Upaya Sivitas UI Melestarikan Aksara Pegon lewat Aplikasi Pegonizer

31 Januari 2023, 16:47:19 WIB

Pada Masanya Sempat Digunakan sebagai Aksara Sandi untuk Kelabui Belanda

Di Indonesia ada 30-an aksara Nusantara. Dari sebanyak itu, hanya aksara pegon yang masih lestari dan digunakan sampai sekarang. Tak ingin punah, dosen dan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) menciptakan aplikasi Pegonizer.

M. HILMI SETIAWAN, Depok

BELTSAZAR Anugrah Sotardodo antusias menyimak paparan rencana pengembangan aplikasi Pegonizer saat ditemui di gedung baru Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom) Universitas Indonesia, Depok. Bersama rekan setim pengembang aplikasi Pegonizer, mereka mendapatkan pengarahan dari Yova Ruldeviyani, dosen Fasilkom UI sekaligus sebagai pembimbing.

Saat itu Yova menunjukkan kepada tim perkembangan naskah-naskah klasik atau manuskrip lawas yang ditulis menggunakan aksara pegon. Naskah tersebut sudah didigitalkan. Ada yang berupa file PDF maupun JPEG atau gambar.

Aksara pegon adalah aksara Arab yang diadopsi untuk menuliskan bahasa Jawa, Sunda, dan Madura. Ada sejumlah modifikasi yang digunakan karena tidak semua pelafalan tiga bahasa tersebut ada di aksara Arab.

Pegon berasal dari bahasa Jawa, yaitu pego yang artinya menyimpang.

Di antara modifikasinya adalah huruf ha dalam aksara Arab diberi titik tiga di bagian perutnya sehingga dibaca ca. Kemudian, huruf ya diberi titik tiga di bawah menjadi nya. Lalu, huruf ain diberi titik tiga di bagian atas dibaca nga. Sebagaimana diketahui, bacaan ca, nga, dan nya tidak ada dalam aksara Arab. Tetapi muncul di aksara pegon.

Di antara manuskrip yang sudah diubah ke format digital itu adalah Kitab Mabadi Ilmi Thariqah, Kitab Munjiyat, Parukunan Sunda, dan Tafsir Jalalain Jinarwa. Kemudian, ada juga kitab Fathul Qorib, primbon penghitungan waktu, primbon warna-warni, serta Tarikhul Auliya.

Beberapa saat berdiskusi dengan timnya, Yova lantas menjelaskan cerita di balik pembuatan aplikasi Pegonizer tersebut. Dia mengatakan, saat ini aplikasi Pegonizer masih berbasis website.

Ke depan dikembangkan menjadi aplikasi. Dia bersyukur dengan orisinalitas ide digitalisasi aksara pegon tersebut, aplikasi Pegonizer lolos mewakili Indonesia di kompetisi ICT tingkat ASEAN bertajuk AICTA 2023. Kesempatan itu diraih setelah Pegonizer meraih juara kedua pada kompetisi IdenTIK yang diselenggarakan Kementerian Kominfo pada awal November 2022.

Yova menceritakan, ide digitalisasi aksara pegon muncul saat dirinya rutin mendampingi sang suami, Yudho Giri Sucahyo, sebagai ketua Pandi (Perkumpulan Nama Domain Indonesia) tahun lalu. Saat itu Pandi menjalankan proyek untuk melestarikan aksara-aksara Nusantara yang digunakan pada manuskrip kuno.

”Mulai aksara Jawa atau Hanacaraka, aksara Bali, Makassar, juga di Sumbar dan Sumut,” tuturnya.

Hasil kunjungan ke sejumlah daerah, dia prihatin karena aksara-aksara tradisional itu sudah tidak digunakan. Sampai suatu ketika Yova dan suaminya berkunjung ke Lamongan, Jawa Timur. Di sebuah pesantren, mereka meneliti penggunaan aksara pegon. Mereka langsung tertarik.

