Minggu, 2 April 2023

Ibu Guru Kembar, Rossy dan Rian, Pendiri Sekolah Darurat Kartini

- Minggu, 25 September 2022 | 17:48 WIB
KARYA ANAK DIDIK: Sri Irianingsih (kiri) dan Sri Rossyati memamerkan kain batik dan ecoprint buatan murid pelatihan Sekolah Darurat Kartini di kawasan Kelapa Gading, Jakarta (24/9). (Agas Putra Hartanto/Jawa Pos)
KARYA ANAK DIDIK: Sri Irianingsih (kiri) dan Sri Rossyati memamerkan kain batik dan ecoprint buatan murid pelatihan Sekolah Darurat Kartini di kawasan Kelapa Gading, Jakarta (24/9). (Agas Putra Hartanto/Jawa Pos)

Sri Irianingsih dan Sri Rossyati mendirikan sekolah untuk anak-anak marginal di Jakarta sejak 1990. Keduanya dikenal dengan sebutan Ibu Guru Kembar. Tampilan stylish dalam busana warna-warna cerah menunjukkan semangat untuk membuat anak-anak marginal punya masa depan lebih cerah.

---

RUANG tamu berukuran 3 x 5 meter dan garasi mobil itu disulap menjadi kelas. Sebanyak 55 anak usia sekolah dasar (SD) belajar di Sekolah Darurat Kartini di Kelapa Gading, Jakarta. Semua berasal dari keluarga prasejahtera. Mayoritas orang tua mereka bekerja sebagai pemulung.

’’Tinggalnya di sekitar sini, yang rumahnya bedeng-bedeng itu,’’ ujar Rian, sapaan Sri Irianingsih, saat dijumpai Sabtu (24/9).

Anak-anak terpaksa ikut orang tua mereka memulung sampah. Akibatnya, mereka belum bisa baca, tulis, dan berhitung. ’’Usia prasekolah PAUD/TK bayar Rp 50 juta. Uang dari mana, coba? Mau masuk SD negeri, usianya sudah 9 sampai 12 tahun belum bisa baca tulis. Apa sekolahnya mau nerima?’’ ungkap Rian.

Maka, Sekolah Darurat Kartini didirikan. Khusus bagi anak-anak kurang mampu. Tidak membayar sepeser pun. Sejak muda, Rian senang blusukan ke daerah-daerah marginal. Sebagai istri prajurit TNI Angkatan Laut, dia berkeliling Indonesia mendampingi suami bertugas. Dari situ, dia menemukan anak-anak yang tidak sekolah atau putus sekolah.

Begitu pula Sri Rossyati yang mendirikan sekolah di Pemalang, Jateng. Rossy –sapaannya– membuka kelas keterampilan bagi ibu-ibu dan remaja perempuan.

Pada 1990, suami Rian wafat. Rossy mengajaknya pindah ke Jakarta dan mendirikan Sekolah Darurat Kartini. Dari awal, keduanya menggunakan uang pribadi untuk membeli seragam, perangkat belajar, dan makanan setiap hari.

”Saya kerja jadi konsultan, ya dari penghasilan itu saya pakai. Kalau beras, kami tidak beli. Ada sawah di Puncak, Bogor. Panen buat kasih makan anak-anak murid,” paparnya.

Sekolah Darurat Kartini kali pertama dibangun di kolong tol Ancol. Selama 22 tahun berdiri, sekolah tersebut pernah digusur lima kali. Keduanya tegas menolak bantuan pengajar jika bukan lulusan kampus keguruan. Yang boleh mengajar di Sekolah Darurat Kartini adalah lulusan keguruan. Tidak sekadar mengajar, lalu mencari donasi.

Rossy menjelaskan, sebelum pandemi, mereka mengajar 30 anak. ’’Alhamdulillah, banyak yang sudah bekerja,’’ ucapnya. Lulusan Sekolah Darurat Kartini mendapat ijazah formal. Ada lulusannya yang menjadi pegawai bank, tentara, polisi, dan karyawan sejumlah perusahaan swasta.

Setelah pandemi, sempat bertambah 300-an anak yang mayoritas belum bisa baca, tulis, berhitung. ’’Kami ini produk zaman dulu. Cara ngajar anak-anak pakai sambung baca. Giliran. Begitu pun matematika,’’ ujar alumnus Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Semarang itu.

Rian dan Rossy mengakui, mengajari anak-anak butuh usaha yang luar biasa. Membentuk karakter, kepribadian, dan kemampuan dasar. Setiap hari mereka dihadapkan dengan kondisi sosial yang keras di ibu kota. ’’Kami nerimo. Siapa lagi kalau bukan kita yang mengajari mereka?’’ ucap Rian.

Di usia senja, ibu guru kembar hanya ingin terus mengajar dan berbagi. Semua sudah dikejar saat masih muda. Waktunya untuk menikmati hidup dengan membantu anak-anak miskin agar bisa sekolah.

’’Waktu masih muda bagi waktu urus rumah, anak, suami, dan untuk orang lain juga. Apalagi sekarang, ibaratnya tinggal tunggu meninggal. Justru terus mengajar ini yang bikin awet muda,’’ ucap Rian.

FIT DAN BUGAR ALA ROSSY DAN RIAN

• Masih menyetir sendiri ke mana-mana. Menurut Rian, menyetir melatih daya ingat, fokus, dan motorik. Begitu pula Rossy yang enggan menggunakan jasa sopir.

• Menjaga pola makan dan lebih perhatian pada waktu istirahat serta tidak sering ngemal.

• Punya koleksi sekitar 150 pasang sepatu wedges, bot, dan high heels. ’’Tapi, sekarang pakainya sneakers karena saya pernah jatuh dari tangga gara-gara pakai high heels,” kata Rossy.

Editor: Dhimas Ginanjar

Tags

Terkini

Istichara Asngari Sepuluh Tahun Melatih Yoga

Minggu, 19 Maret 2023 | 15:48 WIB

Yoni Astuti Tertambat Profesi Tour Guide sejak 1988

Minggu, 5 Februari 2023 | 17:17 WIB

dr Agi Harliani Soehardjo MBiomed Menekuni Tai Chi

Minggu, 22 Januari 2023 | 13:48 WIB

Engkos dan Endah, Pasangan Lansia yang Hobi Mendaki

Minggu, 11 Desember 2022 | 18:48 WIB

Romantisnya Babeh Ojol dan Ayang Beb

Sabtu, 8 Oktober 2022 | 18:48 WIB
X