JawaPos.com - Terjadinya teror bom bunuh diri di Bandung, membuat Kementerian Agama (Kemenag) terus memperkuat kampanye moderasi beragama. Tujuannya supaya kelompol ekstrem tersebut kembali menjalankan agama secara moderat atau wasathiyah.
Perkembangan program kampanye atau internalisasi moderasi beragama itu, disampaikan Sekjen Kemenag Nizar Ali. Menurut dia adanya kasus bom bunuh diri dan mencelakai orang lain, menandakan belum menjalankan agama secara moderat.
"Bom bunuh diri di Bandung, ini menjadi pertanda ancaman bagi kita semua. (Masih) ada yang punya cara pandang ekstrem," katanya dalam pembukaan Media Gathering bertema Moderasi Beragama di Bogor. Kegiatan tersebut digelar hingga Minggu (11/12).
Nizar mengatakan, cara pandang ekstrem tersebut mengabaikan martabat manusia. Padahal ajaran agama manapun, sangat menjunjung tinggi kemanusiaan. Semua agama mengajarkan bagaimana cara memanusiakan manusia.
"Sedangkan ini kok bunuh diri untuk membunuh orang," kata dia.
Adanya padangan agama yang masih ekstrem tersebut, perlu diluruskan. Caranya dengan terus menanamkan nilai-nilai moderasi beragama.
Nizar mengatakan, ke depan tetap diperlukan gerakan moderasi beragama secara lebih luas dan massif. Dia lantas menjelaskan indikator seseorang belum menjalankan ajaran agama atau beragama secara moderat. Yaitu individu yang tidak mencintai tanah air, bisa dianggap radikal.
Termasuk ingin mengganti ideologi bangsa dengan ideologi yang lain. Termasuk ideologi khilafah. Indikasi seseorang belum beragama secara moderat adalah tidak toleran atau intoleran.
"Orang yang tidak toleran, tentu masuk dalam konteks ekstremis," jelasnya.
Padahal di Islam, para ulama telah memberikan pembelajaran tentang toleransi. Indikasi berikutnya adalah seseorang masih suka terhadap kekerasan.
Dalam moderasi beragama tidak ada sebutan lawan, diperangi, atau sejenisnya. Moderasi beragama memiliki semangat merangkul. Bukan memukul.
"Indikator keempat adalah tidak mudah menyesuaikan dengan tradisi lokal," katanya.
Nizar mengatakan, orang-orang yang tidak ramah terhadap tradisi lokal, maka masuk dalam konteks radikal atau ekstremis. Upaya kampanye moderasi beragama, menuntut keterlibatan banyak pihak.
Selain itu, moderasi beragama juga menjadi program prioritas pemerintah. Di mana Kemenag sebagai leading sector-nya.