/123/KPTS/Disdik/Huk/2021). Dalam SK tersebut, 246 SDN akan menyusut menjadi 221 sekolah.
Tak dipungkiri, penggusuran SDN Pondok Cina 1 ini mendapatkan penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Bahkan laporan yang diterima P2G, para orang tua/wali murid juga mengeluhkan bagaimana penggusuran ini tidak partisipatif dan transparan.
Rencana penggusuran SDN dilakukan untuk membangun Masjid Raya. Fasilitas publik seolah-olah dihadap-hadapkan dengan kepentingan publik lainnya.
"Pembelajaran pasti terganggu. Guru dan siswa harus beradaptasi ulang dengan lingkungan baru. Sehingga menyita waktu belajar anak," tegas Iman.
Dinas Pendidikan Depok juga menerbitkan Surat Tugas kepada guru dan kepala sekolah untuk mengajar di dua sekolah berbeda yaitu (SDN Pondok Cina 2 dan 5), yang akan menjadi penempatan baru siswa yang SD-nya digusur (Surat Nomor 420/362/Bid.Pemb SD/2022).
Surat Edaran Dinas Pendidikan Kota Depok No.421.218/PC1/X1/2022 juga memangkas hak guru-guru untuk mengajar di SDN Pondok Cina 1. P2G menilai bahwa kedua surat tersebut sangat berbahaya.
“Kami melihat dua surat tersebut adalah bentuk intimidasi struktural kepada guru," ungkap Iman.
Dia menuturkan, dua sekolah yang menjadi satu akan membuat proses pembelajaran makin tak terkelola dan terganggu. Sekolah yang dimerger akan saling berbagi fasilitas.
Sekolah yang ditumpangi tidak akan serta merta memberikan akses penuh pada guru dan siswa yang menumpang. Bahkan, kapasitas sekolah negeri yang notabe sudah mininalis akan semakin sumpek.
“Kegiatan KBM SDN Pondok Cina 1 tidak akan efektif, karena kepala sekolah yang ditunjuk menjadi Plt adalah kepala sekolah di tempat lain. Artinya satu kepala menjadi pemimpin dua sekolah. Ini juga 'ngaco', manajemen sekolah pasti akan berantakan," paparnya.
Iman mengungkapkan, pihaknya juga menemukan fakta, siswa menghadapi pergantian guru. Khusus guru SD, guru kelas bagaikan orang tua, tidak mudah bagi mereka menerima guru kelas baru yang tidak mereka kenal.
“Nah, yang kami temukan, guru yang tadinya mengajar di SDN Pondok Cina 1, ditugaskan Disdik Depok mengajar di SDN Pondok Cina 3 dan 5. Lalu, yang mengajar di SDN Pondok Cina 1 adalah guru baru yang tidak anak-anak kenal," lanjut Iman.
Hal ini juga sebagai bentuk intimidasi kepada siswa yang sekolahnya akan digusur. Sebab, secara terpaksa mengikuti skema menumpang di dua sekolah berbeda karena guru mereka dipindahkan ke sekolah lain.
Oleh karena itu, kebijakan Pemkot Depok dan Dinas Pendidikan tidak sesuai arahan Mendikbudristek RI Nadiem Makarim tentang mengutamakan kepentingan anak dalam belajar.
"P2G mendesak agar hak siswa dan guru dipenuhi terlebih dahulu. Misal, ketika mereka direlokasi, ruang kelasnya dipersiapkan dulu," pungkasnya.