Fokus Benahi Pola Pengasuhan Anak Didik

11 September 2022, 15:47:00 WIB

Saatnya Meninjau Pelanggengan Kebiasaan yang Jadi Pintu Masuk Kekerasan

Menguak kasus kekerasan pada anak ibarat mengupas bawang. Semakin dikupas, semakin pedih. Sampai pertengahan tahun ini, tercatat 1.596 anak yang melakukan kekerasan terhadap temannya, sesama anak. Ironisnya, 486 kasus terjadi di satuan pendidikan.

KABAR pilu dari Sulawesi Utara pada 8 Juni lalu sungguh menyentak. Remaja 13 tahun, siswa salah satu MTs di Kotamobagu, meninggal dunia setelah dirundung teman-teman sekolahnya. Dia dianiaya di area sekolah. Korban dan pelaku masih sama-sama remaja.

Peristiwa itu menambah panjang daftar kasus kekerasan terhadap anak. Namun, seviral apa pun kasus-kasus itu dan semenyesal apa pun sekolah serta orang tua atas peristiwa semacam itu, angka kekerasan terhadap anak tidak berhenti. Tiap tahun angkanya semakin besar.

Setelah Kotamobagu, perundungan yang berujung dengan hilangnya nyawa seorang remaja terjadi di Tasikmalaya, Jawa Barat. Kali ini, usia korban bahkan baru 11 tahun. Kasusnya pun bukan hanya perundungan fisik, melainkan juga mental. Sebelum mengembuskan napas terakhirnya, korban sempat depresi.

Menyusul dua kabar pilu itu, bulan ini kekerasan berujung kematian kembali terjadi. Korban yang berusia 17 tahun mengalami kekerasan di pesantren di Jawa Timur. Pelakunya pun sesama pelajar.

Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menempatkan perundungan fisik dan psikis pada posisi kedua dan ketiga daftar kekerasan terhadap anak. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA Nahar mengatakan bahwa kekerasan atau perundungan di satuan pendidikan terjadi karena ’’kebiasaan’’. Celakanya, kebiasaan itu seperti sengaja dibuat langgeng.

Misalnya, praktik senioritas atau pelatihan kedisiplinan. Pihak sekolah dan sebagian masyarakat menganggap pemberian hukuman dengan dalih mendisiplinkan sebagai hal yang lumrah. Padahal, menurut Nahar, itu merupakan bagian dari perundungan. ”Artinya, kalau tidak ada kejadian meninggal, praktik pasti tetap dilaksanakan. Korban yang tidak meninggal pasti mengalami depresi. Ini harus diwaspadai,” paparnya pada Kamis (8/9).

Ada banyak faktor yang memengaruhi praktik kekerasan terhadap dan oleh anak. Salah satunya adalah perkembangan teknologi. Kerap kali bully atau ledekan lewat smartphone berujung pada kekerasan fisik. Tak jarang juga perundungan di media sosial membuat psikologis anak terganggu. Anak menjadi depresi hingga trauma.

”Semua faktor tadi berkaitan. Karenanya, ketika ada kasus kekerasan tidak bisa hanya melihat saat kejadian. Pasti ada faktor lainnya. Mulai dari keluarga, lingkungan, hingga daring,” jelas Nahar.

Penyelesaiannya pun, menurut dia, juga membutuhkan kerja sama banyak pihak. Aturan teknis untuk menyelesaikan kasus sudah tersedia. Namun, pembenahan yang mengarah pada upaya pencegahan juga perlu dukungan semua pihak. ”Satuan pendidikan membuat aturan jelas, pengasuhan juga dibenahi,” tegasnya.

Terpisah, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyatakan bahwa peraturan untuk mencegah kasus kekerasan di pesantren atau boarding school sudah lama ada. ”Yang kurang dari pendidikan berbasis asrama seperti pesantren atau boarding school yang lain, pola pengasuhannya,” tuturnya pada Kamis (8/9).

Dia menambahkan, orang tua yang menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan berbasis asrama punya harapan besar terhadap lembaga agar buah hati mereka diasuh. Mengingat, orang tua tak hadir di sana. ”Nah, pola pengasuhan ini yang kami lihat masih kurang dalam lembaga-lembaga pendidikan,” lanjut Yaqut.

Karena itu, pihaknya terus berupaya melakukan pendekatan dan sosialisasi pada pesantren. Dia mengakui kementerian hanya bisa sebatas membuat aturan dan melakukan pendekatan. Sebab, pondok pesantren dan boarding school merupakan lembaga yang independen. Maka, kementerian tidak bisa mengintervensi langsung. ”Saya kira ya itu, usaha kita ya ikhtiar, memperbaiki sebisa mungkin melalui pendekatan-pendekatan,” ungkapnya.

Editor : Ilham Safutra

Reporter : mia/c17/hep

Saksikan video menarik berikut ini:


Close Ads