Sebab, aksara tersebut sampai sekarang masih lestari digunakan di pesantren-pesantren. Selain itu, dia tertarik karena aksara pegon pada dasarnya menggunakan tulisan Arab. Tetapi, dengan banyak modifikasi menyesuaikan pelafalan bahasa Jawa.

Dia menuturkan, meskipun sampai saat ini aksara pegon masih banyak digunakan, khususnya di lingkungan pesantren, akan lebih bagus jika didigitalisasi agar tidak sampai diklaim negara tetangga. Bergerak dari tujuan itu, Yova dan tim langsung mengumpulkan naskah-naskah atau manuskrip klasik yang ditulis menggunakan aksara pegon. Dia mengatakan secara teknis tidak berburu langsung ke kampung-kampung. Supaya lebih efektif, dia bekerja sama dengan beberapa kolektor atau ahli manuskrip kuno. Salah satunya Diaz Nawaksara.

Sambil mencari koleksi manuskrip pegon, Yova mempelajari aksara pegon itu sendiri. Dia menuturkan ada tiga aksara pegon, yaitu pegon Jawa, pegon Madura, dan pegon Sunda.

Dari ketiganya itu ada perbedaan-perbedaan penulisan aksara pegon. ”Dari ketiganya, ada yang aneh dan menurut saya melanggar kaidah cara menulis aksara Arab itu sendiri,” tuturnya.

Dia mencontohkan ejaan eng menggunakan abjad ain, lalu diberi titik tiga. Di dalam aksara Arab, tidak ada huruf ain yang memiliki titik tiga.

Pada masa penjajahan Belanda, aksara pegon digunakan pada penerbitan majalah atau surat kabar. Kemudian, banyak kegiatan surat-menyurat yang menggunakan aksara pegon.

Bahkan, menurut dia, pegon saat itu seperti menjadi sandi khusus. Digunakan untuk menulis pesan khusus karena tidak bisa terbaca orang-orang Belanda. Tetapi, Belanda akhirnya mengenali dan memopulerkan penggunaan aksara Latin.

Setelah cukup banyak naskah yang berhasil dia kumpulkan, proses digitalisasi dimulai. Secara umum, proses digitalisasi naskah-naskah kuno dilakukan dengan cara di-scan.

Tetapi, pada kasus ini, Yova dan timnya jarang menggunakan mesin scanner. ”Lebih banyak saya foto. Karena kondisinya bisa rusak kalau dipaksa menggunakan alat scan,” tuturnya.

Setelah terkumpul, dia membuat menu katalog di dalam aplikasi Pegonizer. Sambil terus menambah jumlah naskah manuskrip di katalog, timnya juga melakukan pengubahan ke format PDF dan teks. Kemudian, dari teks diterjemahkan atau diubah ke huruf Latin.

”Sehingga masyarakat pengguna Pegonizer bisa mempelajari naskah-naskah dengan aksara pegon. Meskipun kurang menguasai cara membaca pegon,” tuturnya. Selain itu, Yova berencana membuka sistem member atau keanggotaan. Jadi, nanti kolektor dari penjuru Indonesia, bahkan luar negeri, bisa berkontribusi mengirim naskah manuskrip dalam bentuk digital.

Diwawancarai terpisah, Diaz Nawaksara cukup senang mengetahui mahasiswa UI terlibat dalam proyek pelestarian aksara pegon. Dia mengungkapkan, di Indonesia terdapat sekitar 30 aksara Nusantara. ”Dari semuanya itu, pegon satu-satunya aksara Nusantara yang masih eksis dan banyak digunakan sampai sekarang,” katanya. Dia menegaskan, maksud eksis itu adalah benar-benar digunakan. Bukan sebatas simbolis untuk penulisan nama jalan atau sejenisnya.

Editor : Ilham Safutra

Reporter : */c19/ttg

Saksikan video menarik berikut ini:


Close Ads