ADA nama Suci Patia di Kapitulis. Selama sekitar empat tahun terakhir, perempuan ayu itu adalah salah satu perangkai kata di sana. Dalam kurun waktu itu, Suci sudah membuat ribuan takarir, surat, hingga tagline produk. Saking produktifnya, dia tak tahu lagi berapa banyak karya yang dihasilkan. Tapi, ada satu karya yang tak mungkin dia lupakan. Sebuah surat cinta.
Suatu ketika, sepasang remaja yang sedang menjalin kasih tiba-tiba bertengkar. Usia mereka kira-kira 15 tahun. Salah satunya tidak tahan berantem lama-lama. Terpikirlah dia untuk meluluhkan hati kekasihnya lewat surat cinta. ’’Pemicu pertengkarannya karena ada selipan kata ’beb’ dari teman laki-lakinya,” kata Suci kepada Jawa Pos pada Selasa (25/10).
Sebagai juru rangkai kata, Suci sebenarnya lumayan mahir membuat surat cinta. Tapi, yang membuat gadis berambut panjang itu pening adalah kriteria surat cinta yang ditetapkan kliennya. Yakni, tidak boleh kaku dan memuat gombalan-gombalan receh. Khas ABG. ”Aku harus riset dulu. Ya Allah susah banget ituuu…,” kenangnya, lantas tertawa. Suci butuh waktu satu jam untuk menuntaskan surat cinta rekonsiliasi tersebut.
Selain pesanan yang membuat geli, Suci pernah menerima order yang bikin baper. Masih berupa surat, tapi kali ini surat untuk ayah yang telah lama berpulang. ”Saya ingat menulisnya sambil menangis. Karena mungkin saya merasa ada dalam posisi yang sama ya,” tutur putri mendiang Gatot Brajamusti tersebut.
Suci mengaku tak sengaja tercebur ke dalam Kapitulis. Semula, penulis buku Silver Linings itu ragu menyambut tawaran Zarry Hendrik untuk bergabung dengan para penulis lainnya. Dia merasa tak punya kapasitas untuk menjadi juru rangkai kata. Namun, kesempatan tak datang dua kali. Karena itu, Suci lantas memberanikan diri.
Penggemar Sapardi Djoko Damono tersebut menjadi penikmat sastra sejak kecil. Hampir semua genre buku pernah dia baca. Tapi, dia lebih menyukai karya-karya sastra era lawas. ”Bagi saya, membaca karya yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar itu lebih menyenangkan dan bisa mengasah kemampuan berimajinasi,” tuturnya. Itu membuat Suci terbiasa dengan kata dan bahasa baku, yang juga sering tersaji dalam karya-karyanya.